Satu

5 0 0
                                    

"lalu apa ? jantungku berdebar karena hadirnya dan kita sepakat menyebutnya cinta ? jika benar seperti itu, aku ingin terus merasakannya. bukankah manusia mati tanpa detak jantungnya ?" - kata santis


Sajak itu yang mampu mengawali semua ini, untaian peristiwa yang menuntun aku dan kamu, refleksi kenyamanan ku menyesal pada akhirnya.


Pukul sembilan samar-samar kulihat jam pada layar smartphone milikmu. Aku tidak mengerti kenapa kau membawaku ke lapangan basket di pagi yang seharusnya aku bisa habiskan dengan tiduran di rumah atau mungkin membunuh waktu dengan beberapa novel cinta yang aku punya. Aku juga tidak mengerti kenapa kau sangat menggilai basket seperti basket adalah bagian penting dari hidupmu, apa yang seru dari memantulkan bola untuk memasukannya di ring untuk mengambilnya lagi dan melemparnya lagi, beberapa mungkin akan menghasilkan score namun beberapa juga mungkin hanya akan menghasilkan keringat. 

Aku benar-benar jauh dari kata "menikmati" minggu ini, tapi setidaknya yang aku temani adalah kamu, refleksi kenyamananku, Rizal. 


"San, kamu nggak ikut main ?"

"Enggak ah, nggak seru."

"Eits... Basket itu seru tau ?! Kamu belum nemu aja feel nya pas berhasil masukin ke ring"

"Boro-boro masukin ke ring bisa dribbling lancar aja aku bakal tumpengan."

"Coba dulu ayo sini" kata Rizal sambil menarik tanganku

"Kamu pas in ke arah ring terus shoot jangan kekencengan jangan pelan banget juga tapi". Rizal mengajariku dengan arahan dari belakang tubuhku, rasanya seperti dia 5 cm dari memelukku. Keringatnya tercium jelas saat dia memberiku arahan untuk melakukan shoot, aku akui posisi ini sangat nyaman bahkan sampai aku tidak bisa terfokus dengan apa yang dia ajarkan melainkan pada ukuran otot bisep trisepnya yang sedikit meggembung itu.

"Shoot sekarang !"

"Tuh kan bisa, gimana rasanya?"

"Biasa aja ah" kataku bohong saat aku berhasil memasukkan bola basket ke ring untuk pertama kali untuk seumur hidupku mungkin, entahlah aku bukanlah tipikal cowok yang gila olahraga seperti Rizal. Terakhir kuingat aku main basket pas aku masih SD itupun dengan ring yang sudah disesuaikan tingginya dengan anak-anak ingusan seusia SD. 

"Yaudah, kayanya kamu ga enjoy ya ? Balik aja gimana ?"

"Eh enggak.. Kamu main aja dulu, itung-itung refreshing aja gitu di kamar terus suntuk juga lama-lama, aku cuman gabisa aja main basket ehe" 

"Kalo bosen bilang aja ntar kita pulang"

"Iya-iya santai" tutupku membohongi perasaanku. Kalau dibilang bosan, sebenarnya aku sangat bosan, satu-satunya hal yang membantuku menggulati bosan hanyalah memandang lekuk tubuh Rizal yang lumayan atletis juga kalu dipikir-pikir. Tapi aku tidak ingin jadi orang egois juga, selama ini setiap aku ingin pergi ke mall untuk sekedar jalan-jalan atau belanja, dia selalu usahakan untuk bisa menemaniku walaupun tidak selalu menemaniku. 

Pukul 10 kulihat Rizal sudah selesai dengan latihannya, aku memberikan handuk kecil dan minum yang sedari awal sudah ia siapkan di tas ranselnya ini. 

"Makasih ya san"

"Tumben amat pake makasih segala, buat apa emang"

"Ya buat nemenin aku lah, aku tau kamu ga terlalu seneng sama olahraga kaya gini. Tapi kamu harus coba minim sekalilah sebulan itu juga uat kesehatan kamu juga. Kamu ga pengen apa badan kamu agak atletis dikit ?"

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: Nov 15, 2018 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

REGRETOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz