Tell Me

8.9K 587 16
                                    

"Aku akan membersihkan diri."

Anara membawa bedcover bersama tubuh telanjangnya menuju kamar mandi. Hatinya sakit jika harus mengingatnya kembali. Akan lebih baik jika seandainya ia bisa meraung menumpahkan kesedihannya, namun ia tak pernah bisa melakukannya. Tangis dan air mata entah sejak kapan menjadi pantang baginya. Ia seolah mati rasa namun tidak dengan hatinya. Ia kesakitan. Ia skarat.

Setelah menghabiskan hampir lima belas menit di dalam kamar mandi, Anara keluar dengan kepala berbungkuskan handuk kecil. Tubuh telanjangnya masih menggunakan handuk karena ia tidak membawa baju ganti ketika memutuskan untuk membersihkan diri. Dengan perlahan ia melangkah mendekati lemari yang menyimpan pakaiannya. Seolah akan mendapat petaka jika ia menimbulkan suara, tangannya berusaha membuka pintu lemari sepelan mungkin. Ia meraih pakaian dalam beserta piamanya.

Anara terdiam sebentar. Bagaimana ia akan mengganti pakaiannya. Adrian masih pada posisinya. Menatap keluar jendela. Bedanya saat ini pria itu tengah menyelipkan rokok di antara jemarinya.

"Bisakah kau keluar sebentar?" tanya Anara terdengar seperti bisikan. Ia bahkan tidak sanggup untuk berbalik untuk melihat pria itu. Setengah jam yang lalu ia masih berani bertingkah jalang terhadap Adrian, namun saat ini keberanian itu sudah hilang. Seolah badai baru saja menerjang kekuatannya. Adrian tahu ia pernah hamil, keguguran, dan ingatan jika beberapa jam yang lalu Adrian mendapatinya tengah berciuman panas dengan adiknya benar-benar menghancurkannya.

Tak mendengar sahutan ataupun pergerakan dari Adrian, gadis itu terpaksa menoleh. Lagi-lagi ia harus bertatapan dengan sepasang mata tajam itu. Adrian tidak ada puas-puasnya merendahkannya.

Akhirnya Anara memutuskan membawa pakainnya ke kamar mandi dan mengenakannya di sana.

"Belum ada satu jam berlalu kau berbaring telanjang di bawahku. Kenapa sekarang menjadi masalah besar jika aku melihatmu telanjang lagi?"

Anara menghentikan langkah, berbalik menuju ranjang. Gadis itu meletakkan pakainnya di atas kasur, melepaskan handuk yang melilit tubuhnya kemudian mengenakan pakaian dalamnya satu per satu hingga sepasang piama membungkus tubuhnya. Ia memunguti pakaiannya yang sebelumnya berserakan di ranjang lalu mengumpulkannya ke dalam keranjang pakaian kotor. Kemudian keluar dari sana. Wajah tanpa ekspresi itu kembali perlahan-lahan.

((( )))

"Kau darimana saja? Aku mencarimu." Keluar dari kamar, Denis langsung menyerbunya dengan pertanyaan.

"Aku tidur."

Denis tidak terima dengan sikap tak berdosa Anara.

"Kau benar-benar serius melakukan itu pada kakakku? Hanya karna uang?"

"Aku sudah bilang akan melakukannya."

Sesungguhnya Anara tak sanggup mengatakannya. Tapi apa boleh buat, biarkan saja orang menilainya sebagai orang yang buruk. Lebih dari itu sudah dilakukannya.

"Bagaimana dengan kakakku? Apa dia menerimamu? Kalian sudah melakukannya?" Denis terlihat seperti anak kecil yang bertanya soal mainan. Anara ingin mengabaikannya saja namun pria itu tidak berhenti bertanya padanya.

"Denis, kau sudah memesan untuk makan malam?"

Anara bersyukur Adrian muncul di sana. Pria itu juga sepertinya sudah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya lebih santai.

"Anara bisa memasak untuk makan malam kita. Masakannya tidak kalah enak." Jawab Denis pada Adrian. Ia mengambil duduk di salah satu kursi, memperhatikan Anara yang kini mulai mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas.

"Lalu apa yang kau lakukan disana? Kau akan memasak juga?"

Denis mendengus.

"Aku suka melihat Anara memasak." Jawabnya masih terus memperhatikan Anara. Meskipun Anara sudah sangat canggung. Terlebih kehadiran Adrian dalam jarak dekat dengan mereka.

One Last NightOnde histórias criam vida. Descubra agora