Hari pemakaman

1K 106 3
                                    

3 hari kemudian. Yamada bersaudara itu bertahan didalam rumah dengan bahan makanan yang tersedia, karena tidak punya uang untuk membeli.

Dan dalam 3 hari itu, Ichiro sudah menyiapkan hatinya. Untuk tidak menangis.

Setelah upacara pemakaman. Ichiro sudah menerima bela sungkawan dari berbagai pihak, Jiro yang sedikit mengerti maksud dari upacara pemakaman menahan tangis sambil tetap mengendong Saburo yang tidak mengerti apapun.

Saburo sendiri menatap heran, tidak mengerti. Manik heteronya itu menatap pada kedua bingkai foto. Lalu kembali manatap Jiro.

"Jilo nangis? Jangan nangis... Ibu nanti sakit..." ucap anak 3 tahun itu dengan polosnya dan masih terbata-bata. Menghapus jejak air mata pada pipi Jiro.

"Ichi-nii kuat... enggak nangis.. Jilo juga kuat.. ehehe...." balita itu tersenyum, sambil memainkan kedua pipi kakak keduanya.

Jiro berhenti menangis. Lalu ikut tertawa dengan adik kecilnya. Memeluk balita tersebut dengan penuh sayang. Ichiro yang melihat keduanya, sedikit mengulas senyum tipis.

.

Hingga upacara pemakaman itu berakhir. Tak ada satu pun sanak saudara yang mengakui ketiga Yamada. Di karenakan sistem pemerintahan yang menyulitkan dengan harus membayar pajak diluar batas normal untuk laki-laki. Membuat semua yang kenal dengan keluarga Yamada iba, namun tidak mau juga membebankan perekonomia yang sudah ada.

Semua saling melempar tanggung jawab, untuk pengalihan asuh ketiga saudara itu.

"Bagaimana kalau mereka dipisah saja... Jadi beban biaya pajak jadi lebih murah..." Usul salah satu dari finalis pangambil alih hak asuh. Dan sepertinya di setujui semuanya.

"Saya akan membawa anak sulungnya."

"Kalau begitu, Saya ambil si bungsu..."

"Baiklah.. saya akan merawat yang tengah.."

.

Ichiro yang masih berdiri didepan nisan keluarga Yamada itu, sayup-sayup mendengar obrolan sanak keluarganya. Mereka bertiga akan tinggal terpisah? Ichiro tidak mau dipisah dengan kedua adiknya, menggenggam erat tangan Jiro dan mengeratkan gendongan pada Saburo. Otaknya berpikir mencari cara agar mereka tidak terpisah.

Jiro menatap kakaknya itu, dengan mata sembab. Melihat raut cemas Ichiro, membuat Jiro membalas genggaman tangan Ichiro. Banyak hal yang ia tidak mengerti.

Tapi mendengar kata 'ambil' dari kerumunan sanak saurada. Membuatnya tidak tenang.

"Niichan...." Panggil Jiro pelan, menyadarkan Ichiro dan menatap adiknya.

"Iya.....?" mendapatkan raut cemas Jiro, dengan perlahan Ichiro mengusap puncak kepala Jiro, Kembali Ichiro memasang senyumnya.

"Tenang saja, Niichan tidak akan meninggalkan kalian..." entah dari mana asalnya rasa yakin tersebut.

"Hum..." Jiro mengangguk, ia percaya pada kakaknya itu, dan percaya mereka bertiga akan tetap bersama.

.

.

Maaf, mau aku post semua.. Tapi sinyalnya busuque sekali -_-

Sekali lagi maafkan aku... *ala doppo*

[HIATUS] Hypnosis Microphone #AU [YAOI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang