Part 5 | Edan

723 90 14
                                    

Tidak apa-apa salah jurusan, yang penting bukan salah masa depan.

--Mahasiswa yang salah memilih--

____________________________








TUGAS dosen menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005: merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran.

Naya menggaruk pipinya yang tiba-tiba terasa gatal. Poin pertama jelas tidak mendekati Alan sama sekali. Dosen satu itu lebih sering melaksanakan penghajaran bukan pelajaran. Apa-apa serba dikomentari. Hal-hal normal, setengah edan, sampai sinting betulan tidak akan luput dari mulut ceriwis bin menusuk Alan.

Kedua, meningkatkan kualifikasi akademik.

Apa nyinyir juga termasuk metode meningkatkan kualifikasi akademik?

Naya menggeleng kuat. Mana bisa begitu! Mahasiswa seringkali dibuat putar balik ketika Alan tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Naya yang kemarin menemani Sela ke kantin saja terpaksa harus berbelok saking tidak inginnya berpapasan dengan Alan.

Ketiga, bertindak objektif dan tidak diskriminatif.

Sebutkan sesuatu yang berkaitan dengan Naya dan tidak pernah dikomentari Alan!

Naya yakin jawabannya tidak ada. Usia kuliahnya masih hitungan hari tapi Alan bertindak seakan-akan Naya adalah mahasiswi abadi. Pilih kiri dikomentari, kanan apalagi. Mata Alan seriusan ada di mana-mana.

Punggungnya terhempas lemas di sandaran bangku kuliah. Ponselnya ia ubah dalam mode senyap sebelum layarnya berubah gelap. Naya bingung bagaimana caranya ia memutuskan tawaran dari Alan kemarin?

"Nay, lo bawa folio enggak?"

Naya menoleh malas. "Folio buat apa?"

Setahu dirinya, coret-coret itu bukan hobi Sela. Menggambar garis abstrak sampai berusaha menggambar wajah Alan yang gagal total karena diberi kumis kandel... semuanya adalah kesukaan Naya. Jadi, ia agak heran dengan permintaan Sela kali ini.

"Bukannya abis ini jamnya Pak Alan?" ungkap Sela.

Naya kembali menyalakan ponsel untuk menilik jadwal kuliah yang ia jadikan wallpaper. Oalah, betul juga. Tahu begini, Naya duduk di baris belakang saja.

Ia bersiap bangkit, nyaris pindah andai cekalan Sela tidak buru-buru mencegah.

"Pak Dosen," beri tahu Sela.

Mengikuti arah tatapan horor sahabatnya, Naya mendelik. Kenapa Alan datang sebelum ia pindah kursi?

"Silakan duduk." Alan memberi perintah tanpa menyebutkan subjek yang tengah dibicarakan olehnya. Laki-laki itu langsung fokus mengurus proyektor dan segala tetek bengek perangkat yang hendak ia pakai.

Naya memasabodohkannya. Dia tetap nekat pindah ke pojok belakang. Enak saja ngejogrok di baris depan saat mood Alan tidak terdefinisi. Bisa mati duduk dirinya kalau nanti disindir lagi.

"Siapkan folio satu lembar. Bagi yang memiliki dua lembar, silakan dipotong dan berikan pada yang membutuhkan," titah Alan yang membuat Naya seketika termangu.

"Folio buat apa, Pak?" Naya spontan bertanya.

Ini baru pertemuan kedua, mengapa Alan sudah menyuruh untuk menyiapkan folio? Eh, tolong jangan katakan jika dosen sompret itu berniat mengadakan kuis dadakan?

"Saya sudah mengatakannya kemarin." Onyx laki-laki itu berkilat dingin. "Berhubung daya ingat kamu buruk, saya akan berbaik hati menerangkannya kembali. Hari ini, kita akan melaksanakan kuis materi yang sudah saya ajarkan di pertemuan lalu."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EavesdropWhere stories live. Discover now