Sebuah Pilihan

24 3 0
                                    

"Ing, gimana sudah cari informasi untuk sekolahnya belum?" ucap bapakku saat ia menstarter motornya di pagi hari.
"Sudah pak, bulan depan Insya Allah." kataku
"Kalau kamu sudah daftar, bilang bapak ya nanti gimananya."
"Nggih pak." sahutku.
Tidak menunggu waktu lama, salah seorang ustadku yang menjadi relasiku untuk tinggal disana mengirimkan sebuah pesan.
" Mas Tegar, ini ada info terkait tempat perkuliahannya. Nanti jenengan langsung tanya langsung ke Mudirnya(Rektor)." Setelah pesan itu kuterima, aku langsung menghubungi nomor yang sudah tertera, disitu aku dibimbing untuk masuk dan tes yang akan diberikan kepada setiap calon mahasiswa baru.
Aku diberitahu tentang keadaan perkuliahannya, mulai dari fasilitas, pengajarnya, dan keterbatasan tempat. Ya, aku mengiyakan hal itu, selagi masih bisa belajar agama, kenapa tidak.

Aku mematikan ponselku sejenak, berpikir sejenak. Merenungi bagaimana nanti untuk tinggalnya, karena aku pribadi ingin sekali bisa menikmati suasana yang baru, dan pengalaman yang baru. Tapi, tidak ada relasi untuk sekedar tinggal. Sebenarnya, dari pihak universitasnya memberikan fasilitas untuk tinggal di ma'hadnya, cukup murah. Tapi, aku kasian, kalau-kalau bapak harus berpikir lagi untuk membayar lebih banyak.ya walaupun bapak sendiri tidak mempermasalahkan hal itu, setidaknya aku harus mulai berpikir lebih dalam. Aku harus mandiri, begitu pikirku.

Di bagian ini, aku dihadapkan pada sebuah pilihan, yang mengharuskanku untuk tinggal di ma'had dengan kondisi yang sama persis saat di pondok, atau aku harus belajar lebih dengan mencari pengalaman, waktu itu, aku menginginkan untuk menjadi marbot masjid.
Tidak mudah, selain jauh dari orang tua, aku satu-satunya anak di keluargaku yang merantau dari orang tua.

Sebenarnya pun,  aku ditawarkan untuk melanjutkan di Surabaya, atau Jakarta. Cukup masyhur dan terkenal, tapi sekali lagi, aku tak ingin lebih jauh melangkah, sedang Bapak dirumah hanya bersama adik dan kakakku yang ke-2. Walaupun di bagian selanjutnya, adikku yang kecil juga ikut merantau, pondok juga, tapi SMP.

Di bagian berikutnya, aku mendapatkan kabar yang baik dan buruk, entahlah, setidaknya aku harus menghadapinya dengan bijaksana. Siap...

Kincir AnginDonde viven las historias. Descúbrelo ahora