The Meeting

72 8 9
                                    


Sebelumnya terimakasih telah menyempatkan waktu untuk membaca seulas cerita saya ini..^^

Selamat membaca..^^

Dia berjalan melewati setiap lorong di sekolah itu dengan tudung kepala serta sepasang headset yang terpasang rapi di kedua telinganya. Dia baru pindah ke sekolah ini dua minggu lalu. Di kala ia berjalan, tak jarang banyak pasang mata yang menatap padanya. Dan disaat ia menyadari akan hal itu, ia pun langsung menarik paksa tudung kepala yang ia kenakan agar lebih menutupi kepala dan wajah cantiknya.

Ia terus menundukan kepalanya saat memasuki kelas sampai ia duduk di bangkunya. Ia duduk di bangku paling pojok belakang, yang membuatnya bisa dengan mudah melihat ke luar jendela.

Kelas terlihat sangat ramai kala itu, hingga membuatnya harus meninggikan volume di headset miliknya. Dia memilih memandang ke luar jendela daripada memikirkan keributan yang dilakukan oleh semua temannya itu.

Tiba-tiba salah seorang gadis berjalan kearahnya.

"Hei, apa yang sedang kau lihat ?" Tanya gadis bersurai coklat sebahu itu, penasaran.

Karena merasa tak dipedulikan, gadis bersurai coklat itupun langsung mengguncang-guncangkan tubuh gadis berheadset itu.

Berhasil.

Gadis berheadset itupun terkejut dibuatnya, dan langsung menoleh kearah gadis bersurai coklat itu. Ada rasa senang tersendiri yang gadis bersurai coklat itu rasakan setelah tindakannya direspon oleh sahabatnya itu.

Sedangkan korban dari tindakan gadis itu hanya bisa menghela nafasnya sambil melepas headset yang sedari tadi ia gunakan untuk meredam suara riuh yang ditimbulkan oleh para penghuni lain di dalam ruang kelas tersebut.

Dengan wajah bingung, ia menoleh kepada pelaku utama yang - menurutnya - mengganggu itu.

"Kenapa kau tak menjawab pertanyaanku ?" Ujar gadis bersurai coklat itu dengan ekspresi kesal yang dibuat-buat sambil meredam gelak tawanya.

"Maaf." Katanya sambil memasukkan headset miliknya ke dalam saku jaket yang dari tadi ia kenakan - guna menutupi sesuatu yang akan membuatnya menjadi bahan tontonan. "Ada apa ?" Lanjutnya.

"Tidak ada yang penting, sepertinya. Ehmm... Apa kau tidak kepanasan ? Di udara sepanas ini apa wajar kau memakainya ?" Gadis itu bertanya sambil menunjuk kearah jaket yang sempat sahabatnya itu kenakan.

Dia pun langsung menghela nafasnya ketika mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh gadis yang tidak lain adalah sahabatnya - yang bernama Azusa Katsume - tersebut.

Dan alasan mengapa ia selalu saja mengenakan jaket tidak lain disebabkan dia tidak mau menjadi pusat perhatian dan entah mengapa dia selalu merasa kedinginan walau udara sedang terasa membakar kulit.

"Aku hanya tidak mau menjadi bahan tontonan." Ujarnya sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Setelah mendengar ucapannya, Azusa pun mengamati disekitarnya. Dia melihat semua teman sekelasnya yang ternyata tengah mengawasi mereka sambil berbisik.

Dia sadar akan perbedaan pada diri sahabatnya ini yang membuat banyak murid mengolok-oloknya. Dan menurutnya hal itu sangatlah menjijikkan. Tidak mungkin semua orang terlahir sempurna, tidak akan pernah ada yang seperti itu di dunia ini. Bahkan di balik perbedaan itu tersimpan kekuatan yang belum pernah orang lain pikirkan.

Beberapa saat kemudiaan, seulas senyuman - yang sulit digambarkan apa maknanya - kini menghiasi wajah Azusa.

"Tak apa. Mereka hanya iri kepadamu." Ujar Azusa, menyemangati.

Dan hanya dibalas dengan sebuah anggukan ringan oleh gadis itu.

Setelah ia bersekolah disini, hanya Azusa lah satu-satunya teman sekelasnya yang mau berteman dengannya. Tak heran memang. Semua dikarenakan seluruh murid disekolah ini selalu menganggapnya aneh.

Hanya karena warna rambutnya yang berbeda dari orang-orang pada umumnya. Rambutnya berwarna perak. Dan hal itu membuatnya sering diperlakukan buruk oleh seluruh murid disekolahnya ini.

Tak jarang dia diganggu oleh murid-murid yang lain. Akan tetapi, ia tak pernah memperdulikan gangguan-gangguan tersebut. Membalas pun tak pernah ia lakukan. Kadang Azusa lah yang harus turun tangan untuk membelanya jika gangguan itu sudah melampaui batas.

Tak jarang juga Azusa menasehatinya. Tapi tetap nihil hasilnya. Ia tetap tak peduli sama sekali.

Tiba-tiba keributan di kelas mereda begitu seorang guru masuk ke dalam kelas. Dengan spontan semua murid di ruang kelas itu segera duduk di tempat duduknya masing-masing. Akan tetapi, keheningan itu tak berlangsung lama ketika guru itu memperkenalkan seorang murid baru.

Kelas itupun kembali riuh akan suara-suara yang membuat seseorang nyaris tuli. Gadis itu berdecak kesal sambil terus memandang ke luar jendela. Berbeda dengan Azusa yang kini tengah memberi tatapan tajam pada murid baru itu.

Disela-sela kesibukannya dalam memandangi keadaan diluar jendela. Ia masih bisa merasakan sebuah gerakan dari bangku didepannya. Murid baru itu duduk di bangku tepat didepannya, begitulah pikiranya.

Bel tanda pergantian jam pun telah berbunyi, yang menandakan mata pelajaran jam pertama dan kedua telah berakhir.

Kelas pun menjadi riuh kembali sebelum guru mata pelajaran selanjutnya tiba. Disela-sela keributan akan suara dan obrolan tidak penting dari seluruh penghuni didalam kelas itu, murid baru yang duduk di bangku tepat didepannya itu membalikkan badannya menghadap ke belakang. Tepat dimana seorang gadis yang tengah sibuk memandangi keadaan dibalik jendela kaca itu berada. Dia melihat gadis itu tengah sibuk menikmati aktivitasnya seraya melontarkan beberapa kata dari bibir tipisnya.

"Apa yang sedang kau perhatikan diluar sana ?" Tanyanya.

Gadis itupun terkejut akan pertanyaan yang telah dilontarkan oleh murid baru tersebut. Dia mengalihkan pandangannya kearah asal suara yang sempat melontarkan pertanyaan padanya itu.

Dia kembali dikejutkan ketika mendapati sepasang mata yang tengah menatapnya - sepasang manik hitam sekelam malam yang menatapnya dalam manik biru laut miliknya - itu tidak lain dari si anak baru yang duduk tepat di depan bangkunya tersebut.

Iris hitam sekelam malam itu terlihat begitu sempurna dengan wajah tirus nan putih bak porselen yang di miliki pemuda itu. Dengan beberapa helai dari surai hitamnya yang menari-nari tertiup semilir angin - yang berhembus dari balik jendela yang terbuka sedikit - di depan dahinya yang menambah aura ketampanan di wajah pemuda tersebut.

Manik hitam itu menatap intens kepada manik biru kepunyaan seorang gadis yang berada tepat dihadapannya ini. Dan tiba-tiba..

Deg!

Gadis itu merasakan sebuah kejanggalan ketika menatap manik hitam itu. Perasaan tak asing muncul begitu saja didalam benak dan hatinya kala itu juga.

Perasaan apa ini ?! Batinnya.

Ini adalah cerita pertama saya di Aplikasi ini.. Jadi jika ada kesalahan.. Saya mohon maaf.. 😅

Tolong jangan lupa comment-nya ya 😊

^^

Keizura ArgentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang