17.

190 12 0
                                    

Nathan termenung di sudut balkon. Pikirannya melayang pada sosok Anna yang tiba-tiba saja menghilang dari sejarah peradaban manusia.

"Kemana kakak pergi? Kenapa dunia ini tidak mengenal adanya kakak?" tanya Nathan pada angin yang menerpa wajahnya.

Lean yang melihat sahabatnya murung pun mendekati Nathan dan mencoba membujuknya untuk melupakan gadis yang bernama Anna.

"Udah deh. Lo itu kebanyakan mimpi ngeres, makanya lo nggak bisa bedain mana yang cewek beneran, mana yang cewek ilusi. Udara dingin banget ini, ayo masuk. Awas aja kalo lo sakit." bujuk Lean.

"Sialan lo! Gue nggak ada tuh mimpi ngeres, yeah ... kecuali mimpi basah, pernah gue." balas Nathan.

Pletakk!!

Lean menjitak Nathan dengan sepenuh hati. Gemas juga lama-lama punya sohib gesrek macam Nathan.

"Tapi lo yakin nggak kenal sama kak Anna?" tanya Nathan memastikan.

Lean menggeleng yakin. Memang siapa Anna sampai ia harus mengenal gadis itu? Ibu? Bukan! Adik? Bukan! Kakak? Juga bukan!

Kamu tunjukkin sama mereka kalo adik kakak itu jenius! Kamu nggak mau 'kan kakak sedih trus ilang- Pufff .... Jadi gliters trus masuk deh ke dalam pikiran kamu.

"Gue mau sendiri dulu." pamit Nathan dan segera keluar dari kamarnya menuju kamar Anna.

Kosong. Nathan tak menemukan apapun selain ruangan kosong tanpa perabotan sekecil pun. Tak hilang akal, Nathan mencari Raka dan menemukannya di ruang keluarga.

"Bang, tau Perumahan Letra, blok A, Jln. Garuda Jaya?" tanya Nathan berharap-harap cemas.

"Tau. Kenapa memangnya?" tanya Raka.

"Bisa anterin Nathan ke sana nggak? Rumahnya no 29." tanya Nathan senang. Setidaknya perumahan itu tak menghilang seperti Anna, kakaknya.

"Bisa. Kenapa sih? Biasanya juga jalan berdua sama Lean." tanya Raka bingung.

Nathan hanya menggeleng dan tersenyum seperti orang menang lotre.

Akhirnya Raka mengantarkan Nathan ke sebuah rumah yang asri dan menenangkan. Saat pertama kali menginjakkan kakinya, Raka merasa seperti tengah berada di rumahnya sendiri.

Tingtong ... Tingtong ...

Nathan menekan bel rumah sekuat tenaga. Berharap sang kakak akan membukakan pintu dan memeluknya erat.

Kriet....

Pintu terbuka dan keluarlah sesosok wanita berusia dua puluh sembilan tahun dengan apron dan spatula di tangan kirinya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu ramah.

Nathan tak mengedipkan matanya saat melihat wajah wanita itu mirip sekali dengan Anna. Yang membedakan hanyalah tinggi badan, panjang rambut, dan ingatan Anna.

"Siapa nama kakak?" tanya Nathan kemudian.

Raka dan wanita itu menatap Nathan aneh. Jika tidak kenal, lalu kenapa malah ke rumah ini?

"Lyzanna Zack Alexander. Kalian berdua bisa memanggilku Anna." jawab Wanita itu.

Nathan menatap wanita itu dengan tatapan rindu yang tersamarkan tatapan datar.

"Baiklah. Karena kalian datang saat aku telah selesai memasak, kalian kuundang untuk makan siang di rumah kecilku." ajak Anna riang.

Nathan dan Raka memasuki rumah Anna dan terpesona dengan furniture yang ada di dalam rumah Anna.

Tanpa sengaja tatapan Nathan jatuh pada pigura coklat di dinding. Foto seorang pria yang tak Nathan kenali dan di samping pria itu ada Anna kecil, Anna yang sama dengan Anna yang menjadi kakak kesayangannya.

"Maaf, Mmm ... Kak Anna. Itu yang di foto siapa ya?" tanya Nathan penasaran.

Anna menoleh dan tersenyum manis.

"Itu kakak pertamaku. Namanya Caleo Azizhi Alexander." jawab Anna.

"Ayo silahkan duduk dan cicipi makanan sederhana ini." ajak Anna.

🐣🐣🐣🐣

"Nathan menemukanmu, kakak. Nathan berjanji akan menjadi si jenius seperti kakak dan membuat kakak bangga." guman Nathan sambil mengusap foto wanita yang ia temui dengan Raka tadi.

"Weesss!! Cewek cakep tuh, siapa Nath?" tanya Lean.

Nathan menatap Lean jengah dan dengan berat hati memperlihatkan foto Anna. Salahnya juga yang memilih untuk bersantai di ruang tamu selepas pulang dari rumah Anna.

"Ini kak Anna, gue baru ketemu tadi sama bang Raka. Orangnya cantik dan baik banget." jawab Nathan.

Tingtong ... Tingtong ...

Ruth membuka pintu dan terkejut dengan datangnya tamu yang tak ia kenal. Mungkin teman Raka atau teman Danar.

"Halo tante, saya nggak lama kok. Cuma mau mengembalikan jaket Nathan. Yaudah tante, saya permisi dulu."

Ruth hanya terdiam dan menerima jaket yang diulurkan wanita itu. wanita yang unik. Hanya dengan tiga kalimat dan satu tarikan napas sudah bisa menjabarkan sapaan, tujuan, dan pamitan.

"Siapa mom?" tanya Nathan saat Ruth berjalan melewatinya.

"Ada seseorang yang mengantarkan jaket kamu. Tapi belum sempet mommy nanya nama dan asalnya, wanita itu sudah pergi." ujar Ruth.

Nathan terlonjak dari sofa dan mendekati Ruth. Lean melongo parah melihat reaksi Nathan yang seperti kejatuhan durian sekarung.

"Serius mommy?? Kak Anna dateng ke sini?" tanya Nathan.

Ruth hanya mengangguk ragu. Mana ia tau siapa nama wanita itu.

"Sama siapa?" tanya Nathan.

"Nggak tau, kayaknya sih cowok." jawab Ruth bingung. Nathan kenapa?

"Mungkin kakak laki-lakinya." guman Nathan menyemangati dirinya sendiri.

Nathan berlari melewati Ruth dan pergi ke kamarnya. Dengan terburu-buru ia mengobrak-abrik kamarnya guna mencari boneka ayam pemberian Anna dulu.

Ketemu. Boneka kuning itu ternyata terselip di sela-sela tumpukan baju Nathan di lemari.

"Woi Nath! Tante Ruth minta lo turun, udah waktunya makan malam." ujar Lean yang tiba-tiba nongol dari balik pintu kamar Nathan.

"Eh? Boneka lo cakep juga, sejak kapan Jonathan Zaxiusz suka boneka." ledek Lean.

"Bentar ... Bentar ... Lo manggil gue apa barusan?" tanya Nathan meminta pengulangan.

Lean berjalan mendekati Nathan dan memeriksa suhu badan Nathan.

"Lo waras? Nama lo itu JO-NA-THAN, JONATHAN!!!" teriak Lean tepat di telinga Nathan.

"Gak usah teriak di kuping gue juga kali!! Lo pikir gue budek apa?!" protes Nathan.

Lean mengendikkan bahu acuh dan menyeret Nathan keluar dari kamar menuju ruang makan. Ia bisa gila jika berlama-lama mendiami sebuah ruang sempit bersama Nathan yang otaknya sudah bergeser.

"Kalian berdua, lekas duduk dan makan. Nasi ini tak akan masuk ke dalam perut kalian dengan sendirinya." perintah Navendra.

Nathan dan Lean duduk di kursi yang tersisa. Entah kenapa Nathan merasa kosong saat tak melihat Anna di sampingnya.

"Dan Lean, papamu tadi menelpon oom. Kedua orang tuamu terjebak badai salju dan seluruh jalan menuju bandara tertutup salju." ujar Navendra.

"Papa itu dubes yang keren. Lean tak akan mengeluh selama uang masih mengalir." seloroh Lean dan tertawa kecil.

"Jonathan, tak berniat mengikuti akselerasi seperti kakak-kakakmu?" tanya Navendra serius.

"Sejak kapan kita memiliki kebiasaan makan sambil berbicara seperti ini?" tanya Nathan bingung.

Jonathan Reyva Zaxiusz [TAMAT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora