02

39.5K 2K 53
                                    

"Mah... Sisil capek," ucap Aneth menyenderkan kepalanya ke batu nisan berharap kembali mendapatkan dekapan hangat sang ibu.

"Sisil pengen ikut, kapan Tuhan jemput Sisil?" tanya gadis itu semakin terisak.

"Enggak baik ngomong kayak gitu."

Perhatian Aneth tertuju pada seorang pemuda yang berdiri disampingnya. Pemuda itu menatapnya kemudian tersenyum sembari mengulurkan tangan.

"Bolos ya?" tanya pemuda itu saat Aneth bangkit tanpa menerima uluran tangannya.

"Bukan urusan lo," dingin Aneth hendak pergi namun pemuda itu dengan lancang menahan tangannya.

"Siapa nama lo? Sisil? tanya pemuda itu lagi, tentu saja tak mendapat jawaban apapun dari Aneth.

"Apa sih." Aneth menarik tangannya kemudian pergi hingga senyuman pemuda itu kembali hadir.

"Nathan!" seru seorang wanita mendekati si pemuda bernama Nathan Fernando.

"Iya, bun?" tanya Nathan berjongkok menaruh setangkai bunga mawar di makam Mentari, ibu dari Aneth.

"Ngapain kamu?" tanya Olivia tersenyum mengusap pucuk kepala sang anak.

"Nggak, cuma abis liat hal yang indah aja," jawab Nathan merangkul bahu sang ibu.

"Yaudah, yuk ke makam Amanda," ajak Olivia berjalan bergiringan bersama Nathan menuju sebuah makam bertuliskan nama Amanda Raisya.

"Manda?" sapa Nathan berjongkok menyentuh batu nisan.

"Nath datang nih, bawain bunga mawar. Manda seneng 'kan pasti? Pasti dong..." Nathan tertawa pelan kemudian menaburi bunga mawar dengan senyuman yang tak pernah luntur.

"Bunda kesana dulu ya," ucap Olivia berjalan menjauhi Nathan menuju makam kerabat mereka.

"Manda, tadi Nath ketemu malaikat. Disana," ucap Nathan menatap sejenak pada makam Mentari. Tempat ia bertemu dengan Aneth.

"Nath, suka. Sama malaikat itu," jujur Nathan masih mengusap batu nisan dengan tangan kanannya yang dimana, sebuah gelang bertuliskan nama Amanda melingkar dipergelangan tangannya.

Di tempat lain, Aneth masuk kesebuah apartemen setelah memencet pasword dan tiada lain adalah apartemen milik Defa.

"Aneth! Kemana aja lo, gue panik! Astaga!!!" heboh Defa memeluk Aneth dengan erat.

"Ih!" risih Aneth membuat Defa cengengesan.

"Lo lapar?! Mau makan apa? Biar gue masakin?" tawar Defa menuntun Aneth duduk disofa ruang tamu.

"Pasta," ucap Aneth.

Defa tersenyum lalu mengangguk. "Tunggu ya!" pinta pemuda itu kemudian pergi menuju dapur.

"Gue mau nginap," ucap Aneth lagi.

"Aneth... Aneth... Lo kayak sama siapa aja, mau selamanya elo tinggal disini juga nggak papa. Asal bayar apartemen berdua! Hahaha!" tawa Defa pecah membuat Aneth tersenyum.

Beberapa saat kemudian, mereka makan bersama ditemani kartun sore hari.

"Oh iya, seragam sekolah lo udah di loundry. Tuh," tunjuk Defa pada papper bag.

"Thanks," ucap Aneth singkat.

Defa tersenyum. "Neth, jangan sungkan ya, kalau mau minta tolong sama gue. Gue mau kok direpotin sama elo, libatin gue disetiap masalah lo. Oke?" ucap Defa tulus.

Aneth mengangguk diakhiri senyum kecil.

Malam semakin larut, Aneth dan Defa tidur dikamar yang berbeda. Hal ini sudah biasa terjadi, bahkan Fero sendiri lebih tenang jika Aneth bersama Defa dibanding saat Aneth memilih tidur dimobil didekat pemakaman sang ibu.

Cold Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang