Firasat ini

12 2 0
                                    

: Firasat ini :

Idk him, yet

••••

“apa yang akan kamu lakukan jika mengetahui takdir tentang dirimu dan seseorang? Seseorang yang menjadi takdirmu. Well, ceritanya gak bakalan menarik.”

••••


|||


Aku melangkah mantap dari Lantai tiga Gedung A menuju sekret yang berada di seberang Gedung A. Semua ukm, ortonom, bahkan sampai komunitas yang ada di universitas berada di komplek tersebut. Tempatnya lumayan nyaman dan bisa dikatakan layak. Berjejer lurus dan saling berhadapan. Jalanan setapak yang ada di komplek tersebut juga lumayan lebar. Apalagi ada parkiran khusus di tempat tersebut.

"Katanya, besok harus setor absensi kelompok ya? Emang iya, ar?"

Aku sedikit tersentak akibat tepukan Risa di pundakku. Dia satu kelas denganku yang kebetulan juga mengikuti ukm yang sama denganku.

"Apa?" tanyaku sambil memegang lengannya untuk menyebrang jalanan bersama.

"Katanya besok harus setor absensi kelompok."

"Gak tau, ya. Aku belum buka grup dari kemarin."

Langkahku semakin cepat membuat Risa yang lengannya masih ku genggam seketika protes.

"Sans, mbak. Ada apa sih?"

"Aku kemarin ninggalin charger. Kalau ini ponsel sampai mati susah buat dihidupin lagi." jawabku sambil membetulkan totebag maroon di sisi kanan.

Kami sampai di depan sekret. Tanpa mengucap permisi aku masuk lalu mencari charger putih di rak atas. Seingatku kemarin aku meletakkannya tepat di rak atas. Tapi yang aku cari gak ada.

Beberapa orang yang ada di ruangan tidak sempat aku hiraukan. Bukan hanya angkatanku saja tapi juga beberapa kakak tingkat ada di sana. Ada yang membahas acara untuk sabtu minggu ini, ada juga yang sekadar mengisi waktu luang karena mata kuliah masih nanti.

Aku fokus pada pencarian charger. Ponselku menyala memunculkan pemberitauan bahwa baterai tinggal 3%. Aku semakin panik dan mengobrak abrik kertas-kertas yang ada rak tersebut. Pernah ponselku mati dan dibutuhkan waktu tiga jam untuk menyalakan kembali. Pinjam charger sana sini tapi sama saja hasilnya. Memang ini adalah saat yang tepat untuk mengganti dengan yang baru.

"Cari ini?"

Benda putih panjang tiba-tiba terulur di depanku. Tangaku memutar mutar kabel tersebut dan mendapati inisial C. Langsung saja aku raih lalu mengisi daya ponselku tepat di pojok ruangan. Untung masih ada satu colokan yang tidak digunakan.

Lega rasanya ponselku bisa diselamatkan. Bersandar di tembok lalu meluruskan kaki sejenak. Mengatur napas dan sedikit memberi ruang pada raga. Tanganku meraih buku tipis yang tergeletak di samping sambil memejamkan mata.

"Ar anak kamu berapa jumlahnya?"

Aku yang masih mengatur nafas sambil mengipasi leher sudah disuguhi pertanyaan seperti itu. Farhat satu satunya cowok jurusan perawat yang ikut ukm ini.

Aku mengibaskan tanganku, "gak ada, lah."

"Bukan anak beneran," Dinda selaku sekertaris umum angkat bicara, "biarin dia nafas dulu, hat. Kamu gak lihat Cahya habis dikejar setan?"

"Terus?" aku beranjak menuju dispenser yang terletak di samping pintu sekret. Mengisi penuh botol minumanku yang sudah kosong lalu menegak air tersebut sampai setengahnya.

"Maksudnya anggota kelompok kamu jumlahnya ada berapa?"

"Tiga delapan." jawabku lalu duduk di dekat pintu. Kebetulan komplek sekret sedang sepi jadi aku bisa mencari udara segar.

Semua sibuk dengan urusan masing-masing. Dalam waktu dekat memang ada diklat dan pelantikan pengurus jadi aku tidak heran kalau mereka sibuk. Aku ke sini bukan karena ada rapat dengan divisiku, pendamping ataupun sedang mengerjakan tugas. Tapi, aku berjalan dari kelas menuju sekret hanya demi charger sialan itu. Kebetulan juga Risa mau aku ajak ke sini. Walaupun tadi sempat aku tarik-tarik.

Hujan dari tadi pagi baru berhenti sore ini. Sungai sedikit banyak menampung air hujan. Payung-payung berjejer satu dua di samping ruang sekret lainnya. Tetesan air masih jatuh dari atap. Diseberang sana Untung, ketua ukm Futsal memberikan ice cream kepada anak kecil di sampingnya. Aku tidak tau banyak tentang siapa anak kecil itu. Yang aku tau bahwa anak kecil itu adalah adiknya.

"Makasih, kak."

Anak kecil itu menyadarkanku sejenak. Aku baru ingat kalau aku belum mengucapkan terima kasih kepada orang tadi. Mataku menjelajah tiap sudut ruangan. Mencari siapa yang sekiranya telah mengembalikan chargerku.

"Yang nemuin chargerku tadi sapa ya?"

Semua fokus dengan pekerjaan masing masing. Risa, temanku yang aku ajak tadi sedang menghubungi seseorang lewat telpon, Farhat sibuk dengan berkas-berkas anggota yang akan mengikuti acara diklat. Sedangkan Dinda mencari sesuatu di rak arsip. Entah itu surat masuk atau surat keluar yang dahulu sempat digandakan.

Sepertinya bukan mereka, "dir, kamu yang ngasih charge ke aku, ya?"

Aku bertanya pada Dirga yang sibuk dengan gim online di laptopnya. Yang disayangkan dari komplek ini adalah tidak adanya wifi. Alhasil aku menjadi wifi dadakan Dirga dan anak lainnya.

"Kayaknya Kenang, deh. Soalnya dia tadi pagi tanya ke aku itu charger siapa? Sempat ke bawa sama dia kemarin malam, juga."

Aku terdiam sejenak karena berpikir, "kenang?"

"Iya, Kenangga Adimas. Kamu gak tau Kenang yang mana?"

Aku menggeleng. Jujur, aku gak tau laki-laki mana yang namanya Kenanh. Bukan hanya Kenang saja, tapi yang lainnya juga. Yang aku kenal pada awalnya cuma Risa. Itu juga karena Risa teman sekelasku.

"Ralat, belum tau. Ya, aku kan baru aktif akhir-akhir ini. Yang aku tau cuma beberapa aja. Paling yang pernah sedivisi sama panitia inti kayak."

Dirga yang hendak berkata sesuatu lantas berkata hal lain saat beberapa orang masuk ke dalam ruangan.

"Itu Kenang," ucapnya lalu bergeser mendekat ke arahku. Memberi ruang pada beberapa orang yang baru masik untuk duduk di sampingnya.

"Nyari aku?" tanyanya lalu duduk di depan Dirga.

"Iya, Cahya nyari kamu." ujar Dirga langsung dengan dagu yang mengarah padaku.

Tatapan yang awalnya terarah pada Dirga lantas berpindah ke arahku, "apa?"

"Thanks." ujarku cepat dengan mata yang bergerak gelisah.

Hanya anggukan kepala sebagai jawaban atas ucapanku. Laptop di depannya yang tersambung dengan speaker itu lantas mengeluarkan suara setelah dia mengoperasikannya. Lalu lagu Tunggu Aku oleh Good Morning Everyone mengalun.

Firasatku laki-laki ini akan membawaku pada masalah baru di kemudian hari.

|||

The Weakness of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang