12

19.2K 2.2K 153
                                    

Ngetik ini dalam keadaan ngantuk berat. Ampunkan jika terjadi kekeliruan. 😂

***

Rokok, minuman keras, dan juga shabu telah menjadi konsumsi sehari-hari para penghuni club malam ilegal di sebuah sudut kota. Anehnya, club malam tersebut sangat jarang terjamah oleh pemeriksaan dari pihak berwajib. Hal itu menjadikan club malam tersebut semakin banyak didatangi pecandu-pencandu minuman keras dan narkoba, karena di sana mereka bebas melakukan apapun. Segala transaksi haram berhasil dilakukan di sana tanpa takut terciduk pihak berwajib.

Kepulan asap rokok mengambang di udara ketika Catrina menghembuskannya keluar dari rongga mulut. Desahannya terdengar keras. Rambut panjangnya diraup ke belakang hingga tampak acak-acakan. Jelas terlihat jika wanita itu tengah merasa frustasi.

Usai menghitung uang yang diberikan oleh seorang pelanggan, Fick yang menjadi germo di club malam tersebut melangkah mendekati Catrina. Rambut wanita itu ditarik sebagai bentuk sapaan yang biasa dilakukan pada seluruh pekerja wanita malamnya. "Kenapa lo? Gue liat akhir-akhir ini lo kayak lagi frustasi aja. Si Lintah Darat itu masih datengin elo?"

Catrina menghujamkan puntung rokoknya ke atas meja hingga apinya padam, lantas menenggak cairan biru pahit di dalam gelas hingga tandas. "Sampe mati gue jual diri, nggak bakalan sanggup gue lunasin utang dan segala bunga sama si brengsek itu. Satu-satunya cara yang gue punya, belum bisa gue dapetin."

Sebelah alis Fick terangkat. "Cara apaan?"

Fick ditatap dengan sebelah sudut bibir terangkat. Tanpa perlu ia jelaskan, Fick telah bisa menebak cara apa yang sedang wanita itu rencanakan.

"Butuh bantuan?"

"Tumben lo peduli banget sama urusan gue? Naikin aja bayaran gue itu udah cukup buat lo bantuin gue." Catrina mendengus. Satu puntung rokok kembali dinyalakan.

"Masalah bayaran nggak bisa diganggu gugat. Tapi, kalo lo berhasil bawa tu anak, lo bisa bawa ke sini dan semua utang lo gue bayarin sama si Kino. Gimana?" Fick menaik-turunkan alisnya. Berusaha membuat kesepakatan bersama Catrina.

Catrina mendengus. "Semurah itu? Ck. Mending dia gue manfaatin sendiri, biar bisa nambah pemasukan gue suatu saat nanti."

"Jangan memasang harga terlalu mahal, Cat. Dia masih bocah. Apa sih yang bisa bocah lakukan untuk pekerjaan berat ini?" Tapi, setelahnya Fick terdiam. Pria itu tampak berpikir. Tidak ada salahnya ia menuruti keinginan Catrina asal ia bisa memiliki bocah itu dan menjadi pekerjanya di sana. "Atau... Lo serahin dia ke gue, gue lunasin utang lo dan gue naikin bayaran elo 70%. Gimana?"

Catrina terbatuk. 70% katanya? Yang benar saja? Bagaimana ia bisa menolak? "Lo serius, 'kan?"

Fick mengangguk. "Sangat serius."

"Ah, kalo gitu, gue bakal nyusun rencana buat dapetin anak itu dari adik gue. Walau apapun, anak itu tetap anak gue. Gue berhak untuk membawanya pergi." Sudut bibir Catrina kembali tersungging. Jika dengan bocah perempuan itu ia bisa menggapai kebahagiaannya, kenapa ia harus menolak tawaran Fick? Mungkin dengan bantuan bocah kecil itu kehidupan Catrina bisa merangkak lebih baik dari kehidupan yang sekarang.

Ah, kenapa dulu ia sempat berpikir untuk membunuh bocah perempuan itu, ya? Jika dia sadar akan keuntungan yang bisa didapatkan dari bocah perempuan itu, mungkin Catrina tak akan pernah menyerahkan anak itu pada adiknya. Namun, semua telah terlanjur. Lagipula, untuk mendapatkan anaknya kembali, Catrina merasa itu bukan sesuatu yang sulit. Celah untuknya membawa gadis kecil itu pergi sangat banyak. Apalagi dengan tingkat rasa keingintahuan Diva yang tinggi mengenai siapa orangtua kandungnya, membuat Catrina tak perlu usaha yang cukup keras untuk membawa gadis kecil itu pergi bersamanya.

Fated (Tamat) ✓Where stories live. Discover now