2.4. As time Goes By

1.8K 185 7
                                    

Hinata mendengar pengakuan itu dari bibir Itachi sendiri. Tidak, katanya. Dia dan Konan tidak lagi berhubungan. Kelegaan yang dirasakan Hinata malam itu seperti hempasan kelopak-kelopak bunga segar yang harum. Dia tak membohongi dirinya sendiri. Hinata tersenyum bahagia. Dan Itachi memberikan sebuah pelukan untuknya.

Itachi kemudian tinggal di apartemen sederhana di Brooklyn agar terpisah dari Pein. Deidara jarang terlihat di mansion Beauvoir dan mulai sibuk di kantor walikota lagi. Konan dan Nagato kembali ke Jepang setelah melewatkan waktu selama seminggu di New York. Hinata masih bingung memilih kampus ivy league atau bergabung dengan Ino di California. Selama masa penantian itu, Hinata menghabiskan waktunya dengan si penulis lagu yang istimewa di hatinya.

Dan bulan Oktober pun datang.

Perayaan pesta Halloween di mansion Beauvoir semarak dengan hiasan-hiasan bertema Halloween. Ino sengaja menyempatkan datang dengan kostum merah ketat little devil yang sudah diincarnya sejak perayaan setahun yang lalu. Jika tahun sebelumnya ia memilih kostum kelinci Playboy, tahun ini dia ingin terlihat lebih menggiurkan. Beda dengan Hinata yang lagi-lagi mengenakan kostum angel pilihan ayahnya.

"Ya Tuhan, kapan sih Pak Walikota menyadari bahwa putri kesayangannya hanyalah anak perempuan biasa?"

Hinata hanya bisa mengangkat bahunya, menyerah pada pilihan sang ayah yang memang suka Hinata mengenakan gaun putih dengan sepasang sayap mungil yang indah. Di puncak kepalanya Hinata juga melengkapi dengan lingkaran cahaya malaikat.

"Hei, kupikir kau sudah paham dengan apa yang dikatakan Rilke; Every angel is terror?" Pein bergabung dengan dua gadis dari 'neraka' dan 'surga' yang sedang menikmati minuman Bloody Mary tanpa alkohol di dekat meja saji.

Di pesta Halloween Beauvoir, mahasiswa lulusan Columbia itu mengenakan kemeja rapi dengan rompi abu-abu. Bagian lengan kemejanya dia gulung hingga tepat dibawah siku. Dasi berwarna silver dengan bangga menggantung di lehernya.

"Wow!" Ino terpesona. "Kau siapa?"

"Justin Timberlake?" jawab Pein ragu.

Mereka bertiga tertawa bersama.

"Hinata, kenapa kostum ini?" tanya Pein. Dia mengambil satu gelas punch. Pein menenggelamkan satu gelas mungil vodka dalam minuman punch-nya. Menenggak isinya dengan cepat. Ino semakin terpesona. "Well?" Pein menanti jawaban Hinata.

"Aku setuju. Kau seharusnya memilih pakaian lain. Misalnya, Cat Woman."

Hinata menggeleng, "Tidak."

"Benar, tidak. Jangan yang itu," Pein meletakkan gelasnya. "Hinata adalah Hinata." Tatapan mata Pein tertuju pada Ino yang mulai merasa bahan kulit kostumnya yang ketat tak memberi kenyamanan. "Dia seharusnya jadi Hinata."

"Kau mabuk?" tanya Hinata pada Pein.

"Tidak, hanya ingin kau berhenti jadi malaikat." Ekspresi Hinata berubah saat mendengar ucapan Pein yang jujur. "Maksudku," ucapannya terhenti sejenak. Musik bertema Halloween mengalir di ruangan utama mansion yang penuh dengan tamu-tamu pesta yang diundang Henry.

Pein menundukkan kepalanya, tertawa pilu, kemudian mengangkat wajahnya lagi, menatap mata Hinata saat dia bilang, "Maksudku, jadi Hinata yang menjadi manusia biasa, yang lebih bisa kuraih. Bukan malaikat yang ada di langit." Tanpa ada pikiran lain, Pein menjauh dari dua gadis yang kebingungan.

"Oke, ini sudah resmi. Pein naksir berat padamu."

Jika bisa, Hinata ingin mengubah kenyataan pahit itu.

"Ngomong-ngomong, apa si penulis lagu akan datang?"

Itachi datang. Tapi tidak sebagai undangan karena dia datang sebagai dirinya sendiri. Mengenakan kemeja terbaiknya, skinny jeans hitam, dan nama Uchiha yang tak akan dikenal siapa pun di pesta itu.

FRAGMENTSWhere stories live. Discover now