Dua Puluh

2.4K 50 8
                                    

Luca dan Revan saling menatap satu sama lain, ke duanya saling mengunci tatapan masih dengan tubuh Revan yang menggelantung di atas jembatan dan tangan Luca yang tengah mencengkeram erat salah satu tangan pria mantan mafia tersebut dengan erat agar tidak jatuh ke sungai bawah jembatan.

"Matamu, sangat indah." puji Revan yang di balas oleh senyuman simpul dari Luca.

"Mirip dengan Ayah," balas Luca dengan tak santai. Ia sangat kewalahan menahan tubuh Revan yang berat dengan ke dua tangannya.

"Max, aku menyesal tidak bisa membantunya." cetus Revan dengan sorot mata penuh dengan penyesalan.

Luce mengernyitkan dahinya. "Kau tau kalau aku adalah anaknya Max?" tanyanya yang langsung di angguki kepala oleh Revan.

"Kalian memiliki mata yang sama."

Mereka diam, bergelut dengan pikiran masing-masing. Revan menyesali sesuatu, ia tidak pernah membantu body guard pribadinya yang selalu setia padanya dulu hingga akhirnya Max terbujuk rayu untuk mengkhianatinya. Revan tidak pernah menyangka, bahwa ayahnya akan menghabisi Max dan yang lainnya dengan sangat mudah.

"Maafkan aku," lirih Revan di barengi dengan sebutir air mata yang berhasil lolos dari pelupuk matanya.

"It's ok! Aku juga minta maaf." balas Luca dengan tulus.

"Luca? Lo ngapain? Cepet kita pergi, bego!" seru Minyo yang tiba-tiba datang menarik baju bagian belakangnya agar pemuda itu kelepaskan cengkeramannya di tangan Revan.

"Lo aja sana yang pergi, Nyo! Gue di sini, mau mempertanggung jawabkan semua perbuatan gue!" sahut Luca dengan berani. Ia tahu, ia salah. Ia sama seperti mendiang ayahnya, mudah terbujuk oleh orang lain.

"Gila lo!" cibir Minyo dengan ketus lantas meninggalkan Luca begitu saja. Namun sayang, baru saja Minyo berlari beberapa langkah, sebuah peluru berhasil mengenai salah satu kakinya hingga terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Dua orang polisi langsung menangkapnya dengan mudah.

Pria berjubah hitam masih saja mengancam polisi dengan menggunakan Nico sebagai tameng baginya. Netranya tak sengaja melihat Minyo sudah di bawa pergi oleh polisi, ia lantas mengedarkan pandangannya ke arah lain. Tepatnya ke arah seorang polisi yang hendak menangkap Luca yang tengah mencengkeram erat tangan Revan agar tak terjatuh.

"Bocah sialan!" umpatnya dengan kasar namun terdengar sangat lirih.

Dengan gerakan cepat, pria misterius itu langsung mengarahkan pistol yang berada di tangannya ke arah punggung Luca, dan hanya dalam waktu kurang dari tiga detik, peluru itu berhasil melesat dan mengenai bahu kanan Luca.

Netra Revan terbuka dengan sempurna, darah dari bahu Luca mulai menetes menuruni lengan pemuda itu dan menetes di wajahnya yang masih terlihat sangat rupawan.

"Maafkan aku," ucap Luca dengan pelan sembari menahan rasa sakit. Dengan sekuat tenaga Luca menarik tubuh Revan ke atas dan melemparnya di atas jembatan, dan dirinya langsung terjerebab jatuh di sungai bawah jembatan karena tak sanggup lagi menahan rasa sakit di bahunya.

"HEY!" teriak Revan dengan kencang, ia lupa dengan nama pemuda itu.

"Luca?" gumam Becca dengan pelan, air matanya menetes dengan derasnya lantas berlari mendekat ke arah ayahnya. Kepala Becca menunduk ke bawah, menatap derasnya sungai bawah jembatan yag menenggelamkan pemuda yang masih resmi menjadi kekasihnya itu. Ia tidak melihat, ia tidak bisa melihat Luca.

Revan bangkit dari jatuhnya, netra elangnya menatap tajam ke arah pria misterius yang masih menyembunyikan wajahnya di balik hoddie yang dia kenakan.

"Dasar pengganggu!" geram Revan langsung berlari mendekat ke arah orang itu. Pria misterius itu menyadarinya lantas menembakkan pelurunya ke arah Revan, sayang sekali tembakannya harus meleset karena dengan gesit Revan menghindar.

Love And GrudgeWhere stories live. Discover now