Bagian 8: Rumah Ramah

4.1K 598 458
                                    

Setelah tersesat dua kali dalam walking closet Daniel, akhirnya Seongwoo bisa keluar dengan selamat dari kamar kekasihnya. Dia sempat panik sedikit. Takut bakal sampai di Narnia kalau gak kunjung menemukan jalan keluar. Rasanya gak berlebihan jika menyebut kamar itu lebih luas dari apartemen mereka di New York.

Jengkel sih harus dua kali muter-muter di koleksi jaket dan mantel mahal Daniel. Tapi Seongwoo jadi tahu bahwa "Masih banyak tempat untuk 'bereksperimen' di rumah Puppy". Well, selain kamar mandi yang sudah mereka berkati tadi pagi.

Daniel setia menunggunya di samping pintu kamar sambil sibuk mengetik di smartphone-nya. Dengan mata masih terpaku di layar, ia merangkul pinggang Seongwoo dan mengecup dahinya sambil lalu.

"Aku gak tersesat kok" bantah Seongwoo sebelum Daniel sempat meledeknya. Gengsi.

"I know."

"Kamu gak perlu sampai nungguin aku. Aku bisa survive di belantara jas dan sepatu kamu." Kegengsian ini membuatnya jadi defensif dengan cara yang bodoh. Ironisnya tanpa sadar Seongwoo mengalungkan kedua lengannya di torso gagah mas pacar tanda lega berhasil keluar dari sana.

"Uhum" Daniel mendengus geli "Aku percaya. Cuma kangen aja sama Sayangku. Lama lho kita gak ketemu sejak kamu masuk sendiri ke sana."

"Lebau"

"Yang bener lebay, Sayang. Pakai Y bukan U." Daniel menuntun Seongwoo ke sebuah  tangga pualam megah. Tak tahu mengarah ke mana. Dia menurut aja sama tuan rumah, diam-diam takut hilang lagi.

Matanya semakin lama semakin terbelalak menyaksikan interior rumah sang kekasih. Kalau kamar Daniel saja bisa bikin Seongwoo tersesat, dia gak berani membayangkan dirinya keliaran sendiri di rumah ini. Paling gak, tidak untuk pertama kalinya.

"Yang tadi masih sakit, Sayang?" tanya Daniel lirih sambil mengelus lekuk pinggul Seongwoo. Ketergesaan mereka untuk melepas birahi bikin pinggul Seongwoo terantuk cukup keras di sink cabinet marmer kamar mandi Daniel. "Mau naik lift aja?"

"Hukkk" Seongwoo tersedak udara kosong. "Lift??!!"

"Iya biar kamu gak kepayahan" lanjut Daniel dengan ekspresi khawatir. "Tuh kan, kamu sampai keselek gitu." Tapi bukan karena itu, Niel! Duh pengen Seongwoo bekep wajah bundar kekasihnya itu... dengan pahanya. Hm.

"Aku gak apa-apa, Daniel." jawab Seongwoo setelah napasnya kembali normal. "Kita jalan aja yah. Biar sehat." Gak, Daniel gak boleh tahu kalau dia masih sering tercekat melihat fakta demi fakta baru soal latar belakang kekasihnya itu.

Harus play-it-cool.

Play-it-cool.

"Play-it-coooool-ya-Tuhan-ini-rumah-apa-kecamatan-gede-banget-Seongwoo-mau-nangis-aja." batin Ong kalut. Mukanya merem melek mencoba mengkonfirmasi input visual di hadapannya. Semuanya terlalu... wah. Dari lantai granit, tangga berputar, sampai kandelir kristal... yakin dia tidak sedang dalam set film Beauty and the Beast?

"Kayanya aku beneran butuh GPS untuk jalan di rumah kamu." akhirnya menyerah, Seongwoo pun merengek pelan di kuping cowoknya.

Daniel tersenyum iba, kedua alisnya menukik turun. Ekspresi yang sering muncul ketika ia merasa Seongwoo mulai tidak nyaman dengan jati dirinya. Jati diri yang selama ini berhasil disembunyikan. Rasa bersalah membucah dalam dada Daniel. Ia ingin memperbaiki semua ini tapi bingung mulai dari mana. Matanya yang biasanya berbinar menatap sendu wajah pacar mungilnya.

"Oh no, honey, don't make that face" Seongwoo segera menangkup wajah Daniel dan mengecup ujung hidungnya.

Tidak, Seongwoo sudah tidak marah lagi sama Daniel karena gak pernah jujur soal latar belakang keluarganya selama ini. Dia benar-benar tak bermaksud membuat Daniel merasa bersalah. Semua yang terlontar darinya adalah respons alami. Wajar dong rakyat jelata sepertinya terkaget-kaget dengan gaya hidup konglomerat yang begitu asing baginya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 25, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Crazy Rich Surabayan: ONGNIELWhere stories live. Discover now