salah paham

5.9K 538 29
                                    

Pagi ini mereka bersiap untuk melakukan tracking ke sebuah bukit yang tidak jauh dari Villa. Jin sudah menghubungi seorang pemandu untuk membantu perjalanan mereka. Hingga tibalah mereka di lokasi dan memulai petualangan.

Lisa bergidik ngeri melihat tempat ini.
"Terjal sekali tanjakannya..."

"Tenang, ada aku." Ucap Jungkook menggenggam tangan istrinya.

"Sok romantis sekali." Ledek lisa.

"Kan aku suamimu..." Ucap Jungkook yang tak digubris Lisa.

Mereka semua mulai menyusuri tanjakan bukit. Cuaca yang mulai memanas membuat beberapa diantara mereka mengeluh. Keringat yang membasahi badan serta deru nafas yang bersahut-sahutan mengisi setiap langkah.

Di barisan depan, ada Jin bersama istrinya Jisoo. Setelah nya ada Jennie yang selalu mengumpat karena otot betisnya sudah meronta minta diistirahatkan. Berlanjut hingga yang paling belakang, ada Suga. Dia tampak asyik dengan kamera untuk memotret sekelilingnya.

Rose tampak menikmati perjalanan. Tak peduli meski tubuhnya terasa lelah. Mengingat hiking terakhirnya yaitu kelas XI. Rose begitu merindukan suasana alam seperti ini. Hitung-hitung, untuk berelaksasi atas kegila-kerjaannya selama kurang lebih empat tahun terakhir.

Semangat Rosè terus berkoar mengingat tak berapa jauh jarak untuknya mencapai puncak. Rose menyeka keringat di pelipisnya dan tersenyum. Rose kembali melanjutkan langkahnya.

Namun tanpa sengaja, kaki Rosè malah terpeleset sebuah kerikil hingga membuatnya kehilangan keseimbangan. Tanah bukit yang miring dan terjal membuat kaki Rosè sedikit merosot dan membuat tubuhnya terhuyung ke belakang. Rose panik.

Greepp...

Hampir saja tubuh Rosè jatuh merosot di jalanan bukit jika saja pemuda itu tak menahan tubuh Rosè. Rose terkejut. Jadi sedari tadi pemuda ini berjalan di belakangnya?

Park Jimin.

Pandangan mereka terpaku dalam jarak yang amat dekat. Masih dengan posisi seperti tadi, dengan sebelah tangan Jimin yang menahan lengan dan sebelahnya lagi menggenggam tangan Rosè. Sementara punggung Rosè menempel pada dada bidangnya. Jika maju sedikit lagi hidung mereka akan bersentuhan.

"Hati-hati..."

Suara lembut dan setengah berbisik dari mulut Jimin membuat Rosè langsung menciptakan jarak. Rose berusaha menetralkan degub jantungnya dan berusaha bersikap se-normal mungkin. Perasaan semacam ini--ah, sudah lama sekali Rosè tak merasakannya.

"Terimakasih..."

Setelah mengucapkan kata itu, Rosè langsung berjalan mendahului Jimin. Pemuda itu terpaku sejenak dengan senyum getirnya. Sebelum kembali melanjutkan langkah.

'Maafkan aku.' Pemuda itu membatin.

Setelah menikmati pemandangan menakjubkan dari puncak, mereka memutuskan untuk turun dari bukit itu. Umpatan dan kata-kata kasar kembali menghambur dari mulut mereka saat menuruni jalanan bukit yang menukik. Lengah sedikit saja, tubuh mereka bisa merosot. Menyeramkan memang.

Setelah itu mereka memutuskan untuk makan bersama di sebuah restoran. Letaknya juga lumayan jauh dari bukit tadi. Apalagi dengan villa yang terpencil. Hal itu membuat mereka pulang kemalaman.

❤️❤️❤️

Alarm pagi sudah membangunkan Rosè. Ia bisa melihat wajah polos Jennie yang masih tertidur disampingnya.

Rose menyibak selimut dan berjalan ke jendela. Gadis itu menyingkap kain pintu jendela. Mentari sudah tersenyum disana. Rose mengalihkan pandangan kembali ke arah Jennie. Gadis itu menggeliat saat cahaya matahari merambat melalui jendela. Matanya mengerut saat cahaya silau itu sedikit menerpa tubuhnya. Hal itu membuat Rosè tersenyum kecil.

Rose berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Rose sama sekali tak berniat membangunkan Jennie yang tampak damai dengan alam mimpinya.

Setelah selesai mandi dan berganti baju, Rose sedikit memoles wajahnya di depan cermin. Tidak berlebihan, ia hanya melapisi wajahnya dengan sun screen dan sapuan bedak tipis. Tak lupa, lipstik berwarna merah bata senada dengan kaos santai yang Rosè pakai juga melekat di bibir mungilnya. Dan memutuskan untuk menguncir kuda rambutnya, hingga leher jenjangnya terekspos jelas.

"Huh, aku akan terlihat sedikit norak dengan lipstik tebal."

Rose mengintrospeksi dirinya sendiri. Gadis itu berdecak kesal di depan cermin. Ia menilai setiap inci wajahnya dan menyadari bahwa lipstik yang dia pakai terlalu tebal. Rose berniat menipiskan warnanya dengan sedikit menyeka lipstik itu menggunakan jari.

"Selesai." Ucap Rosè tersenyum pada cermin. Dirinya telah siap dengan style olahraga.

Hingga setelah itu Rosè mengambil sebuah lotion untuk dioleskan pada leher, tangan, dan kakinya. Ia berniat untuk jogging pagi ini.

Merasa telah selesai bersiap-siap ia segera keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Rose hanya ingin minum air putih sebelum memulai aktivitasnya.

Tap...
Tap...
Tap...

Rose menoleh pada asal suara. Dan mendapati Jimin juga berada di tempat ini. Pandangan mereka sempat bertemu. Namun, Rosè kembali memalingkan wajah. Entahlah, Rosè hanya berusaha mengabaikan pemuda itu meski sesungguhnya ada perasaan tak sanggup. Dan--hey... pemuda itu menggunakan setelan kemeja kotak-kotak warna merah. Sama warnanya dengan kaos yang Rosè pakai.

Hanya keheningan. Baik Rosè maupun Jimin tak ada yang memulai untuk sekedar berinteraksi. Hanyalah suara aliran air yang tumpah ke gelas, yang menandakan bahwa pemuda itu juga melakukan hal yang sama. Yaitu minum air putih.

'Apa dia benar-benar tidak berniat untuk bicara denganku?' Kira-kira itulah yang sempat terlintas di pikiran Rosè.

Deg!!!

Rose merasakan sebuah benda lembut menjalar di tangannya. Rose terkesiap, dan langsung menjerit histeris melihat seekor tikus putih berukuran kecil sudah berjalan di punggung tangannya.

"AAAAAA!!!!!"

Rose langsung menyibak-nyibak tangannya. Rose begitu panik saat hewan yang menurutnya--menjijikan itu berjalan di punggung tangannya. Rose langsung mengambil sebuah spatulla untuk menghabisi tikus itu.

"Kenapa? Ada apa?" Tanya pemuda itu.

"Ada tikus!!!!" Jawab Rosè panik. Rose tetap berusaha mengejar sang tikus hingga ke bawah kulkas dan meja makan.

"Yak!!! Jangan lari!!!" Teriak Rosè pada sang tikus.

Sekarang Rosè sudah berjongkok di samping meja makan dan berniat untuk memukul tikus itu sekarang juga. Sementara Jimin sudah berdiri di sebelahnya sambil tertawa kecil.

"Mana tikusnya?" Tanya Jimin.

"Itu disana..."

"Mana..." tanya Jimin merunduk.

Rose reflek menarik kaki Jimin yang membuat pemuda itu berjongkok di sampingnya.

"Itu disana..." tunjuk Rosè pada sang tikus berada di sebalik kaki meja.

Jimin terkekeh. Dia kembali berdiri dan tak berniat untuk membunuh tikus itu.
"Sudahlah..."

"Yak... tikusnya lari!!!"

Tepat sebelum Jimin melangkahkan kakinya, Rosè sudah lebih dulu menarik sebelah kaki Jimin dengan sangat kuat. Membuat Jimin terhuyung dan gagal mengendalikan keseimbangan.

"YAK!!! YAK!!!..."

BRRUKK!!!

Hal itu membuat tubuh Jimin jatuh menimpa tubuh Rosè. Rose kaget, dan berusaha menahan dada Jimin agar tak menghimpit dirinya. Sedangkan Jimin hanya bertumpu pada lantai di kedua sisi tubuh Rosè.

Sedekat ini, mereka bertatapan. Nafas Rosè sudah sesak ditandai dengan dadanya yang naik-turun. Begitupun Jimin, jantungnya menggila, darahnya berdesir hebat, dan nafasnya simpang siur.

"OMOOO!!!! KENAPA KALIAN MELAKUKANNYA DI DAPUR???!!!"

❤️❤️❤️

TBC...

I Failed to Forget YouWhere stories live. Discover now