PROLOG

39 24 16
                                    

Medan, 17 July 2015...

Bangunan-bangunan ruko terlihat menghiasi tepian jalan utama dengan lampu-lampu penerang yang telah menyala satu persatu. Ia tengah duduk termangu di kursi panjang besi sebelah sana, di depan supermarket yang agak ramai oleh pembeli.

Desiran angin malam terasa menusuk-nusuki pori-pori kulit hingga membuatnya menggosok-gosokan pundaknya menggunakan kedua tangan, dingin sekali. Apalagi hujan baru berhenti tadi sore, rasanya ia ingin sekali menjatuhkan dirinya ke tempat tidur di kamarnya yang nyaman.

Dan mungkin sekarang ia sudah mendengarkan lagu favoritnya dari ponsel sembari membaca deretan materi ulangan untuk besok. Namun, kini harus tertunda. Ia harus menemani sahabatnya untuk menemui seseorang. Seseorang yang sudah tak asing lagi baginya. Seseorang yang sudah lama dia kenal sekaligus ia kagumi sejak kelas 1 SMP.

"Oii, ri!" Sebuah suara melengking dari seberang jalan tiba-tiba mengejutkannya dari lamunan. Telinganya tambah berdengung hebat menahan pusing yang sudah sedari tadi menyerang kepalanya.

Tiba-tiba saja kedua bahunya terasa berat, menumpu berat badannya dan badan Retta  yang sudah bergelayut riang di belakang punggungnya.

"Ri, lo nungguin gue lama banget kan? sorry ya. Perut gue minta diisi tadi," jelas Retta terkekeh kecil. Riva yang mendengarnya langsung mengiyakan ucapan Retta lalu memasang senyum smirk nya.

"Ok, sebagai gantinya traktir gue bakso disana." Riva menoleh ke arah Retta protes ucapannya. Bayang-bayang semangkuk bakso yang masih mengepulkan asap di hawa seperti ini seketika berkeliaran di dalam benaknya.

"Deal ayo!! Tapi, lo gendong gue sampai warung baksonya, ya. Lo tau gak sih? gu--"

"Engga tuh,"

"Gue belum selesai ngomong, njir!"

"Ya udah, mau ngomong apaan cepet!" Desak Riva tak sabar. Ia mulai mengayunkan kedua kakinya menuju warung bakso yang letaknya berada di seberang jalan. Tentu dengan Retta yang sudah nyaman di gendong Riva.

".. menjelang lomba nanti, latihan gue di perketat lagi, ra. Dan mama juga makin menjadi-jadi ama gue. Daftarin gue ke tempat les inilah itulah. Gue dah kek rob--" Retta sontak menghentikan ucapannya dan langsung memukul-mukul bahu Riva. Mulutnya terasa kelu, menahan rasa terkejut yang tiba-tiba datang menyerangnya.

"EHH!! AWASS NENGGG!!" Teriak salah seorang penjual kaki lima yang kebetulan sedang lewat di dekat trotoar.

Retta mengernyitkan dahi seraya memejamkan matanya saat lampu motor hampir membentur tubuh mungilnya yang dibalut sweater berwarna sky blue. Riva juga terkejut termasuk semua pejalan kaki yang sedang melintas di sekitar sana.

TIINN..!! TIINN!!

Riva semakin terkejut saat ia melihat mobil berwarna putih melaju ugal-ugalan ke arah Retta dan pengendara motor yang tadi hampir menabraknya. Mereka terjatuh bersamaan saat  mobil berwarna putih itu menyerempet mereka, Riva merasakan tubuhnya terasa ringan, mereka terhempas sangat kencang ke aspal jalanan yang kasar.

BUUKK.. PRANKKK..

Kelopak matanya terasa berat---tak sanggup terbuka sempurna untuk melihat ke sekitarnya yang kini mungkin sudah sangat ramai oleh kerumunan orang. Riva menahan sakit yang sudah menjalar ke seluruh tubuhnya, urat-urat tubuhnya seakan tertarik-tarik. Ia masih bisa merasakan suhu tubuh Retta yang hangat sebelum akhirnya semuanya menggelap. Ia tak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

***

Assalamualaikum.. :)

Setelah baca jangan lupa Voment & Sarannya ya.. lg dibutuhin buat aq yg masih amatir, nih.. :v ditunggu saran & vote nya..

Salam dua jarih✌
@elrkaal

La Mia Speranza Where stories live. Discover now