[Quatre]

119 8 0
                                    

Malam ini jalanan ibukota masih di padati oleh para pengendara, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Suhu malam ini pun sangat dingin hingga menembus ke dalam kulitku. Bodohnya, aku lupa membawa jaket tebal yang selalu ku bawa kemanapun.

Aku menatap beberapa pengendara yang berlalu lalang dari atas gedung yang menjulang tinggi. Gedung ini adalah kantor Willis. Setelah mengunjungi cafe Luna tadi, aku langsung pergi ke Oh Corp tanpa sepengetahuan Willis.

Aku kesini hanya untuk menenangkan diri, seraya menatap langit malam yang tampak indah dihiasi oleh jutaan bintang.

Pada saat aku datang tadi, beberapa pegawai Willis langsung menyambutku dengan senyuman formal. Hal itu sudah cukup membuatku merasa di hargai, meskipun aku bukan siapa-siapanya Willis disini.

Sampai saat ini aku masih bertanya, kenapa aku tidak jatuh cinta pada Willis? Kenapa harus Richard? Ku pikir Willis tak sejahat yang aku kira. Ia masih memiliki sikap lembut pada ku, kadang-kadang.

Aku menghela nafas, sekarang pun aku masih memikirkan Richard. Otakku benar-benar tidak bisa di ajak kerjasama. Huh, menyebalkan.

Aku melanjutkan aktifitas ku seperti semula, memandangi langit malam yang masih indah dimataku. Sampai suara seseorang yang aku hafal terdengar oleh indera pendengaranku.

Disana ada Willis yang sudah berada di hadapanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disana ada Willis yang sudah berada di hadapanku. Laki-laki itu masih setia membelakangi ku, namun kepalanya sudah tertoleh ke samping.

"Rane," panggil Willis.

Aku berdeham untuk membalas panggilannya.

"Apa kau masih belum bisa membuka hatimu untukku?" Pertanyaan Willis membuat diriku menelan saliva dengan susah payah. "Kenapa diam?" sambungnya.

"Aku masih tidak mengerti dengan perasaan ku, Willis. Ku harap kau mengerti," balasku.

"Tentu saja aku mengerti, Rane. Bukankah disini aku yang selalu mengerti tentang dirimu? Sedangkan kau masih mengingat bayang-bayang Richard?" Willis membalikkan badannya, dan menatapku dengan tatapan yang sulit untukku jelaskan.

"Bukan seperti itu," lirih ku. "Aku sendiri pun masih ragu tentang perasaan ku pada Richard, tolong mengerti."

"Aku paham. Richard lebih baik daripada diriku, bahkan dia sudah menyakiti mu pun, masih ada bayang-bayangnya di dirimu. Richard sosok pria yang sempurna untuk mu, Rane." Willis tersenyum samar. Senyumnya terlihat di paksakan.

"Tolong jangan buat diriku semakin sulit, Willis," ucapku.

"Tidak, Rane. Aku tidak membuatmu sulit, tapi dirimu sendirilah yang membuatnya semakin sulit."

Aku memejamkan mata erat, dengan nafas yang memburu dan kepala yang pening, aku masih meladeni ucapan-ucapan Willis.

"Kenapa kau dan Luna seakan-akan menyalahkan ku disini?" Aku menatap Willis tajam.

Laki-laki itu terkekeh. "Pardon? Menyalahkan mu? Sepertinya kau benar-benar sulit untuk diajak bicara seperti ini, Rane."

"Aku benar-benar tidak mengerti arti ucapanmu itu, Willis," tekanku.

Kali ini Willis tertawa kecil, "Pantas saja teman-temanku menyuruh diriku untuk menjagamu dengan extra. Kau terlalu polos."

"Kau membuatku semakin pening." Aku memegang kepalaku yang terasa sakit.

"Rane, are you okay?" tanya Willis dengan wajah yang panik.

Aku mengangkat sebelah tanganku, memberi isyarat bahwa aku baik-baik saja. Hanya pening sedikit.

"Darimana kau tahu jika aku ada disini?" tanya ku, mengalihkan pembicaraan.

"Pertanyaan retoris," balasnya.

Aku mengangguk mengiyakan, tanpa bertanya pun aku sudah tahu jawabannya.

"Rane," panggil Willis, lagi. Kali ini Willis sudah berdiri tepat di sebelah ku. Kita berdua memandang langit yang sama, namun dengan tatapan yang berbeda.

"Ya?"

"Bagaimana jika aku suatu saat nanti menyerah?"

"Maksudmu?"

"Aku menyerah memperjuangkanmu."

Deg

Perasaan apa ini, kenapa jantung ku bergemuruh mendengarnya. Willis akan menyerah padaku? Lalu apa yang ku khawatirkan? Bukankah itu bagus?

"Hahaha. Bahkan kau tak menanggapi ucapanku dengan raut wajah kesedihan." Willis tertawa sumbang. "Aku benar-benar tidak bisa membuatmu jatuh cinta padaku, ya?"

"Willis, jangan di bahas lagi," ucapku. Mencegah laki-laki itu untuk membahas topik yang menurutku sangat sensitif.

"Kenapa, Rane? Aku juga perlu jawabanmu. Kau selalu menuntut jawaban atas pertanyaan-pertanyaanmu pada Richard, tapi sekarang? Lihatlah, kau begitu egois," ucap Willis.

Benar, apa yang dikatakan Willis benar adanya. Aku egois, selalu menuntut jawaban dari Richard tapi masih menggantungkan perasaan seseorang.

Tuhan, apa yang sudah ku lewati selama ini!

"Iya, aku egois Willis, tapi kenapa kau justru bertahan dengan gadis egois ini?" ucapku telak.

Willis terdiam di tempatnya. Ucapanku sepertinya membuat dirinya berpikir dua kali ketika ingin berbicara.

"Kau benar. Mengapa aku harus jatuh cinta padamu? Bahkan Luna jauh lebih baik daripada dirimu. Jadi, apa yang sebenarnya spesial di dirimu?" Willis mengangkat sebelah alisnya.

Kini aku yang terdiam. Tak ada yang spesial dari diriku, dan aku menuntut Willis untuk selalu sempurna seperti Richard.

Aku mengalihkan tatapanku kepada laki-laki yang berdiri di sebelahku. "Willis."

"Hm?"

"Maukah kau membantuku?"

"Membantu apa?"

"Bantu aku melupakan Richard, dengan caramu sendiri."



• • •

hari ini rane sama saya dulu ya- Willis Oh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hari ini rane sama saya dulu ya
- Willis Oh

decu | PCY OSH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang