Prolog

11.4K 676 11
                                    

"Ibu, bangun. Lihat mentari sudah bersinar sejak tadi." Ucap seorang gadis kecil kepada ibunya yang masih tertidur pulas. "Berikan ibu waktu tidur lima menit lagi, ibu lelah sekali." Ciara memeluk putrinya agar kembali tidur dan tidak mengganggu istirahatnya.

"Ini hari minggu, Alice. Bukankah biasanya ibu mengizinkanmu tidur sampai siang dihari minggu? Kali ini izinkan ibu tidur lagi." Alice hanya bisa menghela nafasnya. "Baiklah." Gadis kecil tersebut mencium pipi mulus ibunya. Membuat Ciara tersenyum ditengah tidurnya.

"Ibu Alice yang hebat. Ibu terlalu keras bekerja. Banyak sekali kue yang ibu buat semalam hingga kelelahan . Tak apa, Alice memberikan waktu ibu beristirahat. Alice akan memakan kue lezat dulu yang ibu siapkan untuk Alice." Diakhir ocehannya gadis kecil tersebut kembali mengecup pipi Ciara.

Alice menarik satu kursi untuk mengambil kue yang sengaja disimpan ibunya didalam lemari makanan. Katanya agar makanan itu tidak dimakan tikus. Kue yang ia maksud berwarna merah muda. Dilapisi selai strawberry kesukaannya.

Alice loncat turun dari kursinya. Memegang erat kotak kue tersebut agar tidak jatuh. Dan berhasil, kue tersebut masih selamat dalam genggamannya.

Alice meletakan kue merah mudanya diatas meja. Dia membutuhkan pisau untuk mengiris kue itu. Ibunya tidak mengizinkan Alice memegang Pisau pada umumnya. Ibunya hanya mengizinkan ia menyentuh pisau plastik untuk memotong kue.

Pisau itu berada tak jauh darinya. Tepatnya diatas meja. Ibu sudah menyiapkan pisau tersebut. Mungkin pikirnya agar nanti jika membutuhkan tak perlu kesusahan mencari.

Alice Juana, gadis kecil berusia lima tahun yang lucu dan menggemaskan. Tingkahnya cukup membuat orang disekitarnya menggeleng sambil tersenyum. Pipinya chubby dan terdapat lesung pipi disana. Bibirnya mungil berwarna merah.

Alice hanya tinggal bersama ibunya, Ciara Alika. Menurutnya ibu adalah wanita paling cantik di Dunia ini. Tak ada wanita yang lebih cantik selain ibunya. Alice sangat menyayangi ibunya. Walaupun umurnya masih sangat kecil, ia sudah pandai memahami keadaan disekitarnya.

Ciara Alika, seorang wanita hebat yang berhasil membesarkan anaknya seorang diri. Walaupun kehidupan mereka serba sederhana, baik Ciara maupun Alice tak ada yang pernah mengeluh. Ciara selalu berusaha mencukupi kebutuhan Alice agar putrinya tersebut tidak kekurangan.

Ciara bekerja disebuah toko roti sebagai pelayan. Disana ia bekerja mendapatkan uang. Terkadang Bibi Lilis, pemilik toko kue tersebut membiarkan Ciara membuat kue-kue pesanan untuk menambah pundi-pundi rupiah wanita tersebut.

Bibi Lilis sangat memahami betapa sulitnya Ciara membesarkan putrinya seorang diri. Terlebih wanita tersebut juga membutuhkan biaya lebih untuk pengobatan putrinya yang sakit. Umur Ciara juga masih sangat muda.

"Astaga, Alice. Apa yang kau lakukan?" Ciara datang dengan kesadaran yang belum seratus persen. Dihadapannya putri kecilnya sudah mengacaukan ruang keluarga mereka yang tak begitu besar. Kue berceceran dimana-mana.

"Kamu bisa mengundang semut." Ucap Ciara sambil mendekati putrinya yang tengah tersenyum geli. "Aku terlalu lapar untuk menunggu ibu bangun." Ciara menghela napasnya.

Ciara berjalan mengambil sapu yang letaknya berada di dapur. Kemudian mulai membersihkan sisa kue yang berceceran. "Astaga, lihat Alice, semut mulai berdatangan. Nanti kalau kau digigit semut bagaimana."

Gadis kecil itu mengerutkan dahinya. "Kan sudah Alice beri makan. Kenapa semut itu juga menggigit Alice?" Ciara meringis. "Ibu akan bersihkan ini. Alice lanjutkan makan kuenya. Setelah ini akan ibu buatkan sarapan." Ciara mengangkat putrinya dan mendudukannya diatas sofa.

"Aku akan menunggu ibu. Setelah ini kita pergi ke Taman ya, ibu. Aku ingin bermain disana." Ciara mengangguk. Melihat pipi chubby putrinya membuat dirinya sendiri gemas. Dengan segera ia mengecupi pipi Jangmi dan membuat gadis kecil itu tertawa geli.

"Ibu, berhenti." Ciara tertawa. Dalam hati kecilnya ia merasa bersyukur karena barang sekalipun tak pernah berpikir untuk menggugurkannya lima tahun lalu. Ia berpikir bahwa bukankah lebih indah menjadi seorang ibu daripada menjadi seorang pembunuh.

♧♧♧

Seorang lelaki tampan dengan kemeja yang sudah dilipat hingga siku memperhatikan tumpukan dokumen dihadapannya. Dengan wajah tak bersahabat ia mulai menggoyangkan bolpoinnya diatas kertas-kertas bernilai milyaran juta. Mencoret mana saja yang harus diperbaiki.

Netranya membaca dengan serius deretan huruf yang berjajar rapi diatas kertas tersebut. Tak jarang terdengar umpatan kasar bervolume rendah yang keluar dari bibirnya. "Laporan macam apa ini." Ia menghela napasnya.

"Sebaiknya mulai besok aku akan menolak pekerjaan tambahan begini. Menyusahkan!" Ia mulai bermonolog pada dirinya sendiri. Biasanya dihari minggu begini ia menikmati sisa-sisa pening dipagi hari akibat mabuk berat dimalam harinya.

Seperti jadwal rutin, ia selalu mengunjungi club malam dimalam minggu. Dan akan pulang ketika hari sudah benar-benar menjadi minggu. Akibat pekerjaan sialan dari Ayahnya, ia harus merelakan jam malamnya demi meneliti setumpuk dokumen memuakan.

Jeffrey Juana, definisi lelaki sempurna menurut versi majalah bisnis dunia. Tampan, karir yang menjanjikan, harta yang melimpah, serta otak cemerlang. Definisi kesempurnaan seorang lelaki.

Namun, ia tetaplah manusia biasa. Tak ada manusia yang sempurna di Dunia yang fana ini. Jeffrey tetap memiliki kekurangan. Hanya saja ia mampu menutupi kekurangannya tersebut dengan rapi.

Jeffrey memiliki seorang kembaran bernama Clayrin Juana. Seorang designer muda yang berbakat. Sebenarnya mereka cukup dekat, hanya saja saat ini mereka terpisahkan oleh jarak.

Clayrine berada di Perancis guna melanjutkan karirnya agar lebih cemerlang. Sudah hampir tiga tahun kembarannya tersebut tinggal disana. Dan selama itu pula ia hampir setiap satu kali dalam sebulan mengunjungi kembarannya disana.

Jeffrey melirik ponselnya. Kemudian mencari nama Clayrin disana. Tepat ketika panggilan terhubung Jeffrey segera mengatakan apa tujuannya menelpon Clayrine.

"Clayrine. Aku merindukannya." Ia menghela napasnya. Membuka laci meja kerjanya. Mengambil foto dengan pigura berwarna merah muda. Disana ada dua gadis dan satu laki-laki tengah berfoto dengan latar belakang taman yang indah.

"Kau mau aku pulang? Kudengar lusa lalu kau mabuk berat." Clayrine tau siapa yang dirindukan saudara kembarnya itu. Seorang gadis cantik yang mungkin sekarang sudah menjelma menjadi wanita cantik. Wanita paling tegar dan kuat yang pernah Clayrine kenal.

"Tidak perlu." Ucap Jeffrey segera. "Jadi, karena kau mabuk berat lusa lalu dan tidak ikut rapat penting dipagi harinya mengakibatkan Ayah memberikanmu pekerjaan tambahan dihari minggu?"

"Ya, begitulah. Sudah ya aku tutup." Ucap Jeffrey segera. "Eh? Kau hanya mengatakan kau merindukannya. Kau tidak merindukanku begitu?" Jeffrey mendecak. "Untuk apa aku merindukanmu kalau aku bisa menelpon dan mengunjungimu kapanpun aku mau. Sudah ya. Sampai jumpa." Jeffrey segera memutus sambungan telponnya.

"Astaga, sudah lebih hampir enam tahun aku tidak bertemu dengannya. Ciara, kau ini berada dimana. Aku benar-benar bisa gila karena merindukanmu." Jeffrey menundukan kepalanya. Menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

To be Continue

Jadi sebelumnya aku minta maaf kalo cerita ini kurang asyik. Kurang jelas dan cenderung ngga jelas. Ini tu bener bener dari imajinasiku yg sudah membeludak. Membuatku akhirnya meninggalkan cerita on going lamaku dan beralih kesini hehehhee

Kalo ada kesalahan atau apapun yg mengganjal dikalian silahkan langsung koment aja hehehe

La Vie en RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang