Lost

185 20 64
                                    

         Setiap ujian yang Allah beri
               pasti ada hikmahnya.
             Semakin Allah sayang
          kepada hamba-Nya, maka
        semakin kuat ujian buatnya.

                          🌼🌼🌼

Erinka mulai malas memikirkan perihal kakaknya yang sudah tidak waras itu, ia fokuskan dirinya untuk mendaftar di Universitas Edinburgh, Skotlandia tempat favoritnya terdahulu. Sebelum menjadi alumni senior high school ia pernah membicarakan ini ke ayahnya meskipun awalnya tidak mendapati restu, namun dengan segala bujuk rayuannya akhirnya restu ayah dalam genggamannya hingga sekarang.

"Yes, fix. semua sudah selesai, tinggal pembayarannya saja."

Bibirnya mengembang menampakkan ginsul yang menambah kesan manisnya, aura kegembiraan mulai terpancar di wajahnya kembali karena ia baru saja menyelesaikan registrasi pendaftaran di kampus impiannya, monitor di depannya sudah tertutup kembali. Sepertinya ia butuh sedikit hiburan untuk menenangkan pikirannya sekarang.

Mungkin, keluar untuk menghirup udara segar adalah salah satu cara untuk melupakan semua tentang si tidak waras sejenak.

"Oh, ya ampun ...," ia menepuk jidatnya, "Hari ini kan terakhir Naya disini, aku harus menemuinya."

Erinka melangkahkan kaki keluar rumah, tangannya cekatan mulai merogoh ponsel yang ada di tas kecilnya.

"Hallo ... Assalamualaikum Naya sayang," ucapnya dengan nada pelan dan lembut, ia tau dari seberang sana ada seseorang dengan mukanya mulai memerah penuh amarah.

"Waalaikumsalam, dimana Lo? Ditungguin juga dari tadi, awas kalo gak datang ya?"

"Iya sayang, ni lagi otewe kok," balasnya dengan nada terkekeh.

Naya si tubuh mungil yang memiliki sejuta pikiran dalam menyelesaikan semua mata pelajaran. Selain fisik tubuhnya yang kurang tinggi ia memiliki kekurangan dari segi finansial, orang tuanya berasal dari keluarga kurang mampu. Semasa pertama kali memasuki sekolah, Erinka dan Naya adalah rival di kelas dengan otak yang sama-sama genius. Namun, perlahan mereka mulai saling membutuhkan hingga dekat sampai detik ini. Erinka termasuk tipikal orang yang tak memandang bulu.

Ia fokus mengemudi mobil sambil memandang arloji ditangannya. Kali ini ia tak membawa motor dikarenakan SIM A (sim khusus pengemudi roda empat) yang diurus bulan lalu sudah bisa dipakainya sekarang.

Jarum jam panjang menunjukkan angka dua belas dan jarum pendek angka sembilan.

Ini artinya ia harus cepat sampai di tempat tujuan, tak ingin menghabiskan waktu lebih lama di dalam mobil, ia mulai membanting setir, tetesan air di pelupuk mata mulai mengenai pipinya, mengingat Naya sebentar lagi akan meninggalkannya.

                           🐇🐇🐇

Erinka memarkirkan mobilnya di sebuah restoran. Ia lirik sejenak, tempatnya tak pernah berubah, masih sama seperti dulu saat pertama kali kesini bersama temannya. Hijau hutan hujan tropis nan asri, kursi dan meja yang terbuat dari kayu tersusun rapi dengan warna kayu alami, ditemani dengan redup-redup lampu di atas pohon menghiasi meja.

Tak lupa memasang lampu kerlap-kerlip disekelilingnya untuk menarik perhatian para pengunjung. Juga makanan yang terhidang begitu memanjakan lidah, bagaikan menyantap makanan di belantara hutan. Restoran itu terletak di daerah Jakarta Utara, Bottega Ristorante.

"Hei Erinka, Aku disini."

Naya mengacungkan tangannya sesaat ketika mendapati Erinka kebingungan mencari keberadaan nya, bisa di katakan ini adalah tempat favorit mereka semenjak sekolah. Tempat tongkrongan saat mengalami penatnya pelajaran. Acap kali Naya menolak karena tempatnya yang mahal. Namun, Erinka selalu membujuknya dan akan mentraktirkannya.

ErinkaWhere stories live. Discover now