2 - Eight Years Later

8K 562 2
                                    

"Astaga, Leo! Dia itu dosen pembimbingku! Dia hanya memberiku pelukan selamat karena aku sudah berhasil menyelesaikan skripsiku tanpa revisi, Leo. Masa kau tidak percaya denganku?!"

Leo masih mengacuhkannya.

"Oke," wanita berusia 22 tahun itu memberi jeda, "oke kalau kamu mendiamkanku. Aku hanya perlu mencari lelaki lain yang bisa mempercayaiku dan menjadikannya kekasih!"

Mendengar itu Leo menoleh. Ia menarik lengan kekasihnya. "Tidak, Sayang. Aku tidak mendiamkanmu. Sini, peluk, sini." Ia langsung mendekap tubuh ramping Keva.

"Bukannya aku tidak mempercayaimu. Tapi dia yang tidak bisa kupercaya. Dosen gendut berambut putih itu memelukmu terlalu erat. Aku bahkan ragu kalau ia tulus memberimu pelukan semangat. Pasti ada niat terselubung."

Keva memutar bola matanya. "Ia sudah beristri dan bercucu, Leo. Hentikan overthinking-mu itu."

Leo terkekeh tapi tidak mengiyakan.

Keva melepas pelukan Leo di tubuhnya. Ia kemudian menangkap sebuah rokok elektronik di kantung hoodie Leo. Dengan cepat ia mengambilnya.

"Kenapa kau masih merokok?!"

"Sayang, itu vape—"

"Aku tahu. Rokok elektronik," tekan Keva.

"Aku sudah tidak merokok sejak kau menyuruhku untuk berhenti 7 tahun lalu, sumpah," Leo menggaruk tengkuknya, "dan aku vaping kalau tidak ada orang saja kok."

Keva membanting vape Leo, membuat pria berusia 26 tahun itu meringis. Ia kini dilanda ketakutan. Takut Keva akan meninggalkannya karena ia telah membohongi wanita itu.

"Aku tidak mau kamu merusak tubuhmu sendiri, Leonard! Tidak bisakah kau mengerti itu?! Aku peduli denganmu, Leo. Aku tidak ingin kamu menerima akibatnya nanti..," lirih Keva, perlahan mengeluarkan air matanya.

Leo meringis. Ia kemudian menarik kekasihnya ke pelukannya. "Maafkan aku, Keva. Aku janji akan melakukan apa yang kamu mau dan membahagiakanmu."

Keva adalah wanita yang emosional. Ia dapat mudah menangis. Selain itu, sikapnya juga cenderung manja. Tapi itulah yang membuat Leo semakin jatuh cinta.

Tidak mendengar isakan lagi dari Keva, Leo melirik wanita yang ada di pelukannya itu. Malaikatku tertidur rupanya, batin Leo tersenyum. Ia kemudian membopong Keva ke kamar wanita itu dan merebahkannya di sana.

Ya, Leo dan Keva sudah tinggal bersama semenjak 6 bulan lalu. Tapi meski begitu mereka tetap tidur berbeda kamar, atas keinginan Keva. Alasannya karena Leo selalu tidur tanpa baju. Dan itu membuat Keva risih. Padahal, Keva sudah pernah melihat kekasihnya itu telanjang berkali-kali, sama halnya dengan Leo. Pada akhirnya Leo nurut saja karena tidak ingin Keva marah lalu meninggalkannya.

Hubungan mereka juga sudah direstui oleh masing-masing keluarga. Bahkan Leo maupun Keva sudah dekat dengan keluarga satu sama lain.

Keva melalui segalanya dengan Leo. Mulai dari masa SMA-nya sampai masa kuliahnya. Begitu juga dengan Leo. Ia melewati masa kuliahnya dengan Keva, pekerjaan pertamanya dengan Keva, bahkan apartemen dan mobil hasil kerja keras sendirinya untuk pertama kalinya dengan Keva.

Tinggal menunggu Keva lulus dan Leo akan segera melamar wanita itu.

Leo melirik ponsel Keva yang menyala di atas nakas wanita itu. Sebuah notifikasi muncul di layar datarnya.

Russel: Bagus! Tidak sabar bertemu denganmu :)

Leo menggeram. Siapa Russel ini dan apa hubungannya dengan Keva?

Ia sengaja tidak membuka pesan itu karena Keva akan marah dengannya jika ia membuka privasinya tanpa izin.

Bukan Leo tidak percaya dengan Keva. Hanya saja kekasihnya itu terlalu polos untuk dunia ini. Leo yakin, Keva bahkan tidak tega hanya untuk menepuk nyamuk yang sedang mengisap darah wanita itu.

Yang Leo waspadai adalah pria-pria sialan yang selama ini selalu mendekati kekasihnya dengan tidak tahu malu. Padahal mereka tahu Keva adalah milik Leonard Halevi. Contohnya seperti beberapa minggu lalu, Leo menamai kejadian itu 'Kejadian 56'. Karena itu adalah ke 56 kalinya seorang pria menembak Keva terang-terangan di hadapannya.

"Hai, Keva. Sudah lama?" Seorang pemuda tampan tiba di hadapan Keva yang sudah menampakkan wajah jenuh. Leo dari ujung kafe diam memperhatikan mereka.

Keva tersenyum tipis. "Lumayan," jawabnya dengan terang-terangan.

Pria itu menggaruk tengkuknya. "Maaf, tadi aku lupa pakai parfum jadi kembali ke rumah lagi sebentar, takut kamu kabur," ia tertawa garing. Keva tetap tersenyum tipis.

"Ada apa, Ronny?" tanya Keva tidak ingin berlama-lama dengan Ronny.

"Oh iya. Jadi, sebenarnya.. aku sudah lama menyukaimu. Tapi sepertinya kamu tidak sadar itu," pria itu tercengir, "kamu mau kan jadi kekasihku?"

Leo menggeram. Ia mencengkram gelas plastik berisi kopi dingin di genggamannya hingga buku-buku jarinya memutih.

Leo tidak bisa membayangkan jika si Ronny-Ronny itu mengganti posisinya di hati Keva. Melihat Keva berdekatan dengan pria dalam jarak 1 meter saja dia sudah gemetaran. Apalagi jika itu terjadi?! Tidak bisa, ini tidak bisa dibiarkan!

Leo baru saja akan menghampiri lelaki itu dari duduknya. Tapi perkataan Keva sungguh menggetarkan hatinya.

"Maaf Ronny. Aku sudah mempunyai kekasih. Dan aku sangat mencintainya, dia juga sangat mencintaiku. Aku bahagia dengannya. Maaf ya, sekali lagi. Kuharap kita masih bisa jadi teman," tolak Keva halus.

Ronny tersenyum masam, menyumpah serapahi dirinya sendiri yang kelewat pede dalam hatinya.

Mengingat itu Leo jadi senyum-senyum sendiri.

Dentingan dari ponsel Keva membuat lamunannya terbuyar. Kali ini sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

+1-222-333: Hai Keva. Ini aku William, masih ingat kan? Simpan nomorku ya, Cantik ;)

Leo tersenyum miring. Ia membuka pesan itu dan membalasnya.

Keva: Maaf William kita tidak usah berhubungan lagi.

Lalu memblokir nomor itu.

Leo membuka kontak di ponsel Keva dan memantaunya satu persatu. Bagus, batinnya saat tidak mendapati kontak lelaki asing selain Russel. Sisanya hanya keluarga Keva yang sudah Leo kenal dan beberapa dosen wanita itu.

Biarkanlah Russel mau berbuat apa. Ia juga belum mengenal siapa Russel. Tapi ia akan mencari tahunya, besok.

Her Possessive Bad BoyWhere stories live. Discover now