[1/1]

449 133 51
                                    


[]

        Hari ini dia telah berpulang, berpulang kepangkuan Allah. Bertemu kembali dengan sang suami yang telah lama pergi, juga anak-cucu yang sudah mendahuluinya. Kembali berbaur dengan tanah, menyatu sebagaimana seharusnya, setelah sekian lama menjadi ciptaan yang sempurna. 

        Namun sungguh,
bukankah semua terasa tiba-tiba? Bukankah kemarin kamu masih bisa melihat senyumnya? Bukankah kemarin kamu masih berbincang panjang dengannya? Bukankah kemarin kondisinya berangsur membaik setelah sakit sekian lama? 

        Lantas kamu bertanya kepada Allah, "Kenapa begini? Ini terlalu cepat! Aku masih ingin berada di sisinya, menemani hari tuanya, tertawa bersamanya, mendengar cerita yang entah sudah berapa-ratus kali diulangnya, melebur dalam rengkuh hangatnya". Kematian itu takdir, jelas adanya. Dan tak seorang pun bisa mengubahnya, Tidak kamu, juga aku. Ini sudah digariskan oleh Allah.

        Kemudian kamu menangis di atas sajadah lipatmu, berharap ini hanya angan belaka, bunga tidur atau apapun semacamnya. Berharap ketika engkau kembali mengunjunginya, engkau akan kembali melihat mata teduh dan pelukan hangat dari tubuh rentanya. 

        Namun kawan, bukankah badannya sudah menyusut dibanding hari-hari sebelumnya? Bukankah senyumnya tak lagi selebar dan sehangat dulu? Bukankah sering kali matanya menyiratkan luka yang teramat berat? Bukankah beberapa kali engkau melihat genangan air di sudut matanya? 

        Kamu tahu semua itu. Jauh lebih tahu dibanding aku, yang hanya orang asing dan kebetulan hadir di sepenggal kisah hidupmu. Namun kamu terus mengelak, berkata bahwa ia pasti sembuh, berkata semua ini akan berlalu, berkata jika ia bahagia, dan puluhan kalimat penuh pengharapan lainnya. 

        Kemudian engkau bertanya kepada hampanya semesta, "Jika aku kembali datang kesini, siapa yang akan aku kunjungi? Pelukan hangat mana yang akan aku rasakan?"

        Jika aku adalah hampanya semesta, maka akan kurengkuh tubuhmu --sebagaimana ia mengengkuhmu-- dan akan ku jawab "Engkau akan mengunjungi makamnya, berdoa di pusaranya, menyambung silaturrahmi dengan orang-orang terdekatnya. Kunjungi dia, agar ia tak merasa sendiri disana. Doakan dia, agar ia tak merasa kesepian. Pelukan hangat? Doakan dia, maka engkau akan selalu merasa bahwa ia selalu ada di sisimu"

        Aku tahu kamu terluka, terluka sedemikian rupa atas kepergiannya. Ikhlaskan saja, sebab Allah sayang padanya, lebih dari kamu, jelas. Allah tahu ia merasakan sakit yang sedemikian rupa, Allah selalu tahu yang terbaik.

        Kawan, ini hidup. Ada yang datang, dan ada yang pergi. Ada bahagia, dan ada duka. Ikhlaskan saja, memang begini aturan mainnya. Untuk apa menahan kepergian sesuatu yang seharusnya pergi? Tak ada gunanya. 

        Sungguh, hidup tak akan pernah lepas dari masalah. Karena masalah adalah cara Allah untuk menjadikan pribadimu lebih kuat dan dewasa.

        Angkat kepalamu, kokohkan pijakanmu, karena setelah ini, akan ada banyak kepergian dan kedatangan yang tak terduga. Siapa yang tahu kalau mungkin engkau yang selanjutnya? Perbaiki ibadahmu, jika sewaktu-waktu Allah memanggilmu, maka engkau sudah siap.

[]


tfruit,
Di penghujung tahun 2018.

Dia Telah BerpulangWhere stories live. Discover now