Part 4 - Tak Selamanya Diam

145 12 0
                                    

Danendra memandang kejauhan langit yang menghitam, rintikan hujan membasahi kaca jendela di ruangannya. Uap dari air hujan tercetak jelas di kaca, menembus samar dalam penglihatannya.

Dulu Danendra bersikeras mendapatkan Sarah si gadis super jutek di sekolahnya. Keacuhannyalah yang membuatnya penasaran pada Sarah, di saat semua orang ingin berkenalan padanya hanya dia yang tak melirik minat dirinya. Egonya sebagai lelaki terluka, saat Sarah menolak dirinya mentah-mentah di lapangan sekolah yang pada saat itu ramai.

Flashback

Upacara memperingati hari kemerdekaan Indonesia berjalan dengan lancar. Walaupun di tanggal yang merah, tak menyurutkan para siswa tuk menghadiri hari kebesaran Indonesia. Rangakaian-rangkaian prosesi peringatan HUT RI  berjalan lancar, pengumuman tentang perayaannya akan dilakukan beberapa lomba serta permainan. Yang pasti bertema tentang perjuangan para pahlawan dulu, entah dengan teater, musik, puisi, pidato. Dimana itu akan mengasah kecerdasan serta kekreatifan para siswa.

Mendengar pengumuman tersebut para siswa riuh bertepuk tangan serta senang akan pengumuman tersebut. Jarang-jarang sekolahnya mengadakannya di jam sekolah dan itu tiga hari lagi, benar-benar akan menyenangkan. Dan itu akan dilaksankan tiga hari mendatang, cukup para siswa untuk mempersiapkannya.

Tak mengapa kepala sekolah hanya memberi waktu tiga hari, itu karena ia percaya murid-murid disini adalah kualitas yang terbaik dan terpilih. Baik dalam skill maupun IQ. Melalui ini pasti bakat-bakat mereka akan terlihat.

Saat petugas upacara memberi instruksi bahwa upacara telah selesai. Para murid bersorak Sorai mengungkapkan perasaan mereka. Berbeda dengan Danendra ia menatap tajam Sarah yang berbaris di tengah dari baris kedua. Ia bertekad akan meluluhkan hatinya, entahlah ia merasa tertarik padanya. Perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Terbiasa dengan sikap dinginnya dan tertutup membuat ia lebih suka menyendiri bersama dengan temannya yang sejalan dengan pemikirannya. Dan yang pasti sedikit lebih hangat pada keluarganya, seperti itulah dia tidak terlalu suka dengan khayalak umum.

Tampan, anak orang kaya, juga pintar. Tapi sayang dia pelit senyum, tak kerap kali ia dipanggil es batu, es balok ataupun itu. Ia sudah biasa mendengarnya. Sikap dinginnya mungkin ia warisi  dari ayahnya, ya itu yang sering ibunya katakan padanya. Walaupun begitu tak menyurutkan sedikitpun pesonanya sebagai pria yang hmmm jantan.

Berbeda ia dengan Alathas, walaupun mereka baru memasuki kelas dua. Pesona Alathas sebagai lelaki menguat tajam di seantero sekolah, yang tak jarang juga ia gunakan untuk menggoda para gadis sekolah. Jangankan menggoda, para gadis akan mendekatinya sendiri hanya dengan senyum manis pun mereka akan terjatuh lemas. Dia lebih manusiawi ketimbang dengan Danendra menurutnya begitu. Humble, ramah, periang. Jika tentang kecerdasannya jangan diragukan lagi, ia dengan Danendra sebelah dua belas. Dan tentu juga dengan kedua temannya yang lain Vano dan Aldrich.

Vano tak juga beda jauh dengan Alathas, mereka berdua dicap sebagai playboy yang suka mainin hati perempuan. Bahkan kakak kelas merekapun juga. Padahal ia merasa tak bersalah perempuannya saja yang terlalu berlebih menganggap suatu perhatian sekecil apapun itu, tapi biarlah. Dan soal Aldrich dia sama dengan Danendra bedanya keangkuhannya jelas kentara, saat berjalan pun orang pasti tahu. Dia itu lelaki yang paling misterius diantara mereka, berhubungan dengan berkelahi jangan tanyakan lagi. Dia akan menjadi jenderal dalam sebuah peperangan, menghabisi siapa pun itu jika menghalangi pandangannya.

Mereka berempat kompak. Kompak dalam segala hal, selalu bersama. Dan memiliki sifat ambisius di luar batas kewajaran. Orang-orang lebih memilih jalur aman ketimbang berurusan dengan mereka, tak jarang para kaum pria itu merasa iri dan tertindas mungkin.

The Light Of DreamsWhere stories live. Discover now