prolog

55.8K 3.1K 120
                                    

Obsidian ku total menajam manakala disuguhi pemandangan asing saat aku menyambut kepulangan ibu di depan pintu rumah. Sesosok pemuda bertubuh kekar digandeng mesra ibu sembari menyematkan senyuman lebar diantara penghias gincu merah bibirnya.

Siapa dia?

Tidak tahu-menahu siapa itu, lantas aku berniat mengajukan pertanyaan namun bibirku terkatup kembali saat ibu memintaku agar lekas membuatkan minuman untuk sambutan.

"Bisa kau buatkan minuman, Sayang?"

Mengulum bibir, atensi ku kembali melirik sekilas pemuda tinggi itu yang tengah menatap diriku. Lantas mengangguk, "Baik." Aku beranjak, meninggalkan ibu dan pemuda itu yang saat ini menapaki ruang tengah.

Bergegas menyeduh dua cangkir teh dan membawanya ke tempat sang ibu. Pun samar-samar aku dapat mendengar perbincangan keduanya.

Kakiku sejenak berhenti melangkah. Mematung untuk beberapa saat dari kejauhan mengamati keduanya.

Ibu terlihat mesra sekali dengan pemuda itu. Gurauan yang mereka lantunan terkadang membuat ibu terbahak kecil dan menyandarkan kepalanya ke bahu kekar itu. Tidak lupa dengan tautan tangan mereka yang belum lepas.

Sejemang aku tersenyum tipis. Sudah lama rasanya aku tidak melihat senyuman bahagia ibu. Dan kini akhirnya senyuman itu hadir kembali, menghangatkan hatiku.

"Ah, terima kasih, Sayang." Aku tersenyum seraya mengangguk pelan.

Menarik napas dalam-dalam sebab merasa tidak nyaman manakala sepasang manik elang pemuda itu menatapku kelewat lekat. Lekas aku membalikkan badan dan ingin kembali ke kemar secepatnya sebelum terhenti ketika suara ibu menginterupsi.

"Duduklah dulu di sini, Sayang. Ada yang ingin ibu bicarakan padamu sebentar."

Meneguk saliva kasar, aku mengangguk kaku. Sadar bahwa aku merasa tidak nyaman disini, ibu bertanya, "Kau tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa," bibirku mengulas senyum paksa. Tanpa membuang-buang waktu aku ikut duduk disana. Menunggu apa yang akan ibu katakan dengan degup jantung yang berpacu.

Tentu saja.

Barangkali aku merasa terintimidasi dengan sorotan tajam itu yang nyaris melumpuhkan, namun aku menutupinya dengan meremat tangan yang saling bertautan di pangkuanku. Berkeringat dan basah. Sial!

Deheman ibu sontak mengembalikan kesadaran ku penuh. Mengangkat wajah dan memerhatikan ibu yang saat ini bersandar pada dada bidang pemuda itu dengan senyuman lebar yang terasa asing—sebab, aku tidak pernah melihat ibu sebahagia ini sebelumnya.

"Kenalkan, Sayang," ibu mengangkat wajahnya sekilas guna melihat paras pemuda itu. "Dia adalah kekasih ibu."

Aku tercekat total.

K-kekasih?!

Mataku mengerjap cepat dengan bibirku yang terbuka kecil—pertanda terkejut. Aku hanya berekspresi tegang. Bibirku kelu dan tidak dapat berungkap sepatah kata apapun untuk dilontarkan sebagai balasan.

Pemuda ini?! Kekasih ibu?!

Yang benar saja. Aku dapat bertaruh bahwa jarak umurnya tidak begitu terlalu jauh dengan umurku.

Dan ibu memiliki kekasih muda seperti dia?!

Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan?

Melihat ekspresi bahagia ibu membuatku bungkam total. Bantahan ku menguap dan lenyap tanpa bekas. Bahkan udara kini terasa panas mengitari seluruh tubuhku.

Aku meliriknya lagi—sekilas. Dan dia balas melihatku. Kami berbalas tatap, tapi tatapanku mengandung makna sinis yang memiliki arti bahwa aku tidak menyetujui semua ini.

Namun agaknya pemuda itu memilih apatis. Dia memutus kontak mata. Sedangkan aku memilih untuk menundukkan kepala.

"Sudah berapa lama ibu menjalin kasih?" Akhirnya aku bisa membuka suara diantara kerongkongan ku yang tercekat. Kendati lirih, setidaknya aku bisa mengajukan pertanyaan yang serasa menjanggal sekali sebelum aku tidak dapat tidur semalaman hanya karena aku menundanya.

Kulihat ibu menarik napas, sementara aku menahan napas menanti jawabannya yang mungkin akan menghantam jantungku-lagi.

"Satu tahun," jawab ibu riang.

What?!

Ibu pasti bergurau.

"Dan kami akan menikah, Sayang. Satu tahun adalah waktu yang cukup lama untuk perkenalan. Dan kami menemukan kecocokan."

Apalagi ini?!

Ibu pasti sudah gila.

Aku ternganga hebat pun dengan manikku yang membelalak. Bagaimana—bagaimana bisa ibu membuat keputusan sepihak begitu sementara dia memiliki seorang putri yang tidak tahu apapun tentang kabar ini.

"Ibu," nadaku terdengar mengeluh. Aku menjilat sudut bibir sejenak, "Ke-kenapa tiba-tiba? Ibu tidak memberitahu ku sebelumnya," protes ku.

"Maafkan ibu, Sayang. Ini mendadak sekali untukmu. Tapi kami sudah berjanji sebelumnya."

"Kapan ibu akan menikah?" Aku mengepalkan tangan dalam pangkuan. Menanti jawaban ibu lagi, yang mungkin akan membunuhku.

"Besok."

Sudah kuduga.

-seagulltii
21 Desember 2019

Aku revisi dan tulis ulang semua part yang pernah dipublish di Young Daddy. Mungkin berbeda sama ver sebelumnya yang amburadul:"v wkwkwkwk.
Aku pake bahasa yang gampang dan enak dibaca aja. Semoga suka♡

 Semoga suka♡

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.
Young Daddy; Jjk ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon