first kiss

37.1K 2.9K 345
                                    

Ibu bilang, sudah saatnya aku merasakan kasih sayang seorang ayah setelah sekian lamanya kasih sayang itu tidak pernah terasa dalam dada.

Memang, aku merindukan itu semua. Merindukan sesosok ayah yang hebat dan dapat memberikan perlindungan mutlak kepada kami.

Namun, bukan ini yang aku rindukan. Bukan ini yang aku inginkan.

Memiliki ayah muda dengan rentang umur yang tidak terlalu jauh dengan usiaku. Aku memang mempercayai pepatah yang mengatakan cinta tidak memandang usia.

Tapi, haruskah ibu menikahi lelaki muda sepertinya? Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibu. Menerima dengan lapang dada semuanya jelas adalah opsi terburuk yang pernah aku lakukan seumur hidup. Tapi bagian yang paling buruknya, aku justru menggagalkan semua dan membuat binar mata ibu redup.

Tidak. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.

Maka, aku hanya diam selama prosesi pernikahan berlangsung. Meneguk singkat jus jambu biji—ah, ya, aku memang tidak diperbolehkan meminum minuman yang mengandung alkohol. Menyendiri dibagian pojokan sembari menatap lurus subjek di depan sana yang tengah berbahagia.

Ibu dan lelaki itu—

Jeon Jungkook.

Aku menarik napas dalam-dalam seraya mengeratkan pegangan ku pada gelas. Setelah ini semua, maka marga ku akan berganti menjadi Jeon. Aku tidak pernah membayangkan ini semua.

Bibir bawahku digigit kuat guna menahan tangis. Sebab, bagiku ini terlalu cepat. Aku belum bisa menerima ini semua. Melepas bayangan ayah yang hadir di memori ku dan mencoba menggantikannya dengan yang baru sebab telah usang. Aku belum bisa melakukan itu.

Ayah adalah segala-galanya. Pahlawan dalam keluarga kami. Kepergiannya masih membekas dalam ingatan, dan aku bahkan merasakan energi kehadirannya di setiap sisi-sisiku berdiri. Aku dapat merasakan kasih sayangnya yang terus mengalir kendati tidak kasat mata.

Helaan napas lagi-lagi menguar dari belah bibirku. Berbeda dengan ibu, binar mataku tidak secerah sebelumnya. Pada acara ini semua orang terlihat bahagia, namun aku memberikan ekspresi yang berbeda di setiap sudut wajahku yang kontras sekali dilihat orang-orang.

"Ji, kau tidak bahagia?"

Suara Jieun menyentakkan ku dalam lamunan. Aku mengerjap cepat, mengalihkan atensi menatap wajahnya yang kelewat dekat.

"Kau terlalu dekat," ujarku sinis sembari mendorong keningnya dengan jemari telunjukku.

Kulihat Jieun mengerucutkan bibir, lantas ikut mendudukkan diri dihadapan ku. Melipat lengan dengan kepala dimiringkan tanpa melepaskan pandangannya.

"Apa yang kau lihat?" tanyaku sengit sebab merasa tidak nyaman dengan sorotan itu.

Jieun mematri senyum tipis yang bermakna, "Kau terlihat berbeda hari ini."

"Berbeda?" Sebelah alisku terangkat tidak mengerti.

"Ya," dia mengangguk. "Semuanya. Mulai dari sikapmu, ekspresimu, dan ... cara bicaramu. Ah!" Jieun menjentikkan jari dengan riang seolah baru saja mengingat sesuatu yang paling berarti dalam hidupnya. "Dan juga nada bicaramu," tambahnya.

Aku hanya merotasikan bola mata malas tanpa berniat meladeninya berbicara. Konversasi ini terlalu membosankan. Pun atmosfir yang terasa tidak begitu mendukung sekali untuk ku.

Dan sialnya—

Kapan acara ini akan berakhir?

Aku sudah muak.

...

Aku memutuskan untuk kembali ke kamar sebelum acara usai. Persetan dengan pandangan seluruh tamu padaku, aku memilih untuk tidak peduli dengan mereka. Semua yang kulakukan tidak ada hubungannya dengan mereka semua.

Young Daddy; Jjk ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang