Karin berusaha keras memperhatikan guru didepannya yang tak lain adalah guru sejarahnya Ibu Ros, di masa depan ia terlihat sudah tua di usianya yang sudah mencapai setengah abad, namun yang Karin temukan di masa lalu ia tampak sepuluh tahun lebih muda dan lebih segar, penuh semangat seperti biasanya saat mengajar.
Sekalipun guru di hadapannya ini tampak terlihat lebih muda dan bersemangat tetap saja Karin selalu mengantuk pada jam pelajarannya. Mengapa harus menempatkan pelajaran sejarah pada jam kelima, Karin tidak tahu apakah pelajaran selanjutnya dapat ia lalui tanpa kantuk atau tidak.
"itu tugas untuk minggu depan, manfaatkan perpus dan jangan coba-coba tidak mengerjakan tugas hei kalian manusia purba." Ucap Ibu Ros yang langsung keluar kelas.
Karin menghembuskan napas lega.
"hey Karin! ayo cari buku untuk tugas, nanti kita kehabisan." Ucap Laila teman sebangku Karin di kelas 2.4.
Karin pun mengiyakan dan langsung bangkit meski matanya ingin sekali terpejam. Ia berjalan beriringan dengan Laila, bahkan Karin tahu letak perpustakaan.
"loh? Kamu sudah tahu perpus kita?' tanya Laila.
Karin teringat sesuatu, ia anak baru bagaimana menjelaskan pada Laila bahwa ia sudah tahu letak perpustakaan.
"um... kemarin aku berkeliling sekolah ini dengan saudaraku, ia pernah sekolah disini sebelumnya." Ucap Karin mencoba meyakinkan.
Karin membuka sepatu dan menyimpannya di rak, Karin juga mengisi absen sebelum masuk ke dalam perpus.
"wah sepertnya saudaramu rajin keperpus ya sampai ia menjelaskannya serinci itu, bahkan sepertinya kamu mengingatnya dengan baik." Ucap Laila.
Karin mencoba tersenyum meskipun canggung ia tetap mengiyakan. Karin pun menuju meja penjaga perpustakaan. Tunggu, mana computer tipis layar sentuh untuk mencari buku super cepat itu?
"cari apa dek?" tanya sang penjaga perpus.
Tunggu, di mana kang Hapi? Karin menatap heran sang penjaga perpus yang sama sekali tidak di kenalnya itu.
Ah! Karin lupa, di tahun ini mana ada komputer itu? Bahkan pada tahun ini komputer masih setebal televisi tabung, dan kang Hapi, ia jelas masih mahasiswa di tahun ini.
"hmm... saya sedang cari buku sejarah bu." Ucap Karin.
"oh coba cari di rak sejarah" ucap penjaga itu.
Karin mengangguk, dan akhirnya menuju bagian rak yang ditunjuk oleh penjaga perpus tadi. Tapi ia tergoda untuk melihat rak bagian sastra, Karin pun melihat lihat novel pada rak itu.
Karin membulatkan matanya, "sedikit sekali, di masa depan perpus penuh dijejali dengan novel-novel terbaru, apakah pustakawan disini terlalu malas untuk membeli novel? Pantas saja perpusnya sepi." Gerutu Karin.
Sesaat Karin tak sengaja melihat seseorang di ujung rak sedang membaca sebuah buku putih pada rak ilmu pengetahuan murni, itu anak laki-laki yang menatapnya sewaktu daftar sekolah, buku apa yang ia baca?
Karin mencoba mendekati anak itu, namun belum sempat Karin menyapanya anak itu memasukan kembali buku itu ke rak dan pergi ke rak yang lain. Karin menatap kepergiannya, ingin sekali Karin menyusulnya namun Karin lebih tertarik dengan apa yang anak itu baca tadi.
Karin pun mengambil buku putih yang agak tebal itu.
"Kalkulus?" Karin bertanya-tanya.
Di usianya yang menginjak bangku SMA ia sama sekali tidak tertarik membaca buku seperti itu ditambah lagi buku seperti itu pasti menggunakan kata kata yang sulit untuk dimengerti, otaknya tak sampai untuk menggapai kata-kata pada buku itu.
YOU ARE READING
Potret
Teen Fiction"suatu hari nanti kita akan bertemu, entah aku dengan reinkarnasimu atau bertemu dengan masa depanmu. Yang jelas, aku menunggu itu." -Karin Arkanaya "Hay Karin, hari ini aku kembali mencarimu, mencari-cari barangkali ada kenangan tertinggal dalam o...