PROLOG

17.6K 833 38
                                        

         Selama empat tahun, enam belas musim terlewati. Hubungan Jeno yang kini telah diangkat menjadi Raja Jeoseon dengan Jaemin yang menjadi kepala daerah tak langsung di Halgwa belum mengalami kemajuan sama sekali. Terlebih tepat saat dua tahun mereka memutuskan untuk saling berjauhan, Jaemin setuju membiarkan pemerintahan Jeno turun tangan pada masyarakat Halgwa dan mengubah kerajaan kecil itu menjadi otoritas Jeoseon, dengan syarat Jeno tidak perlu menemuinya. Dan Jeno mengabulkannya, setidaknya ia masih bisa menyimpan beberapa orang untuk berada mengawasi Na Jaemin.

       Jaemin sempat pula menolak, namun melihat kondisi dimana ia juga belum begitu siap untuk mengurus otoritas kerajaannya sendiri, ia menyerahkannya dengan syarat demikian. Kini Halgwa bukanlah kerajaan kecil yang beridri sendiri, melainkan sebuah daerah nan jauh berada dibawah Jeoseon.
Dibalik hubungan yang rumit itu, diam-diam Jaemin selalu pergi ke danau tempat terakhir mereka bertemu kala rasa jenuh atau rasa rindu itu datang. Haechan mengetahui apa yang dilakukan Jaemin, namun ia memilih untuk diam tak berkomentar. Tak jauh berbeda dari Jaemin, Jeno juga selalu pergi ke taman yang berada di paviliunnya dahulu kala. Keduanya hanya bisa memendam rasa.

      
       Keduanya hanya bisa memutar memori kenangan mereka bersama tanpa ada keinginan untuk bersatu kembali. Lebih tepatnya Jaemin yang belum bisa untuk memutuskan egonya dan Jeno yang memilih menghargai keputusan Jaemin tanpa ingin merusak hubungan mereka lebih jauh.
-
-
-

Sebulan setelah kematian kedua orang tua Jaemin...

       Jaemin belum diangkat menjadi raja baru Halgwa, tepatnya masih merasa belum cukup ilmu walau para tetua sudah memaksanya agar pengangkatan segera dilakukan. Ada satu hal yang masih mengganggunya, pamannya. Pamannya atau Chanyeol belum menunjukan batang hidungnya setelah upacara pembakaran itu.

       Jaemin yang saat itu tengah melakukan tugasnya terkejut ketika para dayang memberi tahu bahwa Chanyeol hendak menemuinya. Sempat terbesit dalam akalnya bahwa pria itu akan menusuknya kembali dengan kata-katanya, tetapi ia salah saat melihat pria itu menunduk dalam menyesal.

      “Maafkan aku, kau kehilangan banyak orang yang berharga lebih dariku.”

        Jaemin terenyuh, ia berterima kasih kepada Chanyeol karena disaat ini kata itulah yang selalu membuatnya tegar dan berusaha kuat. Chanyeol menarik Jaemin kedalam pelukannya erat. Tangis Jaemin pecah karena ia merindukan pamannya tersebut.

        “Paman juga, kau kehilangan Baekhyun hyung, aku meminta maaf atas hal itu,” sesal Jaemin.

       Chanyeol menggeleng, tangannya tak berhenti mengelus punggung Jaemin yang bergetar karena menangis. “Itu bukan salahmu, maafkan aku karena menuduhmu. Aku sadar bahwa ini bukan salah kita semua, maka dari itu aku lebih suka untuk mengakhiri kesedihanku, kau juga harus begitu, Nana-ya.”

      Jaemin tidak bisa, ia bahkan masih selalu memimpikan kedua orang tuanya, terkadang Baekhyun atau Jeno. Hingga menurutnya sulit untuk melangkah kedepan. Karena ia belum bisa melepaskannya.
   
      “Aku tidak ingin melupakan mereka, maka dari itu sulit bagiku untuk melangkah.”

      “Dengar, mereka kini sudah berada diatas langit sana, mereka mengawasimu, jangan biarkan kepergian mereka untuk kebahagiaanmu sia-sia, pengorbanan mereka agar melihatmu bahagia, walau itu harus dengan mengorbankan nyawa mereka sendiri.”

      Bahkan itu hanya semakin menyulitkan Jaemin untuk melangkah, ia tidak ingin kebahagiaannya hanya menjadi beban untuk semua orang. Maka dari itu ia sangat menyesal dengan apa yang telah terjadi. Seandainya saat itu, ia tidaklah egois, bodoh, dan labil, mungkin keadaannya tidak sama.

 [C] The Final - Nomin [PDF]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora