lima

170 32 7
                                    

"Beristirahatlah selama 15 menit sebelum kita melanjutkan kegiatan kembali!" seru panitia yang bertugas pada hari itu.

Dodo meletakkan kardus berisi surat dan hadiah dari mahasiswa-mahasiswa baru itu di dekat barang-barangnya, kemudian ia berjalan ke arah Yeojoo yang telah duduk di tengah lapangan untuk menyantap makan siangnya. Ia dikelilingi teman-temannya, tertawa dengan mereka dan berbincang entah membahas apa.

Mungkin tatapan Dodo begitu menyeramkan, mungkin aura yang ia keluarkan begitu gelap dan mencekam, mungkin ia berjalan begitu kasar dan menghentakkan kakinya pada rumput yang tak berdosa hingga membuat teman-teman Dodo yang melihatnya berjalan ke arah mereka mulai berhenti berbicara.

"Yeojoo, ada Kak Dodo," gumam salah satu mahasiswi yang hanya menatap Yeojoo dengan mata penuh ketakutan.

Yeojoo menoleh ke belakang, seketika pula bertatapan dengan lutut Dodo.

"Yoo Yeojoo," panggil Dodo, "aku ingin berbicara denganmu,"

Yeojoo kembali fokus pada makanannya, tidak mengindahkan ucapan Dodo. "Kalau Kak Dodo ingin sekali berbicara padaku, bukankah lebih baik kita berbicara di sini?"

"Empat mata, Yeojoo,"

Yeojoo menghela napas. "Aku sedang makan, tolong jangan ganggu aku."

"Yoo Yeojoo."

"Baiklah! Baiklah, aku akan menurutimu, cerewet!" Yeojoo menutup tempat makannya, membantingnya dan beranjak.

Ia berjalan cepat, tak peduli akan tatapan teman-temannya dan tak peduli untuk menunggu Dodo untuk menyusulnya. Lagipula, kaki Dodo lebih panjang daripada Yeojoo, tentu ia dapat menyusulnya tanpa bersusah payah.

Yeojoo berhenti di sebelah bangunan kamar mandi yang sepi. Tak ada orang di sana, hanya pohon-pohon rindang yang akan mendengar obrolan mereka yang Yeojoo tak inginkan. Ia tidak tahu apa yang Dodo ingin bicarakan dengannya, apakah sebuah hal yang penting, seperti bagaimana ia menyesali tindakannya selama ini? Ataukah ia hanya akan kembali dan menghancurkan Yeojoo hingga gadis itu menjadi serpihan debu?

"Kak Dodo, berjalanlah lebih cepat sedikit. Waktu istirahat hanya 15 menit—"

"Tutup mulutmu." Dodo mendorong Yeojoo hingga punggung mahasiswi mungil itu menyentuh dinding dengan bunyi keras.

Ia meringis kesakitan, ingin melawan Dodo yang berani menyerangnya secara fisik. "Tidak bisakah kau memperlakukanku dengan lebih lembut?! Tulangku bisa remuk!"

Kedua tangan Dodo akhirnya diletakkan di dinding pula, mengurung kepala Yeojoo. Dodo merendahkan tubuhnya agar wajahnya sejajar dengan Yeojoo, kemudian menatapnya dengan tajam, dengan gelap. Bila Yeojoo cukup peka dengan keadaan ini, tentu ia akan tahu bahwa Dodo sedang murka.

"Apakah kau sudah puas?" tanya Dodo, suaranya rendah dan pelan, hampir berbisik, "apakah kau sudah puas untuk melawanku?"

Yeojoo menelan ludahnya, menarik bibirnya hingga membentuk garis tipis. Dodo tampak sangat tenang, bagai air laut yang tak berombak—ia menyimpan amarah yang amat mendalam.

"Mengapa kau tidak memberikan surat padaku?"

Yeojoo menatap Dodo, membiarkan keheningan berada di antara mereka. Ia tidak ragu, ia tak pernah ragu sedikit pun. Bila perbincangan empat mata ini hanya membahas mengenai masalah tersebut, untuk apa Yeojoo merasa gentar?

"Apakah kau begitu menginginkannya?" balas Yeojoo.

"Bukankah sudah jelas, kemarin panitia lainnya telah mengatakan bahwa kalian, mahasiswa baru, termasuk kau, wajib memberikan seluruh panitia sebuah surat atau hadiah?"

rivalover ; c.hw + y.khWhere stories live. Discover now