Part 10

3.3K 497 9
                                    

Gosip dan omongan miring tentang Bimo mereda. Tidak seratus persen menghilang tapi lumayan tenang dibandingkan dengan keriuhan yang muncul setelah konfliknya di bangku populer.

Bimo kembali hidup di dalam gelembungnya dan berusaha tidak menyenggol siapa-siapa setiap hari. Beberapa kali, Bimo bersirobok dengan Loveyna. Cewek aneh itu selalu melempar sinyal kecil atau lambaian tangan yang dibalas Bimo dengan dengusan.

"Aku ingin berteman denganmu karena kamu tidak mungkin jatuh cinta kepadaku."

Dasar cewek aneh, pikir Bimo. Bimo yakin ada yang salah dengan kepala Loveyna. Mungkin ada satu dua sekrup yang hilang. Cewek itu bisa-bisanya mengucapkan hal absurd seenteng itu.

Ada kalimat-kalimat dan asumsi implisit yang tidak dikatakan Loveyna tentang Bimo. Imajinasi liar Bimo mulai menerka-nerka. Pertama, mungkin maksudnya Bimo tidak satu level dengan Loveyna. Jangan sampai Bimo kurang ajar mencoba cinta-cintaan dengan dia, semacam peringatan bahwa Bimo tidak layak. Yang kedua, Loveyna secara tidak langsung mengulang omongan teman-temannya. Dia mengira Bimo... gay.

Sedetik setelah kalimat itu keluar dari mulut Loveyna, Bimo ingin sekali menjambak rambut Loveyna sampai rontok. Untung saja, Bimo bisa menahan diri.

Bimo marah.

Sekaligus tertarik.

Bimo pasti buta kalau bilang Loveyna jelek. Loveyna memenuhi ceklis syarat-syarat untuk disebut cantik. Yang paling penting, dia tidak sekadar cantik. Ada magnet dalam dirinya yang membuat Bimo hampir terbujuk mengiyakan tawaran aneh Loveyna.

Bagi Bimo, Loveyna terlihat berbeda. Dia cewek paling orisinal yang pernah Bimo temui. Cewek itu bisa-bisanya menawarkan persahabatn seperti jualan cabai di pasar.

Loveyna mengucapkan kalimat konyol itu dengan cara yang memesona. Rambutnya sedikit bergelombang, mirip air laut dalam lukisan-lukisan Yunani kuno. Wajahnya sangat khas orang Indonesia. Ketika Loveyna berdekatan dengan Bimo, Bimo sempat lupa membuang napas. Meski sedang kesal, jantung Bimo terasa berdetak lebih cepat. Samar-samar wangi pelembut kain dari seragam Loveyna tercium.

Bimo ingin sekali mengalah, mengabulkan permintaan Loveyna. Tapi respon otomatis Bimo bekerja. Refleks, Bimo mundur melindungi dirinya. Segala macam alarm indera keenamnya berbunyi nyaring. Jangan mendekati masalah. Insting Bimo mengatakan berdekatan dengan Loveyna hanya akan membawa drama. Loveyna mirip pijar api. Dari jauh terlihat cantik, tetapi jika terlalu dekat akan membuat kulit melepuh.

Bimo tidak ingin masa-masa SMU-nya semakin rumit. Dia sudah pindah sekolah dan jangan sampai itu terulang lagi.

Bukannya Bimo tidak ingin punya sahabat. Bimo tetap makhluk sosial yang ingin tertawa-tawa membicarakan sinetron konyol kemarin malam. Dia iri dengan Loveyna yang kelihatannya senantiasa tersenyum dikelilingi sahabat populernya.

Setelahnya, Bimo ingat baik-buruknya memiliki sahabat. Sama seperti hubungan sosial lainnya, memulai bersahabat itu berarti siap membuka hati.

Rapuh.

Menjalin persahabatan itu menakutkan. Bimo harus menelanjangi dirinya, menunjukan rupa sejatinya. Segala macam kelebihan dan kekurangan terpampang. Harapan muncul. Ekspektasi tumbuh.

Berkaca dari pengalaman, Bimo tidak ingin menggantungkan harapan kepada orang lain. Bimo tidak siap kecewa. Biarlah Bimo sendirian. Bimo nyaman. Sendiri itu mandiri.

Anggap saja kesendirian adalah takdir Bimo. Wajar kalau Bimo kadang-kadang kesepian. Itu bukan masalah. Manusia tidak akan bisa mendapatkan semua yang diinginkannya.

"Ah, kepikiran lagi, kan." Tukas Bimo. "Enggak penting."

Kalau sudah sendu begini, Bimo mencari penghiburan lewat buku. Buat Bimo, buku bagus lebih membekas dibandingkan menonton film epik miliaran dolar atau suara musik. Bimo memutuskan untuk mampir ke toko buku saat pulang sekolah.

Lo Dan Mo Dan Segala KemungkinanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora