PAST

71.3K 6.7K 64
                                    

Dayu sudah mengalami banyak hal selama dia berada di kota ini, dan kebanyakan adalah hal yang tak menyenangkan. Tak ada hal bahagia yang bisa dia ingat. Kota ini tak terlalu ramah padanya. Pikiran pulang ke kampung halaman memang makin kuat dalam diri Dayu. Tak apa, dia bisa mati dengan tenang di kampung halamannya. Daripada di sini, dia khawatir mereka hanya akan membiarkannya saja.

Begitupun dengan ini. Tak ada lagi dalam pikiran Dayu bahwa akan datang hari ini. Sudah lama sekali dia membuang harapan untuk bertemu lelaki ini. Di dalam dekapan pria itu, Dayu menangis.

"Dayu," ujarnya khawatir.

Ini bukan pertemuan yang dia harapkan. Menemukan gambar wanita ini terunggah di laman sosial rumah mode terkenal harusnya bukan disambut dengan tangisan seperti ini. Dia begitu cantik di sana, berkuasa dan anggun. Kenapa dia menangis?

"Dayu? Hei," panggilnya lagi.

Dayu menarik dirinya dan menatap pria itu. Dia mengusap mata yang menghalanginya melihat dengan jelas. Lalu, desakan air mata itu menguat lagi dan dia tak bisa menghentikannya. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas lutut, diikuti pria itu. Dengan raut cemas, dia membenarkan rambut Dayu yang jatuh ke wajahnya, mengusap kepala wanita itu.

"Dayu, kamu kenapa?"

"Kenapa kamu baru datang?" tanya Dayu menggugu. "Kenapa lama sekali?" tanyanya.

"Dayu," dipeluknya lagi Dayu untuk diusapnya punggung wanita itu. "Apa yang terjadi?" gumamnya.

"Kenapa lama sekali?" tanya Dayu lagi.

"Sst, sudah," bujuknya pelan. "Hei, sudah, tenanglah." dia menarik tubuh Dayu lalu menggeleng. "Dayu," dia tersenyum.

"Kenapa lama sekali, Halim?"


Mereka duduk bersisian di sebuah taman menghadap langit yang berubah menjadi gelap perlahan. Dia mengenggam tangan Dayu yang masih bergetar meski tak sehebat tadi.

"Dayu, aku nggak percaya ini! Aku nggak percaya kamu masih disini." ujarnya pelan. "Hei, kamu kenapa diam aja dari tadi?"

"Bagaimana bisa kamu ketemu aku?"

"Ada foto kamu di instagram mereka, jadi aku langsung ke butik itu. Beneran, cuma nguji keberuntungan aku aja ke sana. Nggak percaya kamu ada di sana! Dayu, maaf." katanya.

"Halim," Dayu menggeleng. "Kenapa ini terjadi?"

Halim mengerutkan dahinya. "Bagus dong! Oh, aku sampai lupa bilang selamat ke kamu! Kamu cantik banget di foto itu! Kamu kerja di sana? Kamu tinggal dimana sekarang?"

Dayu menghela nafasnya. "Ini tidak bagus, Lim. Ini menyakitkan!"

"Kenapa, Dayu? Kamu daritadi bicara apa, sih? Aku nggak ngerti."

"Aku mau pulang ke kampung,"

"Kenapa?" Halim menguatkan genggamannya. "Kamu akan punya karir yang bagus, Yu. Percaya sama aku, kamu pasti akan ditawari pekerjaan ini lagi. Kamu akan jadi model!" Halim bersemangat. "Gimana ceritanya kamu bisa difoto sama mereka?"

Dayu menggeleng. "Aku tidak mau. Aku mau pergi dari sini. Kamu harus tolong aku, Lim."

Kerutan di dahi Halim makin dalam. "Yu, kasih tahu alasan kenapa kamu mau pergi? Kamu kelihatan sangat baik-baik saja di sini." Halim menilik penampilan Dayu. Kemeja oversized dan celana katun longgar. Flat shoes hitam dan tas anyaman kecil yang manis.

"Aku tidak baik-baik saja, Lim. Aku di neraka!"

Halim mendesah. "Kamu kenapa?"

Dayu menarik tangannya untuk mengusap wajah. Menepis air yang sudah menggantung disudut matanya.

DAYA (PUBLISHED ON KK)Место, где живут истории. Откройте их для себя