[Speak Up] HUJAN

26 7 4
                                    

Saat ini sedang hujan.

Aku duduk di sebuah bangku panjang di depan warung. Di sebelah kiriku ada tas ranselku yang berwarna abu-abu. Di depanku, kupangku gitar yang terbalut jasnya yang mulai basah terciprat air hujan. Di sebelah kananku, ada segelas es rasa jambu yang kini tinggal es batunya saja yang mulai mencair. Di belakangku ada beberapa orang pedagang di sini yang dagangannya sudah ludes terjual.

Dari tadi hujannya fluktuatif. Kadang jadi deras, kadang juga jadi reda. Namun tidak berhenti. Kupikir, hal tersebut sama dengan semangat yang dimiliki manusia. Sebenarnya, semangatnya tidak pernah punah. Namun, ya begitu, fluktuatif. Seperti hujan saat ini.

Mataku melihat ke arah jalan beraspal yang kali ini sudah basah total. Kurasakan cipratan air hujan yang terasa menggelitik pipiku. Kuhirup udara hujan yang cukup memberikan relaksasi padaku setelah melewati hari ini. Namun, sepertinya ada yang merokok di sekitar sini, sebab baunya samar-samar terhirup olehku.

Ternyata di belakangku ada sepasang manusia yang entah siapa mereka. Aku tidak terlalu peduli tentang hal itu.

Yang kupedulikan saat ini, bagaimana caranya aku pulang?

Aku merutuki diri sendiri karena meninggalkan payung yang biasa aku bawa di rumah. Ih menyebalkan.

Namun, sudahlah.

Kuambil gelas di sebelahku, kemudian meminum es batu yang kini sudah bertransformasi menjadi air dingin.

Aku tidak merasa kedinginan. Aku justru merasa nyaman dengan udara dingin ini. Makanya, aku berani minum es saat ini. Menyejukkan kepala.

Sepertinya hujan mulai reda. Aku akan menunggu tiga menit lagi. Semoga sudah benar-benar reda.

Kulihat sekelompok orang mulai naik angkutan umum untuk pulang. Aku juga ingin pulang.

Dua menit lagi. Kuputuskan untuk mengunyah es batu. Dingin.

Semenit lagi. Aku diam.

Setelah tiga menit berlalu, kuputuskan untuk pulang, walaupun masih hujan.

Tasikmalaya, 9 Februari 2019

WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang