01

799 29 0
                                    

****
Sisa tenaga tersisa sedikit. Rosma mengulurkan tangannya di atas meja yang kemudian dijadikan bantal. Layar laptop dibiarkan menyala. Tangannya bergerak menutup mulut saat menguap. Lelah rasanya. Mengejar cita-cita ternyata bisa sesulit ini. Begadang.

Kedua kelopak matanya mulai menutup netra. Deru napasnya mulai halus. Namun, ia gagal mencapai mimpi indah saat bayangan masa depan muncul. Ia harus semangat mencapai mimpi. Gadis itu menegakkan punggungnya. Merenggangkan otot yang terasa kaku beberapa kali. Lalu, mengecek aplikasi WhatsApp terlebih dahulu. Dari puluhan daftar kontak di sana, hanya satu nama yang menarik perhatian Rosma: Bian Saputra.

Senyum gadis itu mengembang, hingga matanya yang sipit terlihat segaris saat menemukan kata 'online' di bawah nama pemuda itu. Penuh semangat, ia mengetikkan pesan untuk kekasihnya itu.

[Kok belum tidur?]

Langsung terdapat centang dua, meski belum berubah menjadi biru.

Rosma mengetukkan ujung pulpennya di atas meja kayu. Ia tengah menunggu balasan dari sang kekasih. Bahkan, mengabaikan tugasnya sekalipun, tidak apa.

Satu menit.

Tiga menit.

Lima menit.

Rosma menghela napas saat centang dua itu belum berubah warna. Sedikit kesal, ia meraih laptopnya, hendak melanjutkan tugas yang entah kapan akan selesai. Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh keyboard, benda pipih hitam itu berdering. Sekali. Dua kali.

[Kepikiran kamu terus nih]
[Kamu juga kenapa belum tidur?]

Rosma tersenyum malu. Perasaan nyaman dari dalam hatinya mulai merayap ke seluruh tubuh, memberikan kehangatan hingga ke kedua pipinya. Merona dia karena pemuda itu. Inilah sebabnya gadis itu enggan berpaling dari Bian.

[Makan ayam goreng skripsi] Rosma mengetikkan balasan dengan cepat.

"Udah selesai, Ros?"

Gadis bermata sipit itu tersentak, kemudian menoleh ke belakang tubuhnya. Di sana ada Salwa, si pecinta film India.

"Belum." Rosma menjawab diiringi senyuman malu. Seolah baru saja tertangkap berbuat mesum, padahal hanya diberikan gombalan manis dari sang kekasih.

"Terus kenapa nggak lanjutin tugas? Kok malah main HP?" Salwa menyipitkan mata, seolah ingin membaca pikiran Rosma.

"Bentar doang. Ini ada--"

Ting!

Belum sempat Rosma menjawab, sebuah notifikasi pesan dari Bian terdengar. Diabaikannya sahabat terlebih dahulu.

[Semangat ya, Sayang. Aku mau bobo dulu. Siapin muka seger buat ketemu kamu besok.]

Rosma semakin tersipu.

"Playboy cap kodok lagi?" Salwa menebak, dengan nada kesal.

"Ck! Dia pacar aku! Jangan ngatain kek gitu!" Rosma memekik setengah kesal.

"Astaga, Ros! Kamu kapan sadar, sih? Kamu itu cuman salah satu dari puluhan mainan si Bian. Dia nggak pernah serius sama cewek mana pun!" Salwa tidak berniat mematahkan cinta sang sahabat. Hanya saja, ia tidak ingin jika Rosma terlalu jauh dalam mencintai hingga nanti akan terluka begitu dalam.

"Terserah aja sih! Kamu diem aja. Toh kalau beneran dia Playboy, aku yang sakit hati, kan? Kamu ngga usah urus masalah yang satu ini!"

"Iya sih, tapi telingaku yang sakit kalau dengar kamu diselingkuhin lagi sama makhluk aneh itu." Salwa terus berusaha untuk meyakinkan Rosma agar segera ingin menghapus perasaannya untuk laki-laki yang tidak punya perasaan itu.

Teka-Teki CINTAWhere stories live. Discover now