Hati

26.1K 1.6K 58
                                    

Ini malam Minggu, Wicita menyesal seharusnya dia pergi dengan temannya saja nongkrong di Balcony. Tapi dia memilih pergi dengan Yonas, pacarnya selama 3 tahun ini. Yang ada sekarang Wici dan Yonas duduk manis di cafe Laguna dengan perasaan kesal, sebal, badmood karena jalanan yang macet dan kini mereka duduk dalam diam. Wici dengan ponsel di tangannya dan Yonas dengan ipadnya. Mereka duduk berhadapan tapi rasanya jarak mereka teramat jauh. Padahal mereka ada di dalam satu zona.

Wici melirik Yonas sekilas tapi tak ada tanda-tanda dia mau bicara, dia masih sibuk dengan game di depannya. Orang fikir mereka pasti pasangan aneh, datang bersama, duduk berhadapan, tapi tak saling bicara. Wici benar-benar menyesal memintanya untuk menghabiskan malam minggu bersama jika akhirnya seperti ini.

Wici tahu Yonas tak pernah mau jika diajak duduk bersama di sebuah cafe. Tapi Wici juga ingin seperti pasangan lain. Dan kali ini Wici sangat menyesal datang ke tempat ini. Bukan bahagia yang dirasa tapi sakit yang diam-diam menggerogoti hatinya perlahan ditiap detiknya. Wici berjanji dalam hati tak akan pernah meminta malam mingguan atau apapun lagi. Ini rasanya menyakitkan untuknya, 1jam dalam diam dan tak ada satupun kalimat keluar.

Wici menyesap coklat huzelnutnya pelan membuatkan tenggorokannya hangat agar hatinya ikut menghangat mencoba menyabarkan hati.

"Ayo pulang, udah malam." Ucap Wici akhirnya menyerah.

Yonas bangkit tanpa bicara menuju mobilnya, ada perasaan lega akhirnya dia bisa istirahat setelah tadi seharian lembur. Dia hanya ingin rebahan dan meluruskan badannya, jalanan malam Minggu membuatnya frustasi.

"Makasih, ati-ati pulangnya." Ucap Wici sesampainya mereka di rumah Wici.

"Ya sayang, oh ya besok aku nggak bisa ke sini. Temen kantor ngajak main, malemnya aku futsal."

"Ya." Jawab Wici dngan wajah datarnya. Dia sudah biasa dengan perlakuan seperti ini. Mencoba bertahan siapa tahu semua bisa berubah perlahan tapi ternyata nggak bisa.

Wici merebahkan tubuhnya kasar di atas kasur. Hatinya teramat lelah, dia tersenyum miris dan mendengus merasa konyol dengan semua ini. Mengingat kejadian 2 jam terakhir yang ada hanya kebodohan yang sia-sia.

Wiji mengusap wajahnya frustasi, air mata muncul di sudut matanyan Bukan tangis, hanya air mata di sudut matanya. Air matanya mungkin sudah habis ditelan waktu selama 3 tahun ini. Memiliki kekasih yang tak peka dan tak perhatian membuatnya semakin kuat dan tak gampang menangis meraung-raung.

Yonas memang kekasih yang setia, di hatinya hanya ada Wicita seorang. Karena menurutnya Wicita adalah orang yang paling memahaminya, tak banyak menuntut dan bisa menghiburnya saat dia sibuk dengan pekerjaannya.

Yonas melemaskan ototnya yang kaku karena seharian belum istirahat, untungnya Wici tak bawel saat dia diam dan memainkan gamenya untuk hiburan. Dirogohnya ponsel putihnya dari saku celana.

Aku udah sampai sayang

Tak ada balasan, Yonas tersenyum membayangkan Wici yang pasti sudah ketiduran.

Di tempatnya, Wici mengamati layar ponsel dan dengan kesalnya menaruh ponselnya di bawah bantal. Dia masih setia memeluk beruang coklat dengan perasaan sedih.

***

Masih sama seperti minggu-minggu yang lalu, Wici hanya berteman dengan laptop dan angka-angka. Diliriknya ponsel yang tergeletak di meja kerjanya, tak ada lampu menyala atau notif Line masuk di ponselnya. Wici kembali menghela nafas panjang, sejak semalam Yunas masih belum menghubunginya lagi. Wici merasa sebal bukan main, dia berdiri lalu menyambar tasnya. Dia ingin pergi kemanapun asal dia jadi happy dan nggak kepikiran Yonas terus. Bikin moodnya mendadak buruk padahal ini hari Minggu.

Hati Yang Tepat (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang