Hiraeth-15

3.8K 493 47
                                    

Renjun berjalan dengan tidak semangat menuju lokernya. Meskipun sekarang dia sudah tidak mendapat penindasan secara langsung oleh teman-temannya, tetap saja Renjun masih merasa risau memikirkan tentang ucapan Junkai beberapa waktu lalu.

Semakin lama, note kebencian yang tertempel pada lokernya semakin banyak. Renjun tidak tahu apa yang harus ia lakukan, jujur saja dia merasa sangat lelah, semuanya sangat memuakkan untuknya. Renjun tidak mungkin bercerita kepada kakaknya, ia tak mau semakin membebani Junkai dengan segala masalahnya.

Selama ini, dia selalu saja bergantung pada kakaknya dan dia tidak ingin hal itu terjadi terus menerus. Dia akan berusaha dengan usahanya sendiri kali ini.

Seperti biasanya, note itu masih tertempel di pintu loker Renjun dengan sangat rapi. Renjun tidak mau menanggapinya dia lebih memilih membuka lokernya dan segera mengambil sketchbooknya, disaat suasana hatinya buruk, Renjun selalu meluangkan waktunya untuk menggambar.

Saat dirinya membuka loker, ia bernapas lega. Sampah yang sudah beberapa hari ini mendekam di dalam lokernya sudah tidak ada. Tidak berhenti disitu, mata rubah Renjun menemukan sesuatu yang tampak berkilau yang terselip di antara bukunya. Tangannya memanjang untuk mengambilnya.

Takk

Kakinya melangkah mundur. Tangannya bergetar ketika mengetahui benda apa yang barusan dia pegang, sebuah cutter dengan darah yang sudah mengering di sana.

'A-apa a-aku di teror?'

Dengan tubuh yang masih bergetar, Renjun berlari menuju kelasnya. Di pertengahan jalan ia tak sengaja bertemu dengan Jeno dan pemuda itu mengajak Renjun untuk membicarakan sesuatu padanya.

Setidaknya Renjun bisa melupakan sedikit masalahnya karena Jeno. Dia memasang senyum lebarnya dan mengangguk menyetujui ajakan Jeno untuk bicara.

Ketika Jeno berjalan di depannya, Renjun melirik ke arah tangannya yang masih bergetar. Ia menutup matanya mencoba menenangkan diri, 'jangan sampai Jeno melihat keadaanku yang seperti ini.'

"Renjun," Renjun berjenggit dan langsung memasang senyumannya ketika Jeno menoleh kearahnya. Jeno menghentikan langkahnya tepat di depan aula dan menoleh sekali lagi ke arah Renjun.

















Kini keduanya memilih posisi nyaman di kursi aula. Sudah beberapa menit berjalan dan tidak ada yang memulai pembicaraan. Sampai akhirnya suara dengungan Jeno memecah suasana hening di antara keduanya.

"Ngg.. Renjun sebelumnya maaf karena dengan tiba-tiba mengajakmu kesini. Tapi ada sesuatu yang ingin ku bicarakan denganmu-"

Renjun menoleh pada Jeno, yang kebetulan duduk di sebelahnya. Dia dapat melihat Jeno yang beberapa kali menghela napas panjang.  "Sebenarnya ini memang tidak penting, tapi aku hanya ingin memastikannya saja. Jadi, apa kalian menjalin hubungan?"

Renjun tampak kebingungan dengan ucapan Jeno. Jeno yang paham, menghela napasnya sekali lagi, "Maksudku kau dan Jaemin... apa kalian berpacaran?"

Renjun terkekeh,  "Jadi itu yang ingin kau ingin bicarakan denganku?"

"Kemungkinan kau salah paham tentang aku dan Jaemin. Aku dan dia tidak berpacaran, kami hanya berteman. Itu saja," jelas Renjun

Jeno tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Rona merah muda jelas menghiasi wajahnya saat ini.

"Kenapa kau menanyai itu?" tanya Renjun

"T-tidak aku hanya ber-tanya kar-ena Jaemin adalah sahabatku, ya hanya itu." jawab Jeno gugup.

"Begitu." Renjun mengangguk. Tidak ada yang bersuara, baik itu Renjun maupun Jeno.

"Jen.. " tiba-tiba suara Renjun memecah keheningan. Jeno menoleh saat Renjun memanggil namanya, pandangan keduanya saling bertemu dan saat itu rasanya dada Renjun ingin meledak. Begitu pula dengan Jeno, entah dirinya mengakui atau tidak tapi jantungnya saat ini benar-benar hilang kendali.

[二]HIRAETH | Noren ft.Wang Junkai✔Where stories live. Discover now