Page II

3K 480 207
                                    

Pangeran Hwang, beserta puluhan pelayan dan beberapa pasukan berkuda dari Rithernum sampai ke tanah Dixiene dipagi hari— setelah menempuh empat belas hari penuh perjalanan.

Sesampainya mereka disana, Pangeran tersebut beberapa kali berdecak kagum; terhenyak mendapati pemandangan istana utama Dixi ternyata jauh lebih indah dari yang orang bicarakan. Bangunan istananya sangat mewah dan megah, ukurannya nyaris dua kali lipat lebih besar dari istana Rithernum. Cantik gemerlapan bagai dibangun dari bongkahan emas dan batu berlian.

Titik kekuasaan kerajaan ini di bangun diantara Samudera Pasifik dan Laut Mediterania. Terletak di tengah-tengah garis katulistiwa— membuat cuacanya selalu hangat, tanahnya subur, serta maritimnya penuh akan biota laut yang beragam.

Penduduk desa mulai beraktifitas sebelum fajar menyingsing, para nelayan satu per-satu berlabuh membawa hasil laut yang melimpah, sementara para petani membelah embun menuju ladang. Selain itu, akses utama melewati desa juga penuh sesak akan transaksi jual beli disepanjang jalan.

Seperti yang dikisahkan banyak orang, kerajaan ini benar-benar kerajaan yang makmur.

Di lain sisi, para pelayan pribadi dalam kerajaan Dixi sedang kelimpungan setengah mati. Raja memerintahkan mereka untuk membangun pagar-pagar kayu sebagai pembatas tanaman mawar dengan tanaman yang lain, agar ketika sang Putri bermain-main dan memetik bunga, jarinya tak sampai terluka terkena tanaman berduri itu.

"Putri, oh, Putri... Kami mohon berhentilah, jangan sampai jemarimu terluka..."

Jeongin terkikik geli mendengar betapa menyedihkan ucapan barusan, "Iris, aku hanya ingin memetik beberapa sebelum kalian memisahkan mawar-mawarku dariku. Tidak perlu panik, ya?"

Bagaimana tidak panik? Sang Royal Princess berjongkok di kebun dengan gaun sutra yang menjuntai mengenai tanah, sepatu yang ia pakai basah karena lumpur. Kulit cantiknya yang seputih salju juga kotor akibat tanah dan debu disana sini. Jika Raja melihat, jantung beliau pasti meloncat keluar melihat betapa berantakan penampilan Putri kesayangannya.

"Kalau begitu, Putri, biarkan kami yang mengambilkan beberapa untukmu... Kami mohon, Putri tidak perlu berjongkok seperti itu, nanti kulitmu terluka karena durinya..."

Mengandalkan insting dan pendengaran, Jeongin melengok pada salah satu pelayan yang mengerubunginya, mengulurkan tangan sambil tersenyum jahil, ia berkata, "Eh? Kulitku memang agak sakit disini. Sepertinya terluka, apa berdarah?"

Sukses saja ucapan itu membuat para pelayan lebih panik dari sebelumnya.

"Putri terluka? Oh, tidak... Lorrene, cepat ambilkan perban! Bagaimana kalau mawarnya beracun? Putri akan kesakitan dan... dan jatuh sakit, Dewa ampuni kami... Raja akan kecewa..."

Tanpa bisa ia tahan lagi, Putri Yang tergelak lepas sampai terjungkal dan terduduk dengan bokong persis menuju tanah. Gaun putih gading yang ia kenakan praktis terlihat jauh lebih mengenaskan, "Mawar beracun... Ahahahaha... Terra, kau ada-ada saja, aku hanya— Ahahahaha..."

"Princess!" Bukan pada tawa sang Putri fokus Terra kini berada, melainkan membantu tubuh mungil itu bangkit untuk berdiri kembali. Segera, dua orang pelayan lain berbondong-bondong menepuk gaun Jeongin dan mengelap sepatunya.

"Ada apa ini? Kenapa ribut sekali?"

Ratu Yang mengenal persis bagaimana suara gelak tawa anaknya.

Kala beliau turun ke taman, disuguhi pemandangan sang Putri bersama beberapa pelayan pribadi yang terlihat panik—serta bagaimana Putri cantiknya berpenampilan sekarang— agaknya Ratu tidak perlu menanyakan lebih lanjut kehebohan apa yang sedang terjadi.

The Royal PrincessWhere stories live. Discover now