~bagian 1~

1 0 0
                                    


Hari ini, aku mengikuti ujian penerimaan anggota baru LPM Suara Kampus. Sebuah UKM paling bergengsi di kampusku. Konon katanya, Suara Kampus pernah menjadi rujukan informasi di Kota Padang setelah beberapa surat kabar dibredel pemerintah masa itu. 

Aku memiliki masalah dalam berkomunikasi verbal. Oleh karena itu, aku ingin belajar menulis untuk bisa menyampaikan isi kepala lewat tulisan. Aku biasa menulis cerpen, puisi, esay, dan beberapa naskah novel, tapi sayangnya belum pernah dipublikasikan. Hanya orang-orang terdekat yang dapat menikmati karya-karyaku yang master piece itu. Jadi ya, aku memutuskan untuk menjadi anggota LPM ini, agar aku tahu apakah benar aku berbakat menjadi penulis atau tidak.

Serangkaian ujian telah terlewati. Ujian tertulis menjawab pertanyaan seputar kampus dan ilmu umum. Aku mendapat skor yang lumayan, padahal aku tidak mempersiapkan apapun untuk ujian itu. Dan hasilnya aku dapat tiket melanjutkan ujian wawancara.

Namanya Fahri Fahizi, senior yang mulai mempertanyakan kesungguhanku bergabung dengannya. Aku tahu dia berusaha membaca isi pikiranku yang dia simpulkan bahwa aku adalah orang yang egois, tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki loyalitas. Aku tidak membantah poin terakhir. Aku memang bukan orang yang akan tunduk kepada seseorang atau sesuatu yang tidak sesuai dengan nuraniku. Bagiku, loyalitas tanpa kesadaran itu melenakan.   

Aku terus bersabar mendengarkan sesekali menjawab ocehannya, sekalipun itu tidak termasuk ke dalam konteks wawancara yang sebenarnya. Entah itu betul atau tidak, dia tidak protes. Jadi, aku manut saja, Seperti orang tahu. Endingya, dia memutuskan aku lulus bersyarat. Dengan syarat membuat sebuah artikel dengan salah satu narasumbernya wakil rektor II.

 Ya salam, aku bisa menulis, tapi dapat nilai merah untuk berbicara.


Tapan, 2019.4.3

Love,

Dimm yang super manis.

Bukan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang