Lima

350K 15.1K 499
                                    


Gigi menggeliat, lalu mengerang saat rasa pusing dan cahaya matahari menyerangnya tanpa ampun. Memejamkan mata, dia terdiam selama beberapa detik dan tanpa sengaja kembali jatuh tertidur.

Suara berisik kembali membangunkan Gigi, dia menggeliat dengan malas-malasan. Pusing di kepala masih dirasakan, ditambah lagi sekarang dia merasa mual. Rasa mual semakin menjadi, Gigi bangkit dan langsung berlari ke kamar mandi.

Setelah memuntahkan semua isi di perut, Gigi baru merasa sedikit baikkan. Dia duduk termenung di samping kloset, lalu seakan tersadar akan sesuatu Gigi bangkit dan keluar kamar mandi.

Mulut Gigi menganga melihat jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Dia bergegas keluar kamar, berputar mencari keberadaan Haga. Tak menemukan Haga di seluruh ruangan, kecuali kamar Haga yang memang belum di periksanya, Gigi keluar rumah, dia menghela napas lega begitu mobil Haga masih terparkir di halaman.

Gigi kembali memasuki rumah, dia memijat kening sembari berpikir, apa dia harus memeriksa kamar Haga atau tidak. Akhirnya Gigi memutuskan mengintip kamar lelaki itu, siapa tahu sang empunya sudah tidak ada dan meninggalkannya karena marah, tapi kalau ada Gigi sangat berharap Haga masih tertidur.

Bergerak dengan perlahan, Gigi membuka pintu kamar Haga dengan pelan. Dia menjulurkan kepala ke dalam kamar, matanya memindai seisi ruangan. Gigi menghela napas lega begitu melihat tangan Haga terjuntai ke bawah.

Menutup pintu, dia mengelus dada. Merasa luar biasa lega.

Gigi kembali ke kamar, dia mandi dengan cepat. Membuat makan siang dan menenggak obat sakit kepala. Kepalanya masih sangat pusing, kemungkinan besar dia sangat mabuk semalam. Gigi membanting gelas ke atas meja, matanya melotot, lalu dia menepuk dahi. Teringat jika dia mabuk berarti Haga yang membawanya pulang.

Berdiri, Gigi bergerak gelisah. Dia mengacak rambut, mencoba mengingat kejadian semalam. Namun, nihil tidak ada ingatan yang menghampiri kepalanya. Gigi masih mengingat saat dia pindah meja untuk mencari minuman lain, hanya sebatas itu saja, selebihnya dia tidak mengingat apa pun.

Menggigiti kuku di tangan, pergerakan Gigi tiba-tiba terhenti saat dia mengingat Haga belum bangun, itu berarti lelaki lebih mabuk dari pada dirinya kan?

"Yess!" Gigi bersorak, dia kembali duduk dan menyesap kopinya dengan tenang.

Dia tidak bisa mengingat siapa yang mengantar mereka sampai kemari, kemungkinan besar sopir hotel. Siapa pun itu yang terpenting sekarang bagaimana caranya Gigi bersikap biasa-biasa saja di hadapan Haga. Bersikap layaknya dia yang membawa lelaki itu pulang dalam keadaan mabuk berat. Gigi mengangguk-anggukkan kepala dengan senyum di bibir.

Lima belas menit kemudian, Haga keluar dari kamar. "Selamat siang, Pak." Gigi bangkit, dia tersenyum melihat Haga yang berdiri lima langkah di hadapannya. "Saya sudah siapkan kopi, roti dan obat sakit kepala untuk Bapak." Gigi tetap menampilkan senyum manis meski dalam hati sedikit waswas melihat sebelah alis Haga terangkat.

"Pagi." Gigi menghela napas dengan tak kentara saat Haga mengambil tempat duduk di hadapannya. "Bagaimana semalam-"

"Ah... semalam Bapak mabuk berat, tak sadarkan diri saat masih di tempat acara. Beruntung saya di bantu staf hotel Azura untuk membawa Bapak ke mobil." Gigi memotong perkataan Haga. Dia menatap sang bos, agar lelaki itu percaya dengan apa yang baru saja dia katakan.

"Benarkah?" Haga tersenyum, dia menatap Gigi dengan pandangan geli. Bisa-bisanya Gigi menuduhnya mabuk, sedangkan dia yang harus repot semalam menghadapi gadis itu.

"Tentu saja." Gigi mengangguk. "Ini obat Bapak, sebaiknya segera di minum agar pusing segera menghilang." Gigi mendorong tablet berbungkus merah yang langsung di terima Haga.

Haga & Gigi Where stories live. Discover now