Parkiran Fisip

112 23 32
                                    

Setelah ditinggal Tasha dan Joni, Tyas nggak punya pilihan lain selain terjebak bersama Teryl.

Sekarang mereka udah duduk di meja pojokan yang untuk dua orang, karena meja mereka sebelumnya udah ada yang nempatin. Lagipula kalo mereka tetap duduk di meja untuk berempat padahal cuma berdua bisa-bisa mereka dikutuk sama orang sekitar.

"Nanti pulangnya naik apa?" ucapan Teryl memecah keheningan yang terjadi dari 10 menit yang lalu.

Tyas mengerjap, ia berhenti meminum jusnya karena baru ingat dia belum menghubungi ojek pribadinya. "Naik ojek," jawabnya singkat lalu langsung membuka aplikasi chat di hp.

[Tyas]
please rescue me
lo dimana sayangku
beb
beb
oy

[Adoy]
bau bau mau nyusahin nih kalo pake please please
sama sayang sayang
di kosan kenapa

[Tyas]
tolong jemput gue:(
sekarang:(

[Adoy]
kan
katanya pulang ama tasha?
napa lu? nembus?

[Tyas]
nggaaa
udah buruan dah doy
jemput sekarang

[Adoy]
iyee

[Tyas]
sekarang doy
sEKARANG
oiya
gue di fisip
DOY

[Adoy]
IYEEEE sabar dong masa gw koloran doang
lu di fisip?
otw

"Ojeknya udah otw nih," Tyas berhenti bicara sebentar, bingung harus berpamitan dengan cara apa. "Gue duluan ya..." lanjutnya lalu tersenyum sambil melambaikan tangan secara kaku.

"Itu minumnya gak diabisin dulu?"

Tyas yang udah setengah beranjak dari bangkunya jadi duduk lagi dan menghabiskan cairan berwarna oranye di gelas belingnya. Teryl juga langsung meneguk habis teh tawar hangatnya—yang sebenarnya masih panas—dan ikut berdiri. "Ayo, bareng aja ke depannya."


-


"Kalo lo mau balik duluan, duluan aja gapapa. Ini ojeknya emang suka lama," ucap Tyas ke Teryl yang sedari tadi ikut berdiri menemaninya di depan gerbang fisip.

"Gapapa, gue tungguin aja sampe ojeknya dateng."

Tyas hanya bergumam dan mengangguk kecil lalu kembali menendang-nendang batu kerikil di jalan. Ia bingung mau ngomong apa lagi karena Teryl juga nggak berusaha nyari topik, ditambah obrolannya terasa canggung karena Tyas sebenarnya bingung harus pake gue, saya atau aku. Dari tadi pake gue-lo sama Teryl nggak tau kenapa rasanya aneh. Mau ganti saya takut kaku banget. Apalagi aku, Tyas suka geli kalo ngomong aku ke cowok selain buat candaan atau ngomong ke adek-adeknya, katanya kayak orang lagi pdkt.

"Eh?" Teryl nyeletuk dengan nada gantung, matanya fokus ke ujung jalan membuat Tyas jadi ikut melihat ke arah sana.

Sebuah motor Supra X hitam-merah mendekat dengan laki-laki yang mengendarainya tanpa helm, hanya memakai kaos dalam yang ada bolong-bolong kecil, celana pendek dan sandal jepit.

"Bentukan lo kenapa kayak gembel sih," protes Tyas saat Adoy berhenti di depannya.

Tapi Adoy nggak ngegubris, dia malah heran saat melihat Teryl berdiri di samping temannya itu. "Lah lah lah? Kok pas bener ada elu? Udah kayak ngantri jemputan."

Teryl tidak menanggapi, dia sibuk ngeliatin Tyas yang diam-diam udah duduk manis di boncengan Adoy. Oalah, ternyata ojek itu maksudnya si Adoy...

"Duluan ya," pamit Tyas, tangannya udah mengode Adoy untuk jalan.

Adoy mengernyit, "bentar bentar, lah lo naik apa bang?"

"Motor," ucap Teryl ngasal, dia masih linglung sebenarnya.

"Motor sape anjir? Motor hadiah ale-ale??"

Ini Adoy beneran nanya, bukan bercanda. Ya abis, gimana bisa Teryl pulang naik motor kalau motornya aja masih ada di bengkel dekat kosan Adoy, yang tadi mengantar dia ke fisip juga Adoy. Makanya Teryl linglung karena Adoy seharusnya menjemput dirinya, tapi ini...

"Udah jalan aja sana, gampang gue mah." Teryl dorong-dorong pundak Adoy, setengah mengusir.

"Apaan gampang-gampang? Ntar ujung-ujungnya gua nih disuruh balik lagi kesini, tekor bensin gua," Adoy sewot. "Udah langsung aja bertiga, sekalian."

Teryl dan Tyas saling berpandangan penuh arti. Adoy yang ngerasa muatannya nggak nambah, jadi nengok ke samping lagi. "Ayo naik?! Yas majuan Yas."

"Doy? Maksud lo, kita bonceng tiga?" Tyas yang masih bingung akhirnya nanya.

"Iya, ampe kosan lo doang," jawabnya santai. "Ayo bang."

Tyas ngebasahin bibirnya, berusaha sekuat tenaga biar nggak naikin intonasi dan tetep ngomong pelan-pelan ke Adoy. "Doy, yakali?" Gue dijemput lo yang kayak gembel aja udah malu, ini mau lo tambah lagi kemaluan gue?

"Hah?" Adoy nengok belakang. "Oh iya ya, masa lo di tengah. Apa lo aja yang bawa? Eh jangan deng, ntar oleng. Lo udah lama gak bawa motor, lagian lu turun duluan." Adoy ribut-ribut sendiri, padahal dua orang di sekitarnya ini masih sama-sama bingung. "Bang, lo aja yang bawa. Yas, munduran Yas kaga muat."

Tyas yang masih bingung akhirnya pasrah sama kepekaan dan kewarasan sahabatnya itu dan mundurin duduknya jadi nempel ke pegangan belakang motor. Adoy juga ikut mundur, tapi Teryl masih diam ngeliatin Tyas, kayak nunggu konfirmasi dulu dia boleh naik ke motor atau enggak.

Perempuan itu udah pijet-pijet pelipis sekalian ngumpetin muka di belakang punggung Adoy karena parkiran fisip sore ini mendadak rame, entah abis bubaran kelas atau gimana yang pasti Tyas mau cepet-cepet pergi dari sini.

"Weh, malah bengong." Adoy narik seniornya itu sampai akhirnya berhasil duduk di kemudi.




Mereka bertiga udah duduk di motor dengan posisi Teryl paling depan, Adoy duduk di tengah dan Tyas di paling belakang. Tapi mereka belum juga pergi dari sana.

"Doy ini nunggu apaan sih? Kok gak jalan jalan?" Tyas bisik-bisik ke Adoy, udah nggak sabar meninggalkan gedung fisip yang makin banyak orang. Tapi Adoy cuma bergidik tanpa usaha nanya ke Teryl yang posisinya lebih deket dari dia, akhirnya Tyas nanya sendiri. "Um.. Sorry? Ini nunggu apaan ya?"

"Lo dianternya kemana?" tanya Teryl sambil ngelirik Tyas lewat kaca spion.

"Ke daerah Taman Agung situ yang banyak kos-kosan, sambil jalan aja nanti gue kasih tau."

"Dari gerbang univ nanti beloknya kemana tuh?"

"Udah gampang, yang penting jalan dulu aja," Tyas mendesak karena parkiran makin ramai dan beberapa kendaraan yang lewat selalu tertarik untuk melirik ke arah mereka. Bahkan terdengar beberapa suara siulan.

"Belok kanan gak sih? Nanti lampu merah—"

"Astaga. Udah jalan dulu ajaaa entar kan bisa dikasih tau sambil jalan ancer-ancernyaaa huhuhu Adooooy," Tyas merengek lalu menjatuhkan kepalanya di pundak Adoy, walaupun sebenernya dia paling kesel sama Adoy karena dia adalah otak dari segalanya.

"Oh iya iya," Teryl mulai mengganti gigi dan menarik gas, tapi motor itu jalannya tersendat-sendat. "Eh, maaf-maaf, udah lama gak bawa motor gigi. Hehehe..."

Teryl meringis salah tingkah.

Adoy ketawa-ketawa.

Tyas mau nangis.

Degene • [Moon Taeil]Where stories live. Discover now