1. Orang Asing

19.4K 795 33
                                    

Kita telah terasing sekian lama, lalu berjumpa tanpa menyapa.


Tidak ada lagi sosok lelaki tampan yang keras dan suka mem-bully orang lain, kini kehidupan Devano sangat jauh berbeda. Senyum menghiasi wajahnya bukan lagi kemuraman.

"Abang, Afif udah siap, udah pake baju bola sama kayak Abang," teriak Afif sambil berlari menghampiri Devano dengan girangnya.

"Udah pamit belom sama Papa, sama Bunda?"

"Belom. Hehe." Afif menyengir lebar.

"Gemes banget, sih. Sini." Devano menggendong Afif, lalu mencium punggung tangan Ariana dan Haris, diikuti oleh Afif.

"Nanti Papa susul kalian, ya."

"Siap Pa, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Inilah kehidupan baru Devano yang harmonis tanpa kekerasan lagi. Dia mendudukkan Afif di jok depan motor sport-nya, tak lupa memasangkan helm dan jaket untuk Adik kesayangannya itu.

Devano menepikan motornya, lalu turun dan segera melepas atribut Afif. Dia menggendong Afif dan berjalan memasuki gedung.

"Kamu duduk di sini, ya, jangan kemana-mana, liatin Abang aja."

"Iya, Afif di sini kok."

Devano mengetuk pipi menggunakan jari telunjuknya, dan saat itu juga Afif yang menggemaskan mencium pipinya. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mengamati dari kejauhan.

Afif tengah asyik memainkan bola, namun tendangannya kali ini menggelinding dengan deras dan berhenti di kaki seseorang. Ia berlari untuk mengambil bolanya.

Gadis itu mengambil bola yang tepat berada di kakinya. "Afif."

"Kakak siapa?" tanya Afif takut-takut dengan ekspresi yang polos dan menggemaskan.

Gadis itu menurunkan maskernya sambil menjongkokkan tubuhnya.

"Kak Deva!" Afif langsung memeluk erat sosok di hadapannya itu. "Kakak kemana, aja? Afif lindu, tau."

"Kakak ada kok di rumah, Afif sih jarang main."

"Iya, soalnya Afif sekalang udah masuk TK, Kak."

"Wah, yang bener?"

"Iya, selu banget, bisa main bola sama temen-temen, bisa belajal baleng."

"Alhamdulillah."

"Afif," panggil Devano.

Dengan cepat Deva memakai maskernya. Jantungnya berdebar saat lelaki itu berjalan mendekat. Dia segera menundukkan pandangannya.

"Kan udah Abang bilang, jangan jauh-jauh."

"Tadi bolanya Afif tendang, telus ke sini."

Devano tersadar ada orang asing, bahkan sangat asing baginya. Dia melihat sekilas gadis syari itu. "Siapa?" tanya Devano kepada Afif."

"Itu Kak Deva yang seling main sama Afif, kalo Abang gak pulang ke lumah dulu. Kak Deva juga ngajalin Afif ngaji kalo Bunda gak sempat."

"Afif, Kakak pulang dulu, ya." Deva berjalan cepat meninggalkan Devano yang masih diam membisu.

"Devano."

Panggilan seseorang itu berhasil membuat Devano tersadar ke dunia nyatanya. "Papa?"

"Gimana seleksinya?"

"Alhamdulillah, Devano masuk tahap seleksi kedua, Pa."

"Alhamdulillah. Kamu mau kajian kan abis, ini?"

"Iya, Pa."

"Afif pulang sama Papa aja, ya."

Afif mengangguk dengan semangat.

***

"Nan, tadi gue ketemu Deva di gedung futsal."

"Terus lo udah minta maaf?"

"Lah, ngomong aja enggak gue, saking bingungnya kenapa dia bisa di gedung, tapi yang lebih heran lagi, masa Adek gue kenal sama dia."

"Lo mau nanya ke siapa? Kalo ke gue, jelas gue gak tau. Udahlah gak usah bahas itu, Ustadz udah mau ceramah, tu."

Di sinilah Devano tengah berbaring menatap langit-langit rumahnya. "Lo selalu bikin gue kepikiran," lirihnya. Siapa lagi jika bukan Deva, walaupun sudah beberapa bulan tidak bertemu, tapi gadis itu masih setia memutari otaknya. "Bener kata lo, Nan, kalo gak minta maaf bisa kepikiran terus." Dia menghela napasnya, lalu meraih ponselnya yang baru saja berbunyi, jarinya menekan pesan di grup futsal.

Odit

Besok main bareng yuk, abis lulus udah lama gak main, lawannya juga udah ada.

Devano hanya menekan jempol pertanda setuju, lalu mematikan ponselnya.

Terima kasih atas vote dan komentarnya. Kritik dan sarannya selalu ana tunggu😊.

Jangan lupa bersyukur hari ini😉.
Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini ya❤.

DEVANO 2 [END]Where stories live. Discover now