Part 2 (Perkenalkan)

18 0 0
                                    


Aku adalah anak pertama dari sekian bersaudara. Ya, sekian, karena Aku tak tahu berapa jumlah adik-adikku. Kedua orang tuaku bercerai ketika usiaku baru 4 tahun. Ibuku pergi tak tahu kemana meninggalkanku. Ayahku merantau, bekerja di Bogor untuk menafkahiku. Kini, Aku tinggal dirumah nenek dari ayahku. Dirumah ini, Aku tinggal bersama Bibiku, Kakek, dan Nenek. Nenek lah yang mengurus dan membesarkanku hingga saat ini. Semenjak kepergian ibuku, semua pakaian, barang-barang, dan foto-foto yang terdapat gambar ibuku langsung dimusnahkan oleh nenekku. Nenekku tak sanggup melihatku bertanya ketika Aku menemukan barang milik ibuku. Karena itulah Aku tak memiliki ingatan apapun tentang ibuku. Hingga sekarang pun Aku tak pernah bertemu dengan ibuku. Entah seperti apa wajahnya, bagaimana cara berbicaranya, apakah Ia merindukanku? Aku tidak tahu. Kudengar kabar dari orang-orang yang kenal dengan ibuku, bahwa ibuku telah menikah lagi dan telah memiliki anak. Berapa anaknya? Aku juga tidak tahu. Inilah yang membuatku bingung ketika mengisi formulir apapun yang mewajibkan untuk diisi jumlah saudara.

Hari ini, 3 Juni 2018 tepatnya. Pagi ini Aku bangun lebih pagi. Suara alarm reminder di handphoneku membuatku terbangun dari tidurku. Kulihat layar handphone yang berdering itu, acara apakah yang telah kujadwalkan hari ini. Ultah Ke 18!, tertulis di layar 5 inchi yang kugenggam. Kini umurku menginjak usia 18 tahun. Tak ada acara apapun, hanya sedikit ucapan selamat dari teman-temanku di media sosial. Ucapan dari mereka yang tak kukenal, yang hanya iseng mengirim ucapan ketika melihat notifikasi ulang tahunku. Aku memang tak banyak mempunyai teman. Mungkin karena sifatku yang tidak terbuka dengan banyak orang. Sifat tertutupku ini membuat aku terkucil dalam pergaulan.

"Yaannn! Bangun! Bantuin mamak sini!" suara nenekku meminta bantuanku.

Memang dari kecil Aku selalu memanggil nenekku dengan sebutan mamak. Aku telahmenganggap nenekku sebagai ibuku sendiri.

Segera aku menjawabnya "Tunggu mak." Aku beranjak dari tempat tidur dan menuju dapur dan menemui nenekku.

"Ada apa mak?" tanyaku.

"Ini tolong kamu belikan bahan-bahan yang sudah mamak tulis disitu!" jawab nenekku sambil menunjuk kertas bertuliskan daftar belanjaan yang harus dibeli.

"Mau buat apa sih mak?" tanyaku penasaran.

"Kamu kan ulang tahun. Mamak mau buat kue tart." jawab nenekku sambil tersenyum.

Segera langsung kuambil daftar belanjaan, kemudian nenekku memberikan uang untuk membelinya.

Di jalan, Aku merasa gembira. Ternyata nenekku selalu ingat hari ulang tahunku, hari dimana Aku dilahirkan walaupun bukan dari rahimnya. Memang pantas Aku memanggilnya mamak. Dia yang selalu sabar membesarkan dan mengurusku. Aku sadar, ketika Aku semakin dewasa, umur nenekku pun semakin bertambah. Aku tak ingin kehilangan dirinya, Aku tak sanggup melihat kepergiannya, Aku sangat menyayangi dirinya.

"Seperti apa diriku ini kalau tidak ada nenek?" ujarku dalam hati.

Pikiran-pikiran itu seolah menjadi hantu yang kerap kali muncul dalam pikiranku. Ketakutan akan kehilangan sosok nenek yang paling kusayangi kerap kali membuatku memohon kepada Yang Maha Kuasa agar nenekku diberikan umur yang panjang dan kesehatan.

Akhirnya sampai juga diriku di toko sembako. Kuparkirkan sepeda motorku di depan toko dan langsung masuk ke dalamnya. Langsung kuberikan daftar belanjaan yang ditulis nenek kepada koko pemilik toko. Tak lama kemudian, barang belanjaanku telah siap semua menunggu untuk dibayar. Kuberikan semua uang yang telah diberikan nenek kepada koko pemilik toko itu dan diberikannya beberapa uang kepadaku sebagai kembalian. Aku keluar menuju tempat parkir dimana sepeda motorku berada. Kuhidupkan sepeda motorku dan pulang ke rumah. Di perjalanan pulang, seperti ada beban yang amat berat yang mengganggu di pikiranku. Beban yang telah lama terpendam namun kembali muncul ke permukaan.

"Ini ulang tahunku yang ke 18 tahun, 14 tahun setelah kepergian Ibuku. Namun tak satu ulang tahunku pun Ia hadir." pikirku.

"Mungkin Ibuku telah lupa kepadaku, mungkin Ia telah bahagia dengan keluarga barunya." Pikiran itu semakin liar menggeranyangi isi kepalaku. Semua pikiran tentang ibu entah kenapa hari ini begitu memenuhi pikiranku.

"Tapi bagaimana pula jika tiba-tiba Ia hadir di depanku? Apa yang harus kulakukan? Menangis? Menangis karena apa? Ia telah lama sekali meninggalkanku, rinduku padanya pun telah hilang. Mana mungkin Aku langsung bisa memanggilnya ibu? Nenekkulah ibuku." Pikiran-pikiran tentang ibuku semakin liar dan semakin memenuhi kepalaku.

~ Lanjut Part 3 >> ~

Durhaka?Where stories live. Discover now