Jayanti Rahmadani.

163 6 0
                                    

Sekarang kau sering melamun Feb?" Rudi melempar bantal ke wajah Febi.

Febi malam ini bermalam di rumah Rudi, salah satu tempat pelarian bagi Febi. Kamar Rudi tak punya ranjang, hanya kasur diatas lantai.

Menatap Febi yang tetap melamun, Rudi mengambil gitar, duduk bersilah dekat Febi mainkan sebuah lagu.

   Terlukis parasmu di lamunku
   Kuukir senyummu dalam hatiku
   Rinduku habis terbawa indahmu
   Terjerat nafasku oleh hidupmu
   Tertawan hatiku dengan syahdunya
   Ijinkan aku berjumpa denganmu

"Bagus gak Feb? :v " Rudi menoleh ke sisi Febi.

Febi tak banyak bicara, ia terus terpenjara dalam lamunan, "Aku ingin berkenalan dengannya Rud."

"Jangan mimpi Feb, cukup sudah untuk kita hanya bisa melihat wajahnya, senyumnya, kalaupun kita berkenalan, nama kita sudah terhapus setelah pertemuan," Rudi merasa mereka tak akan dilirik.

Febi tersenyum di pembaringan, "Aku yakin tidak. Aku ingin belajar darinya."

"Belajar apa?" Rudi sandarkan gitar di dinding.

"Aku juga tidak tahu, aku baru sekali ini begitu bahagia melihat wanita," Febi tak berhenti tersenyum sendiri.

Rudi berkaca sejenak, "kau jatuh hati Feb,kau harus tau diri,tau diri!"

"Aku tahu diri Rud, aku hanya ingin berkenalan, tak lebih," Febi duduk.

"Tidak mungkin Feb,sudah menjadi tabiat kita kalau terkesan dengan wanita akan berusaha dekat, terus semakin berharap untuk bisa semakin dekat," Rudi berbaring disebelah Febi, "Dulu aku pernah seperti itu dengan Ririn, tapi dia tak membalas ku."

Berdua berjejer di kasur bak ikan, melempar lamunan tanpa kata, dengarkan resakan daun diluar perlahan sebarkan ketakutan, Rudi pandangi poster Mobile legends, sedangkan Febi terus gantungkan angannya pada seorang gadis berbalut kerudung. Tak tahu nama, tak tahu silsilah, Febi mendamba berdasar rasa ingin dekat dengannya. Tak tahu jam berapa mereka tutup mata, tapi saat adzan subuh berkumandang Febi membuka mata lebar.

Adzan begitu jelas, musholla dekat, sangat dekat terpisah satu rumah saja. Tak peduli berkaos lusuh, celana berlubang, Febi ingin sekali pergi ke mushola, Rudi masih nyenyak diatas kasur, dengkurnya mendengar petanda begitu letih tubuhnya.

Febi telisik wajahnya sendiri di cermin, tak berbentuk, kusam, Kumal, tak terang, jarinya bersihkan sudut mata, ia lepas karet di pergelangan mengikat rambutnya. Waktu pintu kamar dibuka bapak dan ibu Rudi mau berangkat ke mushola, Febi menyala , "ibu mau pergi ke mushola?"

Ibu berhenti, ia benarkan tali mukenah nya, "iya," bapak Rudi sudah lebih awal keluar.

"Febi ikut Bu," canggung bagi Febi, ia seperti anak kecil, dari dulu sangat jarang merambah masjid.

"Rudi mana?" Ibu heran, anaknya sendiri belum bangun.

"Masih tidur didalam," Febi menunjuk ke dalam.

"Bangunkan nak,"

Febi masuk ke kamar, tangan Rudi kuat ditarik, "Bangun Rud! Sudah subuh."

Seketika Rudi membuka dua matanya lebar lebar, "Maksudmu?"

"Ayo ke mushola," Febi menarik tangan berdiri.

Kontan Rudi garuk kepala, Febi tak pernah menyadarkan untuk sholat, apalagi ke masjid, Rudi merasa ada yang aneh.

"Aku duluan Rud," Febi tinggalkan Rudi, Febi sudah hafal, setelah dibangunkan,Rudi tertidur kembali.

Tapi hari ini Rudi bergerak, ia ikut berangkat, ia ingin tahu apakah Febi benar benar ke mushola.

29 juzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang