Once Upon a Happiness

4.2K 219 11
                                    

Aku ingat sekali.

Waktu itu aku tengah merutuki salju yang turun dengan lebat tanpa peringatan di tengah malam, menghambat bus yang tengah ku naikki untuk berjalan lebih cepat lagi. Aku ingat seberapa jengkelnya aku kala sang supir bus mengatakan bahwa kendaraan beroda empat tersebut mogok. Aku ingat bagaimana aku mengumpat pelan saat menuruni bus dan melangkah menyusuri trotoar, mencari Cafe yang masih buka di jam 12.08 malam untuk berteduh. Aku ingat seperti apa rasa dingin yang menusuk tulang itu ketika angin berhembus kencang, membawa jutaan butir salju bersamanya.

Malam itu, aku terus mengumpat dan menyumpahi siaran berita pagi hari yang mengatakan bahwa tidak ada tanda-tanda untuk badai salju menerpa kota Seoul hingga beberapa minggu kedepan. Dengan tubuh yang gemetaran setengah mati dan pandangan kabur, aku ingat bagaimana perasaan lega melingkupi hatiku sewaktu melihat ada sebuah Cafe yang masih buka dengan lampu yang nampak terang benderang. Dengan sangat bersemangat aku berlari mendekati gedung itu hingga aku hanya sempat membaca nama Cafe tersebut sekilas.

Terpampang disana tulisan, "BTS Caffee" yang diberi hiasan lampu natal disekitarannya, jika aku tidak salah.

'Masa bodoh dengan plang nama cafe ini.' pikirku saat itu dan segera membuka pintu kaca Cafe tersebut kemudian melangkah masuk, menghirup dalam-dalam wangi manis yang langsung menyambut kehadiranku.

Aku ingat bagaimana aku memanyunkan bibir ketika melihat sepinya caffee itu. Decakan ringan keluar dari antara bibirku saat aku sadar bahwa Cafe tersebut akan tutup. Mungkin dalam hitungan beberapa menit lagi.

Pemikiranku yang menyedihkan itu terhenti ketika aku melihat sosok pemuda tampan melangkah mendekatiku dengan senyuman lebar yang berbentuk kotak.

"Maaf, tapi kami akan segera tutup." Ucap pemuda tersebut dan waktu itu, aku nyaris menangis frustasi.

Sedikit memohon, aku membalas, "Maafkan saya sebesar-besarnya, tapi tolong tunda jam tutupnya sebentar lagi saja, diluar sedang badai salju dan rumah saya terletak cukup jauh dari daerah ini."

Aku ingat bagaimana wajah lelaki tampan itu menunjukkan rasa iba yang begitu kentara. Dirinya mengangguk pelan dan senyuman kembali merekah dibibirnya saat ia berucap, "Baiklah, saya tidak terlalu keberatan. Lagipula, saya ragu mobil saya dapat berfungsi dengan baik," Sebelum menengok keluar dan mengamati badai yang berkecamuk tanpa ampun.

Aku ikut mengangguk, lega karena kebaikan hati pemuda itu.

"Namaku Kim Taehyung, by the way." Lelaki itu mendadak berkata dengan santai.

Aku hanya menundukkan kepalaku sesaat dan menjawab, "Kim Seokjin, mahasiswa kedokteran." Lalu menepuk jidat sekeras mungkin dalam hati karena refleks memberitahu jurusan yang tengah ku jalani saat itu.

Taehyung terkekeh pelan. "Baiklah, baiklah. Seokjin-tidak apa 'kan bila aku memanggilmu begitu?-kau boleh duduk dimanapun kau mau, aku akan menyuruh pegawaiku untuk menghampirimu dan mengambil serta mengantar pesananmu nanti." Ujarnya sebelum melangkah menuju-apa yang aku pikir saat itu-dapur.

Aku menuruti dan mengambil tempat duduk yang dekat dengan jendela. Tujuan awalnya agar aku bisa memantau kondisi perubahan pada badai, namun aku merasa seperti berada dalam drama-drama yang sering mama tonton di rumah.

Saat itu aku terus duduk diam menghadap jendela, mengamati bagaimana jutaan butir salju turun dan mengubur kota Seoul yang tengah terlelap perlahan. Lamunanku terpecah kala mendengar dehaman seseorang. Aku menengok dan seketika merasa insecure ketika melihat wajah sempurnamu yang dihiasi senyuman manis dan dilengkapi dengan lesung pipi.

"Halo, selamat malam! Saya Kim Namjoon, pelayan yang akan melayani anda malam ini. Apakah anda sudah memesan, tuan?" Ucap pria rupawan bak model papan atas itu.

Kendati aku tidak pernah percaya tentang cinta pada pandangan pertama dulu, Kim Namjoon mengubah pendapatku dan membuatku merasakan penderitaan akibat jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku ingat sekali seberapa sakitnya hatiku waktu itu.

Karena aku takut aku jatuh hati kepada orang yang salah.

Mungkin rasa takutku benar. Tapi siapa yang tahu? Mungkin ini akan menjadi cerita perihal dua insan yang saling jatuh dalam perangkap cinta nan mengenaskan, atau mungkin ini adalah dongeng penuh romansa yang selalu didamba banyak manusia. Tak ada yang tahu. Termasuk aku. Akan tetapi, satu hal yang ku ketahui; Kisah kita bermula dan berakhir dengan rasa sakit dalam dadaku.

Here  [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang