New Stage

24 3 27
                                    

''Hai Aretha, sudah lama menunggu?'' suara itu membuatku mengalihkan tatapanku dari ponsel. Aku tersenyum ke arahnya. Dia Dewi, sahabatku yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Karena dialah, aku bisa mengenal mas Aditya, suamiku.

''Lumayan, lumayan sampai keriput di wajahku bertambah,'' balasku dengan nada menyindir. Meski begitu, aku tetap mempersilahkannya duduk di depanku.

''Maaf sekali Tha, aku tidak berniat membuatmu menunggu lama.'' Dewi tertawa renyah, membuat laki-laki yang tengah berada di cafe ini juga menoleh ke arahnya, tertarik. Efek seorang Dewi Maheswari memang masih kuat.

''Apa yang membuatmu lama memangnya?'' tanyaku penasaran.

''Kekasihku mendadak ingin bermanja-manja denganku hari ini, dia bahkan tidak mau kutinggalkan tadi,'' jawabnya sambil terkekeh.

Berbeda denganku yang mengernyit heran. Karena semenjak ia berpisah dengan suaminya satu tahun yang lalu, aku tidak mendengar lagi soal kedekatannya dengan laki-laki.

''Kamu sudah memiliki kekasih? Sejak kapan? Kenapa kamu tidak pernah cerita?''

Bukannya menjawab rasa penasaranku, Dewi malah menunjukkan senyum sok misteriusnya dan memanggil pelayan cafe untuk memesan minuman.

''Wi, jawab dong.'' Seolah tak mengenal kata menyerah, akupun terus membujuknya untuk bercerita.

Aku ini sahabatnya, wajar bukan jika aku ingin tahu soal kehidupannya? Apalagi ini berita penting.

''Bukannya aku tidak mau menjawab, hanya saja menurutku ini bukan waktu yang pas. Untuk sekarang, aku hanya ingin kamu tahu kalau kekasihku ini lelaki yang tampan, mapan, dan aku sudah lumayan lama mengenalnya, jadi kamu tenang saja. Ketika semua masalah-masalah dia sudah selesai, kita akan segera menikah. Nah, saat itulah baru aku akan mengenalkan kalian berdua.''

''Kenapa harus begitu?'' jujur, aku merasa sangat aneh dengan sikapnya kali ini yang memendam cerita. Seperti bukan dia.

''Agar lebih surprise saja sih, dan aku yakin kamu akan terkejut melihatnya.'' Dalam hati, aku merutuki sahabatku ini yang pintar memainkan rasa penasaranku dengan sangat lihai.

''Karena dia terlalu tampan?''

Dewi mengangkat kedua bahunya. ''Maybe.''

''Sudahlah, aku menyerah. Aku akan menunggu kabar baik darimu saja dengan tenang.''

''Nah begitu dong.'' Dewi tersenyum puas dan mulai meneguk minumannya. ''Oh iya, Ray mana? Ku kira kau akan mengajaknya ke mari.''

''Ray ada di rumah orang tua mas Aditya, mereka merindukan Ray.''

''Lalu bagaimana dengan masalahmu dan mas Aditya?'' tanyanya dengan raut wajah penasaran.

''Aku juga tidak tahu, bingung sekali rasanya.'' Ah, mengingat soal permasalahanku dengan suamiku berhasil membuat moodku menjadi buruk.

''Kenapa? Kalian masih sering bertengkar?''

''Jika menurutmu bagaimana? Apa aku harus berhenti bekerja saja agar mas Aditya senang? Tapi di lain sisi, aku ingin menuruti kemauan almarhumah ibuku untuk tetap bekerja meski aku sudah menikah. Toh selama ini pun aku tidak pernah menelantarkan keluargaku, aku masih bisa membagi waktu.''

Kulihat Dewi sedang berpikir, sepertinya ia memikirkan saran yang baik untukku. ''Kalau menurutku, kamu tidak perlu berhenti kerja. Toh kamu juga nyaman sekali kan dengan pekerjaanmu sekarang.''

''Iya, aku sudah terlanjur nyaman dengan pekerjaanku sekarang. Tapi, tidak menuruti apa kata suami juga salah kan. Astaga, aku pusing sekali memikirkannya.''

New Stage (Songlit)Where stories live. Discover now