Thirteen

750 75 31
                                    

Angin malam yang dingin mengeluarkan suara gemerisik yang misterius. Keadaan menjadi bertambah mencekam. Soraru dan Mafu cukup lama terdiam di sana. Aura negatif semakin kental terasa.

"Mereka datang," Soraru berbisik pelan.

Tak lama dari dalam kegelapan hutan serombongan makhluk-makhluk serupa zombie yang dikelilingi kabut kebiruan muncul. Soraru menghalau Mafu mundur, melindungi gadis itu dibelakangnya.

"Mundurlah, Mafu, aku akan membuka jalan untukmu!" pinta Soraru masih dengan rasa was-was. Mafu mengeratkan genggaman pada sepasang tantou-nya. Wajahnya menunjukkan ekspresi serius.

"Tidak!" ia membantah, "jangan anggap aku gadis lemah. Aku juga bisa bertarung!" Mendengar itu Soraru agak kesal. "Aku ini shikigami-mu! Aku tidak bisa biarkan hal buruk terjadi padamu," ujarnya. "Aku juga tak mau terjadi sesuatu yang buruk pada Soraru-san!" potong gadis itu cepat.

Ia kemudian maju, memasang kuda-kuda dengan kedua bilah pedang kecilnya. "Berdua, atau tidak sama sekali! Aku akan membantumu, Soraru-san. Ini bukan permintaan, tetapi perintah!" ucapnya tegas.

Soraru hanya bisa menghela napas. "Baiklah," putusnya, "tapi jangan terlalu memaksakan diri, bagaimana?"

Senyum mengembang di bibir peach gadis albino, "Oke, setuju!"

Kompak mereka berdua maju ke garis depan. Soraru dengan sabit raksasanya sedang Mafu dengan dua pedang kecilnya. Para zombie itu ternyata juga cukup tangkas. Mereka tidak lambat seperti zombie-zombie di film horror.

Soraru bermain-main dengan sabitnya. Berkat ukuran yang sangat besar, sabit itu mampu menebas tiga sampai empat lawan sekali ayun. Pemuda bersurai raven itu juga sangat gesit. Ia membabat habis seluruh musuh yang menyerang ke arahnya.

Sementara Mafu sendiri juga tangkas. Gadis itu mempunyai refleks bagus serta pergerakan yang lincah. Ia sudah banyak menebas zombie yang menyerang dirinya.

"Aku tidak menyangka kau cukup pandai bertarung," Soraru meledek. Mafu mendengus sebal, "Berhenti mengejekku!"

Salah satu zombie melompat ke arahnya. Dengan cepat, Mafu menghalau si zombie dan langsung menebasnya dengan tantou.

Di sisi lain hutan, Urata dan Senra masih terdiam di tempat. Kabut yang disebarkan Urata tampaknya cukup berguna. Sejak tadi,belum ada musuh yang berhasil mencapai tempat mereka.

"Senra-san, aku mulai merasa ada yang aneh," kata Urata sambil megusap dagunya. Senra mengernyitkan dahi. "Memangnya kenapa?"

Sambil berdiri, Urata berjalan mondar-mandir di depan istri majikannya itu. "Rasanya, tadi saat masuk ke hutan jumlah mereka lebih banyak dari yang berusaha menyerang kita saat ini," tanuki itu menerangkan.

"Kalau begitu, jangan-jangan..."

Kata-kata Senra terhenti karena ada suara orang menginterupsi mereka. Dari dalam kabut, samar-samar sekelompok orang mendekati mereka. Ternyata itu adalah rombongan Luz dan Shima.

"Kau tega juga, ya, memasang perangkap begini," komentar Luz sambil mengibaskan kedua tangannya menyingkirkan kabut tanuki di sekeliling wajah. Urata dan Senra terkejut. "Hebat, kau... bahkan tidak tersesat dalam tipuan kabutku..." ujar Urata takjub.

Luz menghela napas. "Katakan itu pada Kashitaro. Berkat sihir rubahnya kami jadi tidak terpengaruh tipuan rakunmu," ia meralat. Kashitaro terkekeh, "Baumu cukup tajam, Urata-san."

Sakata menghambur ke arah Urata. "Daijoubu ka? Ura-san? Bagaimana dengan luka-lukamu?" tanya gadis itu bertubi-tubi. Ia menyibak lengan baju Urata dan terkejut tidak mendapati luka di sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 21, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MementoWhere stories live. Discover now