FD - 05

424 114 14
                                    

Chapter Five : The Funeral

Sepasang peti mati kembar tergeletak di sebelah kuburan kembar yang digali di halaman taman Hwaseong Sky Memorial Park yang terawat indah, seolah-olah kemiripan semasa hidup antara Hani dan Seolhyun juga ditunjukkan dalam kematian mereka. Dan di antara kedua kuburan dan peti mati tersebut, seorang pendeta tua tengah membacakan pidato.

"Kita mungkin merasa," katanya, "bahwa hidup kita bukan milik kita sendiri. Bahwa kematian mengendalikan dan membingkai hidup kita; bahwa kelahiran kita tidak lain adalah awal dari kematian. Bahwa kita sebenarnya berjalan menuju kuburan saat kita melangkah keluar dari rahim."

Kedua orang tua Hani yang menawan berada di sisi kuburan, meringkuk bersama dengan wajah yang sedih, seolah-olah mustahil bagi mereka untuk menerima kenyataan bahwa semua vitamin, diet dan olahraga yang sehat, dan segala hal lain yang mereka lakukan untuk mengalahkan kematian, tidak dapat menyelamatkan putri satu-satunya mereka.

Di sisi yang berlawanan ada keluarga Seolhyun. Ayah gadis itu tampak kurus dan pucat, matanya suram dan gelap. Sementara ibu tirinya yang cantik tampak berusaha keras untuk menghormati pemakaman itu.

Di hadapan kedua kuburan itu, berdiri teman-teman sekolah dari dua gadis populer itu. Di antara orang-orang yang benar-benar berkabung serta kerumunan laki-laki yang sedang meratapi kenyataan bahwa objek mimpi basah mereka sudah tidak ada lagi, adalah korban selamat dari kecelakaan roller coaster —Sehun, Chanyeol, Jimin, Seulgi, dan Seungri. Chaeyeon, Doyeon, dan Somi juga ada di sana. Hanya ada satu orang yang juga korban selamat dari kecelakaan roller coaster itu yang tidak berada di sana, yaitu Soojung.

Para remaja tersebut tampak sangat sedih dengan kematian teman-teman sekelas mereka. Ada rasa takut dan gelisah di antara mereka. Tragedi kecelakaan roller coaster telah mengejutkan dan membuat mereka ngeri, tetapi kecelakaan mengerikan lainnya yang terjadi begitu cepat hampir membuat jantung mereka copot.

Mereka tampak sangat ketakutan. Beberapa orang menatap ke depan dengan lesu, seperti kelinci yang terperangkap di lampu depan truk yang melaju. Yang lain menggigil dan melirik ke belakang berulang kali dari bahu mereka, seolah merasakan kehadiran yang tersembunyi di sana.

Sehun berdiri agak jauh dari yang lain, tangan berada di sakunya. Dia mengenakan setelan jas, seperti teman lelakinya yang lain. Dia telah memakai setelan jas bodoh itu lebih sering sejak tragedi kecelakaan roller coaster daripada sebelumnya. Dan itu disebabkan oleh satu hal; terlalu banyak pemakaman. Pemakaman Jongin juga ada di sini, di Hwaseong Sky. Sementara yang tersisa dari Joohyun telah dikremasi, dan abunya disebar di sepanjang sungai tempat dia bermain ketika dia masih kecil. Itu adalah upacara pemakaman yang indah, tetapi Sehun memutuskan untuk pergi lebih dulu karena terlalu menyakitkan untuk merasakan kebencian, kemarahan, dan permusuhan yang datang dari orang tua Joohyun. Mereka tidak pernah menyukainya, tidak pernah merasa bahwa dia cukup baik untuk putri mereka yang berharga. Dan sekarang setelah Joohyun pergi, mereka tampaknya membencinya karena dia masih hidup.

"Namun entah itu adalah kematian tragis dari anak muda," lanjut sang pendeta, "ataupun kematian seseorang yang telah banyak menderita dalam hidupnya, atau juga kematian lembut para lansia di malam hari, kita semua setara di mata kematian. Kita… "

Jimin memiringkan kepalanya, tampak tidak percaya. "Setara?" katanya, suaranya nyaring dalam keheningan upacara yang penuh hormat. "Setara di mata kematian?"

Orang-orang mulai tegang karena pelanggaran kesopanan yang tak terduga itu. Beberapa orang tersentak dan terkejut. Si pendeta mengerutkan kening dan tampak goyah dalam pidatonya. Seulgi meletakkan tangannya di lengan Jimin, tapi lelaki itu malah menyentaknya.

Juvenile's BookWhere stories live. Discover now