Laa Tahzan Innallaha Ma'ana

499 5 0
                                    

Malam-malamku sebulan terakhir ini bertabur doa lewat istikharah. Doa harapan senantiasa kumohon dalam sujud-sujud wajibku dan qiyamul lail. Semoga Allah segera mengabulkan doaku ini. Egois memang rasanya tak berhak menuntut segera menjadi kenyataan namun aku yakin Allah Maha Mendengar. Bismillah...

Oke, perkenalkan namaku Fitria Isnaini. Biasa dipanggil Pipit Kini aku masih tercatat sebagai mahasiswi salah satu universitas swasta di Jogja. Tak hanya itu aku juga "nyambi" bekerja di salah satu sekolah menengah pertama sebagai guru honorer. Pekerjaaan ini sudah aku tekuni sejak aku menginjak di semester 6 lalu. Yah, hidup sendiri tanpa saudara di Jogja memaksaku untuk tidak berpangku tangan mengandalkan uang kiriman dari orang tua di Borneo sana.

Hari-hari akhir untuk masa perkulihanku sudah di depan mata. Aku sudah mengikuti KKN, PPL, skripsi dan serentetan tugas-tugas lainnya. Pertengahan Juli tahun ini aku akan segera wisuda S-1, Alhamdulillah... semoga lancar, Aamiin. Namun hal itu tidak terlalu mengganggu pikiranku, meski aku juga dag-dig-dug menanti moment special tersebut tapi jauh dalam hatiku terselip pikiran yang lebih mengganjal. Dua minggu yang lalu orang tuaku datang ke Jogja. Sangat tak ku sangka sebab sebelumnya baik Ayah atau Ibu tak pernah membicarakan hal ini. Waktu itu mereka sampai di kostku sekitar pukul 3 sore. Selepas sholat maghrib tanpa ba-bi-bu panjang lebar kedua orang tuaku membicarakan niatnya datang ke Jogja. Enough... sudah aku duga sebelumnya, setelah wisuda nanti kedua orang tuaku ingin aku segera menikah. Menikah Oh, siapa sih yang gak pengen melaksanakan sunnah Rasul tersebut menyempurnakan separuh agamanya. Tapi.. tapi.. hey apakah ini tidak terlalu terburu-buru... Juli tahun ini umurku baru 23 tahun lebih 5 bulan dan itu umur yang menurutku masih amat sangat terlalu muda sekali.

"pokonya cepet pulang ya nduk." ucap wanita paruh dari seberang sana. "iya iya Bu, besok Pipit segera meluncur ini juga baru "ngepak-ngepak" kok." Jawabku sopan. "yasudah, kamu terusin lagi, ini Ibu mau ngaji di rumah Bu Mawardi..." Ucapnya lagi dengan memberi tanda mengakhiri percakapan singkat ini.

Haaahh... aku menarik napas dalam-dalam.. 4tahun silam, di kota ini, aku bermimpi dan melabuhkan harapan-harapan itu, mencoba merangkai asa semua tentang dinamika hidup. Yah, Jogja..aku mengenalmu tak hanya dalam hitungan hari atau bulan tapi bertahun-tahun. Menimba ilmu dan menemukan arti sebuah perjuangan bertahan hidup. Mempertemukan aku dengan banyak pelajaran banyak hal banyak orang, kampus, teman-teman, pacar. Eh...pacar Dan kini sudah tiba saatnya aku kembali ke pulau seberang, yeah Borneo I'm coming

-4 hari kemudian-
"gimana nduk...sudah ada yang kamu pandang cocok." kata Ayahku mengawali perbincangan sore itu di ruang tamu.
"ini kebetulan Ibu ada foto dan data dari para ikhwan." Tambah Ibuku sambil menyodorkan lembaran-lembaran kertas dan beberapa foto.

Aku mengambilnya. Jantungku berdegup kencang keringat dingin menyerang tangan pun gemetar. Aku amati satu persatu ikhwan-ikhwan tersebut dalam foto dan kubaca biodatanya. Aku tak mengerti sebenarnya apa maksud semua ini. Kenapa kedua orang tuaku sangat bersikeras bahwa aku harus segera menikah. Padahal apa, aku ini masih muda kuliah juga baru selesai kerja pun belum dapat apa-apa pengalaman dunia luar pun masih kurang. Dan yang lebih memilukan, aku sudah punya pacar. Bayu, yah dia pacarku selama 2,5 tahun ini. Dia satu kampus denganku namun berbeda prodi dan Juli kemarin pun dia juga wisuda.

Satu minggu sebelum kepulanganku, aku mencoba bercerita semuanya. Namun segera ku urungkan niat itu ketika kami bertemu disebuah kafe. Kulihat wajah wibawanya, kutatap dua sorot matanya. Jauh. Dalam. Hatiku semakin kalut, sakit, semua kenangan dengannya itulah yang menghambat tenggorokanku menyumbat sekat antara hati, pikiran, dan perasaan. Bulir dari tetes air mataku pun memecah keheningan senja itu. Bayu mengangkat wajahku. Menatap lekat.

Tampaknya Bayu merasakan keanehan dalam diriku jauh-jauh minggu sebelumnya. Sikapku yang tiba-tiba cuek, judes dan sangat sensitif. Tidak nyaman. Namun, dia memahami dan tidak curiga bahwa aku menyimpan rahasia yang menyakitkan. Meskipun begitu kami masih berkomunikasi dengan baik layaknya orang pacaran. Tiap malam dia juga menelepon. Memberi pesan agar aku selau baik-baik di rumah dan menyempatkan memberi kabar. Dia juga menitip salam buat kedua orang tuaku.

antologi cerpen remaja islamiOnde histórias criam vida. Descubra agora