🥂No Choice

27.2K 1.9K 23
                                    

Tita merasa sangat sial malam ini, Arsen membatalkan janji mereka secara tiba-tiba di saat dirinya sudah menunggu selama empat jam di cafe tempat mereka janjian. Padahal Tita telah mempersiapkan gaun terbaiknya malam ini, hanya untuk Arsen saja.

Tak mampu berbuat apa-apa, Tita pun pulang dengan menggunakan Taxi. Dia yakin, sopir Taxi online ini pasti mengira dirinya adalah perempuan tidak benar. Soalnya mana ada perempuan baik-baik yang masih berkeliaran di jam tengah malam dan memakai gaun sexy pula.

CIIIITTTTTTTT!

sedang asyik menggerutu, tiba-tiba mobil berhenti mendadak hingga membuat kening Tita membentur sandaran kursi di depan. Untung saja bukan membentur tembok, sehingga tidak terlalu sakit.

"Kenapa, Pak?" tanya Tita pada sopir taxi. Dia mengusap keningnya, ingin marah tapi tak enak lantaran sopir itu sudah tua.

"Itu Neng, di depan ada orang mabuk yang hampir aja ketabrak," beritahu sang sopir.

Tita pun menoleh ke depan. Ada seorang pria menenteng botol minuman berdiri di depan Taxi, sambil mengoceh tidak jelas. Namun ketika melihat dengan seksama, ternyata Tita sangat mengenalnya.

"Megan?"

Tita segera turun dari mobil untuk melihat lebih dekat apakah benar pria mabuk itu adalah Megan, CEO menyebalkan di tempatnya magang.

"Dasar wanita sombong," tunjuk pria itu pada Tita.

Menunjukkan kalau dia memang Megan.

"Megan, eh maksudnya Pak Megan, bapak mabuk?" tanya Tita. Dia sontak memejamkan mata menyadari pertanyaan bodoh itu. Jelas saja pria ini mabuk, lo buta Tita?

"Lo, eh Bapak sama siapa ke sini?" tanya Tita lagi.

Megan tak menjawab, tapi terus mengoceh hal-hal tidak jelas. Bahkan dari penglihatan Tita, pria itu sedang dalam kondisi mabuk parah.

"Duh, terserah Bapak deh!" Tita berbalik badan hendak pergi. Baru beberapa langkah, dia berhenti. Sekuat apapun dia mencoba untuk tidak perduli, tetap saja hati nuraninya tak bisa mengabaikan Megan.

Bila Megan saja hampir tertabrak oleh Taxi yang ditumpanginya, maka besar kemungkinan kata "hampir" itu akan menjadi "pasti" bila Tita tetap membiarkannya di sana.

TIN!

Suara Klakson dari Taxi berbunyi, menandakan kalau Tita sudah terlalu lama membuat sang sopir menunggu.

"Iya bentar, Pak!" omel Tita.

"Nyusahin deh," keluh Tita sambil menaruh satu lengan Megan ke pundak sebelah kanannya. Dengan kasar, Tita membuang botol minuman itu ke pinggir jalan. Dia tak punya pilihan lain, selain membawa pria itu.

Sopir Taxi menoleh ke belakang, "Neng kenal?" tanyanya.

"Kenal Pak, dia boss saya di kantor," jawab Tita.

"Oh, baguslah kalau begitu Neng. Saya khawatir aja Neng bawa masuk orang yang nggak dikenal. Siapa tau ini modus, pas ditengah jalan kita dirampok sama dia kan bahaya..." sopir Taxi itu terus mengoceh selama perjalanan.

Tita mengabaikan ocehan sang supir, berfokus pada Megan. Dia mencari dompet atau apapun yang bisa menunjukkan identitas Megan, agar bisa mengantarnya pulang.

"Lo nggak bawa dompet?" tanya Tita, mengeluh.

Megan sendiri sudah tidak sadarkan diri, dia bersandar dengan mata tertutup namun bibir yang tetap bicara hal-hal tidak jelas.

"Jadi kita mau kemana, Neng?" tanya sopir Taxi.

"Ke alamat semula aja Pak," jawab Tita.

Haruskah meninggalkannya di jalanan?

✿✿◕‿◕✿✿

Marsya menatap tak percaya pada sosok pria yang kini tengah berbaring di atas ranjang Tita. Pria yang selalu menjadi mimpi buruk para Karyawan saat berada di Kantor, terutama saat Mood sang Pria sedang jelek.

"Lo kok bisa bawa dia kesini?" tanya Marsya cemas.

"Emang mau dibawa kemana lagi? Gue nggak tau rumahnya di mana," sahut Tita. Dia meregangkan kedua tangannya karena merasa pegal setelah memapah tubuh berat Megan. Kalau saja tadi Megan tidak berjalan, maka Tita sudah pasti akan memotong kaki pria itu.

"Emang nggak ada KTP atau SIM atau apa kek gitu?"

"Sialnya nggak ada."

Marsya mengusap wajahnya. Walau sejujurnya dia senang bisa melihat Megan dengan jarak yang sangat dekat tanpa harus kena semprot sang boss galak, tapi tetap saja dia cemas memikirkan apa yang akan dilakukan Megan saat bangun nanti. Apakah kos-kosan kecil di sana akan menjadi abu?

"Lo emang suka banget cari masalah, Ta," ujar Marsya menggelengkan kepala.

"Eh, gue nolongin dia," Tita meralat.

"Titania Elara, cowok yang lo tolong ini ibarat Singa. Percuma lo kasih daging, karena dia lebih suka makan lo ketimbang itu daging."

"Lebay," cibir Tita. Dia kemudian mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Membiarkan Marsya mengagumi ketampanan Megan dari jarak yang sangat dekat.

"Gue balik ke kamar gue ya! Lo urus sendiri deh nih Singa!" teriak Marsya yang kemudian terdengar cekikikan.

Begitu selesai mandi, ternyata Marsya memang pergi. Tita menghela nafas saat melihat Megan tidur pulas di atas kasur empuknya. Sementara dirinya masih bingung harus tidur dimana.

Sekali lagi, harusnya Tita tak perlu merasa khawatir. Tapi nyatanya dia malah membantu Megan melepas sepatu. Melepaskan jaket. Kemudian membetulkan posisi tidur cowok itu agar lebih nyaman.

Tita mengambil baskom berisi air hangat, lalu membawanya ke dekat Megan. Menggunakan handuk kecil, Tita membersihkan wajagh Megan yang dipenuhi oleh keringat agar pria itu merasa lebih baik.

Tanpa sadar, sisi lain dalam tubuh Tita memuji ketampanan Megan. Pria itu memiliki pahatan wajah yang sangat sempurna. Alis tebal melengkung rapi. Bulu mata lentik. Hidung mancung. Garis rahang yang begitu tegas. Serta bibir merah jambu, sungguh enak dilihat.

"Hentikan kegilaan ini, Tita!" pekiknya pada diri sendiri. Kemudian dia berdiri, menjauh dari Megan.

✿✿◕‿◕✿✿

WA ke 0813-777-333-41

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

WA ke 0813-777-333-41

Hey, Boss!Where stories live. Discover now