PART 24

2.4K 298 68
                                    

Hujan yang begitu deras, terjadi di kota Jakarta saat ini. Masa pingitan masih berada di angka lima dan kala itu Arjuna merasa risih, sebab rumahnya penuh dengan beberapa keluarga yang mulai berdatangan.
Nanti sore pengajian sebelum akad nikah akan di adakan, “Mas, ayo ke bawah sebentar. Kenapa di kamar terus sih? Bude Lilik sama adekmu udah nungguin lho. Sebentar lagi mau makan siang, kan?” dan suasana yang penuh keramaian, memang selalu menjadi satu masalah untuknya.
Alhasil Ambarsari pun menyusul sang putra ke kamar, guna membujuknya agar mau bergabung.
“Aku mau teleponan sama Dara dulu, Ma. Nanti aku makannya kalau sudah lapar aja,” namun Arjuna men-jawabnya demikian, sembari sibuk mengutak-atik ponsel.
Jadi jangan salahkan mulut pedas ibunya, “Jangan gitu dong, Mas. Nanti sore itu di rumah Ratih juga ada pengajian. Kalau kamu gangguin Dara terus, kapan dia ada waktu menenangkan diri. Orang besok kalian ketemu kok. Malah udah sah juga, kan? Masa nggak bisa tahan diri sampai besok sih? Nanti Dara cepet bosan sama kamu baru tahu rasa,” karena semua berawal dari sikap sinis Arjuna sendiri.
BRAKKK...
Membanting pintu kamar mandi, lalu berdiri di bawah pancuran air dingin adalah hal yang bisa ia lakukan agar bisa menuruti perintah sang ibu.
Tok tok tok
“Masss...”
“Bisa diam nggak sih, Ma? Habis mandi baru aku turun ke bawah!”

🖤🖤🖤

“Bukannya kalian berdua tempo hari udah bubar ya, Mas Juna? Kok sekarang malah mau nikah? Emang dia nggak jadi nikah sama pacarnya yang tajir itu?” tanya Sinta, adik sepupu sang CEO yang super centil dan manja.
Arjuna sudah bergabung dengan keluarga yang sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk acara pengajian besok dan inilah hal yang ia khawatirkan sejak tadi.
Mulut manis Sinta selalu bisa menyihir keluarga besar mereka untuk mempercayai kisah yang sedang ia ceritakan, seperti saat ketika kedua calon mempelai itu berpisah dulu.
Sehingga Arjuna memilih untuk terus memasukkan kerupuk emping melinjo ke dalam plastik putih berukuran kecil, “Dia siapa maksudmu, Dek? Diana? Apa Diandra?” lalu mulai bergurau ketika sudah memiliki ide untuk menghentikan rasa penasaran adik sepupunya itu.
Tak ayal Sinta pun mengeluarkan rasa kesalnya di sana, “Ck! Maksudku itu Mbak Dara, Mas Juna. Becanda aja. Gimana ceritanya kok sekarang kalian mau menikah, Mas?” dan membuat sang CEO tertawa puas.
Tik tok tik tok tik tok
Sepuluh detik kemudian, “Mas jatuh cinta sama Dara, Sin. Jadi karena kami emang berjodoh, ya menikah deh besok. Puas?” Arjuna mencoba berdamai dengan sepupunya yang mulai mengangkat bokong untuk berdiri.
“Serius, Mas?”
“Sepuluh rius. Udah ah. Mas mau ajak semuanya makan dulu. Keburu Adzan Dzuhur nanti. Ayo,” lalu pergi setelah Sinta memasang wajah tak percaya, dengan bibir yang terkatup rapat.
Sesampainya di dapur, barulah ia mengeluarkan suara tawanya yang terpendam sejak beberapa detik lalu.
“Mas Juna, apa kabar?” namun reaksi itu berhenti secara cepat, saat ia mendengar suara dari balik pung-gungnya.
Deg
Berbicara dengan degupan jantung yang melaju kencang, “Aina?! Ka..kamu kenapa bisa ada di sini?” satu pertanyaan konyol, pun keluar dari pita suaranya.
“Aku? Lho aku ‘kan masih keluarga sama Mas Juna. Kebetulan Ibu sama Bapak ngajak ke sini, ya udah aku ikut aja sama Pandawa. Emangnya nggak boleh ya, Mas?” dan jawaban dari si cinta pertama adalah penjelasan tentang kekonyolan yang dimaksud.
Skakmat!
Arjuna tentu merindukan wanita yang kini berdiri berhadapan dengannya dan ingin segera memeluk, namun itu dulu. Saat ia belum bertemu dengan Andara Sasmita. Status sudah menikah dan pernah ditolak, membuat sang CEO memilih untuk diam tak bergerak. Pandangan kedua bola matanya, bahkan sengaja ia alihkan ke arah jendela dapur yang sedikit terbuka.
“Apa kabar, Mas? Masih marah sama aku?” tapi wanita bernama lengkap Aina Nasution itu membuatnya harus kembali menatap ke arah di mana ia berada.
“Aku baik? Nggak ada yang pernah aku simpan di hati sebagai amarah kok, Ain. Bahkan satu pun enggak sama sekali. Aku besok bakal punya status baru, jadi sudah bisa dipastikan kalau aku udah nggak punya perasaan apa-apa lagi sama kamu. Jelas?" hingga akhirnya Arjuna harus berkata demikian.
Rasa lapar yang sempat terjadi padanya ketika membantu Sinta membungkus emping melinjo tadi, kini menguap entah kemana.
“Lho, Mas Juna? Kok ke sana lagi? Katanya tadi mau—”
“Nah, ini dia nih! Kamu ngomong apa sampai si Aina bisa ikut datang ke sini, hem? Atau jangan-jangan kamu yang ajak dia ya?” lalu berganti dengan aktivitas lain, apalagi jika bukan menyeret sepupunya menjauh dari dapur.
Teras yang berada di belakang rumah, “Sakit, Mas Juna! Lepasin tangankuuu...!" menjadi tempat yang Arjuna pilih saat itu.
“Aku bakal lepasin tangan kamu, asal kamu jawab dulu pertanyaanku yang tadi. Cepat!”
“Pe..pertanyaan yang mana, Mas? Aa..aku nggak ngerti maksud Mas apaan?” dan ia juga membuat Sinta sedikit terbata.
Tik tok tik tok tik tok tik tok
Penjelasan panjang lebar dari mulut Sinta, pun beberapa menit terjadi di sana.
“Aku ikut prihatin sama nasibnya Aina kalau gitu, Sin. Cuma aku nggak suka cara kamu yang receh kayak gini, karena itu bisa buat dia punya harapan besar sama aku," hingga akhirnya Arjuna kembali bersuara, setelah men-dengarkan kisah yang menimpa si cinta pertama.
Kembali Sinta membuka suara, “Maaf, Mas. Aku ‘kan niatnya bukan mau ngejodohin, ngedeketin atau apalah itu yang Mas pikir. Aku janji mau ajak dia ke rumah Mbak Puput pas acara pengajian nanti sore udah selesai, biar dia bisa cepat-cepat kerja kalau kami semua udah balik lagi ke Jogja,” karena tak ingin sepenuhnya disalahkan oleh sang kakak sepupu.
Perbincangan tentang Aina, kemudian kembali ter-jadi di antara mereka berdua, “Nggak usah pergi ke rumah Mbak Puput nanti sore, Sin. Kasih tahu aja sama Aina, besok pergi aj—”
“Besok? Besok itu ‘kan Mas Juna akad nikah sama resepsi. Masa dia nggak ikutan, sementara Pakde sama Bude hadir sih?!”
“Ck! Lupa aku. Lusa deh lusa. Kalau nggak ya besok luasnya lagi aja deh,” dan kali ini isinya bukan sebuah perdebatan tentang salah menyalahkan, seperti beberapa detik yang lalu.
Suasana hangat kembali terjalin, “Hem, gitu dong. Makasih ya, Mas Juna. Nanti aku sampaikan ke dia, apa yang barusan Mas bilang. Terus sekalian juga aku mau minta izin ke Papa sama Mama, kalau nanti pas liburan semester, aku magang aja di kantornya Mas Juna. Nggak pa-pah kan?"”
“Ogah! Bisa tekor aku kalau kamu magang di kantor. Tiket pesawat PP aja udah bisa bayar gaji anak buahku sebulan, belum lagi uang jajan dan jatah gaji yang bakalan kamu teror ke aku. Mendingan kamu jualan bakpia aja kayak biasanya, dari pada magang. Nanti aku pesan dua puluh bungkus. Oke?” saat Sinta menghadirkan sebuah ide yang menurut sang CEO sangat lucu dan juga konyol.


💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

To be continue...

ɪ ᴛʜɪɴᴋ, ɪ ʟᴏᴠᴇ ʏᴏᴜ [END]Where stories live. Discover now