PUTIH

22 0 0
                                    


Aku ingin memoles dinding itu dengan warna kegelapan di malam hari, ditambah dengan galaksi langit. Bintang dengan cahayanya, bulan dengan senyumnya, planet yang saling berikatan serta lampu neon kota dengan beberapa pohon rindang pemandangan kota dimalam hari. Itu hanya untuk ruang tidur sedangkan untuk ruang lainnya, aku ingin memolesnya dengan pemandangan langit dan kota di siang hari. Langit biru yang cerah di tutupi sedikit awan cirrus, cumulus dan matahari dengan lingkar cahayanya di tutupi dengan awan cirrostratus. Ahh, membayangkannya saja membuat hatiku terasa sejuk. Itu adalah ruangan impianku, ruangan yang dimana aku akan menghabiskan hari libur yang menyenangkan dengan tidur sepanjang hari agar dapat melakukan aktivitas lainnya di hari berikutnya. Tapi jujur saja, itu hanya keinginan bukan hal yang benar-benar kubutuhkan untuk diwujudkan.

" ahh, benar-benar harus pergi kah?! " batin harum memandangi ruangan putih dengan nuansa hijau itu sendu.

Harum menata buku-buku dari rak ke dalam kardus bekas yang dibelinya di toko sebelah. Harganya lebih mahal dari sebungkus snack di toko itu. Begitulah negeri ini dibangun, kebutuhan akan mendapatkan nilai cukup tinggi sedang keinginan akan bernilai lebih tinggi. Tapi syukurlah bahan pokok, memiliki aturan dan pengawasan yang jelas dari pemerintah. Ekspor dan impor bermain dalam menstabilkan harga, dimana semua orang dapat tumbuh dan berkembang dari pemanfaatan gizi meski harus berperang dengan pengusaha dan petani dalam negeri. Mau bagaimana lagi, bahan pokok adalah syarat hidup sehingga dibutuhkan semua orang tanpa terkecuali. Jika bahan-bahan sederhana itu mengalami keterpihakan pada pengusaha atau petani maka, tidak ada yang akan hidup dengan memakan nasi, sayur mayur dan buah, susu atau daging, orang yang tidak memiliki uang akan terpuruk memakan tanah atau mati kelaparan, kasarnya mungkin seperti itu.

Buku-buku itu awalnya berjajar rapi, namun kerapian itu memakan tempat yang menyisahkan celah di sisi karton sehingga, Harum memutuskan untuk menyusunnya kembali dengan niat seluruh buku di rak tersebut cukup untuk satu karton besar tersebut. dan benar saja, karton itu penuh tanpa sisi yang kosong.

Harum berdiri, mencari selotip yang tersembunyi dibalik tumpukan baju yang baru saja di ambilnya dari jemuran. Lalu menempelkannya untuk menutup rapat karton yang berisi buku-buku. Kakinya melangkah seakan menghitung, satu, dua, tiga. Sesekali Harum tersenyum melihat tumpukan buku yang tersisa, buku-buku itu sedikit memiliki arti khusus untuknya. Bukan berarti buku dalam karton-karton itu tidak memiliki makna baginya. Bukan!.

Hanya saja buku yang tersisa menyimpan kenangan yang perlu di kenang. Perlu untuk di jaga dan perlu untuk dilestarikan. Layaknya museum. Delapan buah diari tua yang ditulisnya dari masa sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Banyak suka duka disana, jika di bukanya kembali. Namun, hanya sesekali jika butuh referensi kata saja Harum akan membukanya. Terkadang, Harum terkejut sendiri membaca diarinya, bahkan sesekali memuji tulisan tersebut. Masih ada lagi, Map yang penuh dengan kertas-kertas. Nilai ujian, kertas yang berisi soal yang berhasil di kerjakan, soal yang membuatnya penasan di simpan rapi olehnya dan juga beberapa gambar yang mencoba untuk dilatihnya di simpan baik olehnya. Itu adalah kenangan, meski tidak seperti alat-alat perang masa lalu yang berusia ratusan tahun atau alat makan atau baju tradisional yang berusia ratusan hingga jutaan tahun, tapi itu berharga. 

Harganya bukan material lo! tapi psikis dalam meningkatkan kepercayaan diri, atau hanya sekedar untuk menyejukkan perasaan yang putus asa. Paling tidak, saat melihatnya kita bisa berkata " Ahh! Ternyata aku pernah sangat pandai " atau " Ahh! Kasihannya diriku saat itu " sambil tertawa atau sekedar tersenyum atau mungkin menangisinya.

Harum melanjutkan kegiatannya, memasukkan barang lainnya dalam karton yang tersisa. Barangnya tidak sebanyak perantauan lainnya. Yang membuatnya kerepotan hanya tumpukan buku, peralatan makan dan pakaian. Bukan karena tidak tertarik dengan berbagai kemanjaan yang di sediakan oleh dunia, namun impian terbesarnya adalah mengelilingi dunia. Sehingga dia memutuskan untuk tidak terikat satu benangpun dengan satu tempat. Termasuk seorang teman, kerabat atau kekasih bahkan keluarganya sendiri. Buku dan tulisan satu-satunya benang yang paling ingin di kenangnya jika menempati sebuah tempat. Sama dengan hari ini. Ini kesekian kalinya Harum harus pindah dari ruangan yang di sewanya selama hampir tiga tahun. Semua kesedihannya, kesenangannya, kemalasannya, keingintahuannya, pernyataannya, keluhannya tertumpuk pada dinding-dindingnya. Airmata dan marahnya memoles ruangan 4 x 8 meter itu penuh dengan makna namun tidak mengikatnya sama sekali. Itu adalah bagian dari perjalanannnya.

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: May 25, 2019 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

HARUMOnde histórias criam vida. Descubra agora