Chapter 3 : Jack dan Rubah, Bagian 3

14 5 0
                                    

Aku sudah mendengarnya...

Seorang pria terus-terus mengejar dari balik tirai-

"Maaf Tam, bisakah kau berhenti bergumam?" Murad belum tidur, toh.

"Hah..." Ya, begadang semalaman pasti membuat manusia lelah. Untung aku bukan. "Aku akan menulis di luar."

Fajar telah menyingsing dan malam yang melelahkan telah pergi. Angin yang dingin menerpa rerumputan kuburan, agak kontras dengan sinar mentari pagi yang hangat. Ternyata sihir bayangan dapat mempengaruhi cuaca, atau... karena Sorrow? Entahlah. Yang penting untuk sekarang...

"Selamat pagi..."

Lisa. "Pagi Lisa... Kau tidak tidur?"

"Hehehe... Sebelum kau telpon, aku sudah ketiduran di kedai ikan semalam." Oh... "Kau sedang apa?"

"Kau mengenalku, kan?"

"Bukannya yang kemarin sudah selesai?" Dia mendekat dan duduk di sofa dan matanya langsung melihat laptop kecil bewarna merah tua ini. "Wah... baru toh?"

"Ya... Yang kemarin, bagaimana?" Sudah aku duga, mukanya akan berubah masam?

...

...

Dia menangis.

"Kenapa bagian akhir ceritamu harus sedih? Apa salah karakter wanitanya sampai harus mati seperti itu?" Matanya mulai sembab. Ya... berarti aku berhasil.

"Hah... Realitasnya, cinta memang tidak akan berakhir bahagia. Namun, setidaknya bisa menjadi cerita yang bahagia hingga akhir."

"Apa maksudmu, Tam?"

"Tak perlu mati bersama, asalkan bisa hidup bersama, menurutku itu sudah cukup." Dia menghela napas, dan, tersenyum. "Untungnya, Pak Norman baik mau menerima taruhan seperti ini."

"Benar juga, editor kita kan sama." Dia tersenyum dan sedikit terkekeh.

...

"Aku sudah melihatnya, prolog ceritamu sudah di muat di website. Tema yang bagus untuk musim dingin." Tema yang hangat bagus untuk musim dingin.

"Ya... aku tidak pernah membuat tema yang serius, sih. Berbeda kalau dibandingkan Tam, yang sudah ada filmnya." Dia memuji. "Sekarang, cerita apa yang akan kau buat?" Dia melihat monitor dengan serius.

"Fantasi." Menjadi penyihir padahal sudah tergolong fantasi. "Aku ingin menenangkan pikiranku sebentar. Yang kemarin, itu membuat dadaku sesak."

"Padahal kau sendiri yang membuat ceritanya."

"Hah..."

Aku baru ingat sesuatu.

"Oh! Aku tadi menghubungi Pak Norman. Dia akan ke sini sekitar pukul delapan. Kau bawa naskahmu?" Sudah jelas dia akan kelabakan. 20 menit lagi jam delapan.

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi. Aku akan mandi dulu!" Seperti langit akan runtuh... Atau... Mungkin lebih mirip dikejar anjing.

"Kamar mandinya di belakang!" Sekarang, kembali ke naskah. Untung aku sudah mandi.

-dari balik tirai. Ia merapal mantra dan merobeknya dengan cahaya yang bersinar.

...

...

...

"Dia sudah datang?" Rambutnya masih basah.

"Belum. Mungkin akan sedikit terlambat."

"Bagus!" Dia kembali mengusap-usap rambut emasnya yang basah. Wanita selalu begitu ketika menerima kabar mendadak. Atau gara-gara faktor golongan darah? Kapan-kapan akan aku teliti.

Sang fajar semakin tinggi dan nampaknya ada orang yang masuk ke kuburan. Topi bundar dan mantel abu, khas sekali. Dari cara berjalannya sudah begitu kelihatan. Seorang editor khusus...

Norman Reiss.

Pintu berderit ketika kaki telanjang itu masuk ke dalam rumah. Matanya masih layu seperti biasa. Kacamata hitam yang kecil tidak dapat menutupinya. Sepertinya, tubuhnya agak kurusan.

"Tam, kali ini kau ingin buat apa?"

"Fantasi." Dia langsung duduk. Aku agak mirip dengannya di bagian langsung bertanya bagian pentingnya. "Yang kemarin jujur saja membuatku depresi."

"Kau yakin? Kau kan sudah seperti gurunya percintaan."

"Hah..."

"Sebenarnya, kau sudah pernah buat yang seperti ini. Tapi, ya... pada akhirnya akan kembali ke jati diri mu sendiri, kan." Dia meledek.

"Hah... Kenapa tangan ini diciptakan untuk membuat orang menangis."

"Jangan begitu... Cerita yang kau buat selalu memuaskan. Hanya saja, memang para pembenci yang munafik tak henti-hentinya memintamu mengganti gaya tulis, padahal mereka membacanya sampai akhir." Ujar Norman, dan aku setuju dengannya.

...

...

...

Lisa... dia sudah selesai sepertinya. Pintu kamar berderit dan tubuhnya yang dibalut pakaian standar bergaun minim terlihat cantik ia pakai. Dan, beberapa riasan tipis ia pakai.

"Ah! Anda sudah datang." Norman langsung melambaikan tangannya dengan pelan menyapa Lisa yang sepertinya sudah berdandan. Hmm... parfumnya cukup wangi dengan pewarna bibir yang tidak terlalu mencolok. Wanita memang seharusnya berdandan natural.

Lisa duduk di sampingku dangan wajah tersenyum, mungkin ia baru saja melihat websitenya.

"Kau sudah melihat website, ya?" Kata Norman.

"Ya... Ada banyak comment dan like di sana. Sepertinya berjalan lancar. Ini berkat anda." Lisa terus tersenyum.

"Keegoisanku... Sebenarnya kalau kau langsung rilis, pasti banyak yang baca. Orang-orang sudah menganggapmu jenius, tahu." Kemudian, ia menghela napas. "Mungkin, aku malah membuat cerita yang aku inginkan."

"Tidak, Pak Norman. Saya tak ingin membuat cerita yang asal-asalan!" Lisa agak mengeraskan suaranya. "Berkat anda, orang menyukai novel saya."

...

"Hah... Bagaimana dengan mu, Tam?" Norman memintanya.

Di mana aku menaruhnya tadi? Oh! Ketemu. "Ini kasarnya. Untuk alurnya, aku juga masih belum yakin."

Dia memegang naskah kasarnya dan membaca dengan serius.

...

...

"Sudah ku duga..." Ujarnya dan menaruh naskahnya di atas meja. "Ceritanya bagus dan kompleks seperti biasa. Tapi... Ini roman, kan?"

"Sudah aku duga." Tambah Lisa.

Hah...

Mereka melihat dengan tatapan yang agak kecewa, namun juga puas dengan naskah itu. Ya... padahal hanya coretan tangan, entah kenapa. Kenapa aku hanya bisa membuat cerita yang seperti ini?

"Ok, aku akan mempertimbangkannya di rumah. Akan aku teliti dulu."

Lisa tersenyum hingga Norman keluar melewati pintu itu. Lisa terlihat begitu senang bahkan hanya karena kehadirannya. Dari awal, Norman memang editor hebat karena rata-rata karya novelis asuhannya diadaptasikan menjadi film. Termasuk aku.

"Dia editor hebat, kan?" Dia bicara kepadaku.

"Ya... Aku tahu itu."

"Kau benar, senior."

"Tentang apa?"

"Aku mencintai hidupku meski akan berakhir dengan kematian yang menyakitkan. Tapi, aku juga senang dapat menjalani hidupku sesuai yang aku inginkan."


---------Continued---------

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 29, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Penjaga KuburWhere stories live. Discover now