14: Jakarta

12K 2.8K 262
                                    

"Lu terbang dulu abis itu baru gua," ujar Dejun sambil menatap boarding pass milik kami. Saat ini, kami tengah duduk di kursi sambil menunggu jadwal penerbangan masing-masing.

Aku dan Dejun tidak mengambil penerbangan yang sama karena Dejun ingin mengunjungi kakaknya sebentar. Jadi, lelaki itu mengambil rute Vancouver - Hong Kong - Jakarta sedangkan aku mengambil rute Vancouver - Taipei - Jakarta.

"Hei." Dejun menepuk pundakku pelan, kemudian menyodorkan boarding pass milikku. "Udah disuruh naik."

Aku mengangguk dan tersenyum pada lelaki dengan coat biru itu. "Oke. Gue duluan ya! Entar kalo lo udah nyampe Hong Kong jangan lupa kabarin gue."

"Lu juga," ujar Dejun, lalu melambaikan tangan padaku. "Hati-hati."

"Bye-bye!"

Aku memutar tubuhku dan berjalan dengan cepat meninggalkan Dejun sambil memegang erat ponsel dan pasporku.

Winwin, sebentar lagi kita akan bertemu.










Grace
JUNNNNN
SORRY BARU NGABARINNN
GUE UDAH NYAMPE JAKARTAAA
7:15 PM

Aku memasukkan ponsel ke dalam saku lalu mendorong trolley berisi koper-koperku dan berjalan dengan langkah pelan sambil melihat-lihat perubahan drastis bandara ini dengan tatapan takjub.

Masih jelas di kepalaku saat terakhir kali aku menginjakkan kaki di tempat ini, sekitar 7 tahun yang lalu. Saat aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke kota kelahiranku, Vancouver, dan berencana untuk tinggal di sana.

Saat itu, Mamaku sangat senang karena kedua anaknya bisa melanjutkan sekolah ke luar negeri. Pertama, adikku yang berhasil mengikuti pertukaran pelajar ke Inggris dan sekarang aku yang akan berkuliah di Vancouver.

"Venti Asian Dolce Frappuccino atas nama Kak Grace!"

Aku segera beranjak dari duduk untuk mengambil pesananku yang baru saja selesai dibuat.

"Makasih," ujarku pada barista dengan name tag bertuliskan Rachel itu.

Aku kembali ke tempat duduk lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Tak lupa untuk melihat sekeliling untuk mencari keberadaan Winwin sambil menunggu Dejun yang akan tiba di Jakarta sebentar lagi.

Tapi, aku tidak menemukan keberadaan Winwin di sini. Apa mungkin Winwin sedang dalam perjalanan sama seperti Dejun?

Ting!
Ting!
Ting!
Ting!

Dejun
oi gua dah nyampe
wkwkwkwkw
bentar ya ambil bagasi dulu
lu dimana skrg?
7:35 PM

Grace
Di starbucks
Entar lo langsung ke sini ajaa
Gue bayarin ngopi
7:36 PM

Dejun
ok
7:36 PM

Aku meletakkan ponsel ke atas meja, lalu mengaduk minumanku. Sambil mengaduk, aku mengeluarkan dompet untuk menghitung uangku.

Hingga tiba-tiba pundakku ditepuk oleh seseorang, membuatku lantas menoleh.

"Win—Eh Dejun?"

Dejun menaikkan sebelah alisnya. "Win? Win siapa?"

"Enggak enggak." Aku menggelengkan kepala. Sebenarnya aku ingin menceritakan tentang Winwin kepada Dejun pada awalnya, namun aku merubah keputusanku karena aku rasa Dejun tidak perlu tau soal ini.

"Gua mau beli minum dulu."

Aku menyodorkan kartu milikku pada Dejun. "Nih, pake kartu gue aja. Gue yang bayarin."

"Serius?"

"Ada tampang gue lagi bohong?" tanyaku sambil menunjuk wajahku. "Gak ada kan? Nah sana cepet beli."

"Galak bener sih," kata Dejun sambil mengambil kartuku lalu melangkah ke kasir.

Aku memandang punggung Dejun dari jauh selama beberapa saat. Sejujurnya, ada satu rahasia yang selama ini aku simpan seorang diri. Yaitu, aku pernah menyukai Dejun karena kemampuan bernyanyi dan bermain gitarnya sewaktu aku kelas 11. Tapi, aku tidak memperdalam rasaku karena aku rasa Dejun tidak menyukai gadis sepertiku.

"Nih, sisa sejuta pas." Dejun menyodorkan kartu milikku, meletakkan minumannya ke atas meja, lalu ia menarik kursi tepat di hadapanku. "Lu sekali isi berapa duit sih?"

"Berapa ya?" Aku berusaha untuk mengingat-ingat sambil memasukkan kartuku ke dalam dompet. "Gue lupa. Udah lama juga gue gak ngisi. Ini aja gue minta nyokap transferin ke kartu gue makanya saldo bisa sampai sejuta."

Dejun mengangguk-angguk sambil menyesap minumannya. Suasana diantara kami seketika menjadi hening. Aku yang mengaduk-aduk minumanku sambil sesekali memperhatikan sekitar, dan Dejun yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Gue mau ke toilet."

Lelaki itu mendongak. "Yaudah. Kenapa lapor sama gua?"

"Biar lo jagain barang gue." Aku menunjuk trolley berisi koper-koperku. "Awas ya sampai hilang."

"Iya bawel." Dejun tertawa pelan, dan aku segera bangkit dan melangkah keluar.

Setelah aku keluar, aku memutuskan untuk melihat jadwal penerbangan yang tidak jauh dari letak Starbucks. Aku melihat jadwal tersebut dengan seksama, hingga akhirnya aku merutuki diri sendiri karena aku lupa bertanya soal asal-usul Winwin dan pertemuanku dengannya.

Aku menghela nafas pasrah dan mulai melangkah menuju toilet.

Tapi, aku malah berbelok masuk ke sebuah toko yang menjual boneka-boneka lucu. Toko yang belum pernah aku lihat saat aku melewati tempat ini beberapa tahun yang lalu.

"Hai?"

Aku yang tengah melihat sebuah boneka berukuran kecil lantas menoleh, dan sebuah senyum langsung tercetak di wajahku saat melihat pemilik suara itu.

"Boleh kenalan?"

Dong Sicheng ✔️Where stories live. Discover now