She is

105K 3.2K 162
                                    

Hey you guys !! :)

Sorry for taking so long.  Hanya menyelesaikan beberapa urusan and i just got the time to post this last chapt! Yap ! INI ADALAH PART TERAKHIR sebelum epilog tentunya.  Sorry for going on to fast.  Ga mau aja ceritanya makin berbelit-belit dan bikin EWW. Tapi ini lah part terakhir Love in the apartement, I hope you do like it,  dan aku bakalan bikin epilog secepatnya.  Waiting for your comments adn votes !! ^^  Aku lanjut setelah 700 votes dan 100 comments ya, aku rasa itu ga berat karena yang baca tiap chapt aja nyampe 4000 :D okay then seeyah !! Love.

___

ANNA

Dirvan is such a fff-- dang it!!

Mau apa lagi sih dia ? Aku menatap Gio yang masih terlihat marah, lalu bahu nya melemah dan aku mendengarnya menghela nafas sebelum menyodorkan ponsel itu kepadaku.  He didn't yell ??

"Go on!" Ucapnya acuh lalu mengacuhkan aku dengan ponsel yang bergetar di tangan.

Geteran ponselku berhenti namun detik kemudian kembali bergetar dan nama Dirvan masih tertera disana.  Gio melirik ku sebentar sebelum beranjak di sofa. Namun aku dengan cepat menangkap lengannya dan menatap matanya yang coba menyembunyikan sesuatu. Aku tersenyum ke arahnya dan melempar ponsel ku ke sofa lain.

"Lo- ga ngangkat ?" Keningnya berkerut saat melihatku tidak mengacuhkan ponselku yang masih bergetar.

"Nope!" Jawabku lalu menariknya untuk kembali ke sofa kami.

"B-but-"

"Sssh, banyak omong deh!"aku meletakkan telunjukku di bibirnya, lalu sebelah tanganku memaksanya untuk duduk kembali. "Duduk lagi dong, film nya belum kelar nih! "

Kening Gio masih berkerut saat aku duduk dan menyandar kebahunya. Namun kerutan itu menghilang berganti dengan senyuman terindah yang pernah aku lihat saat aku merebahkan kepala ku di pahanya dan memaksa tangannya untuk mengelus rambutku.

"Kenapa lo jadi manja gini ?" Aku dapat mendengr senyum di ucapan Gio saat jemarinya menelisik di rambutku.  It's feels strange yet comfort.

"Gue juga ga tahu kenapa," aku menengadah menatap Gio yang kini menatapku. "Capek aja berantem mulu sama lo,"lanjutku, dia tersenyum.

"Mmm," tangan Gio beralih ke pipiku dan wajahnya merunduk mendekati wajah ku. Aku menutup mataku saat bibir Gio menyentuh lembut bibirku, hanya sebentar lalu dia kembali menarik diri dia tersenyum simpul dan membawa tanganku ke genggamannya.

Entah kenapa aku tidak risih lagi dengan skinship yang di lakukan Gio. Well yeah, sometime.  Tapi tidak sama seperti pertama kali, awal pernikahan kami. Aku tidak tahu jenis hubungan apa yang sedang kami jalani. Okay, Marriage!  It is. Tapi rasanya aneh saja, mengingat pertemuan pertama kami sebagai orang asing yang tidak saling mengenal dan terjebak dalam pernikahan karena kesalah pahaman. Minggu lalu aku masih menganggap Gio adalah orang asing di hidupku.  Minggu lalu kami masih menggunakan prinsip friend with benefit. Dimana Gio hanya menjadikan aku pelariannya dan aku menggunakannya sebagai alat untuk membuat Dirvan menjauh.  Tapi di sini kami sekarang. Aku di pangkuannya dengan tangan bertaut.  Ini terlalu cepat ku rasa.

"Mikir apa?" Gio meremas tanganku membuat perhatianku teralih padanya.

"Nothing. "Jawabku sambil tersenyum tipis.

"Okay.." Gio kembali ke film yang masih terputar dan aku mengamatinya dari bawah.

Dia sangat indah. Garis rahangnya yang tegas dan alis matanya tebal.  Hidungnya mancung, membuat mata hitam legam itu menelisik jauh bak mata elang.  Dan yan paling aku sukai darinya adalah bibirnya yang tipis bewarna pink. Aku sangat cemburu dengan bibirnya yang sangat indah. Gio memang tidak setampan pria-pria yang kulihat pada majalah ataupun televisi.  Dia tidak memiliki sixpack, okay he does! Tapi tidak terlalu mencolok. Sangat pas dengan tubuh tegapnya.  Cukup untuk membuatku merina memikirkannya.

Love in ApartementOù les histoires vivent. Découvrez maintenant